Remang-remang Gambaran Pilkada Aceh

Bagikan artikel ini

Toas H, Pemerhati masalah politik yang tergabung dalam Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD) Jakarta

akan digelar pada 15 Februari 2017, namun kalangan politisi di Aceh yang akan memeriahkan pesta demokrasi tersebut sudah berancang-ancang menjalin aliansi politik untuk memenangkannya. Bagi calon kepala daerah yang merasa sombong banyak yang tidak mendengarkan saran atau masukan dari pihak lainnya, bahkan menetapkan keputusan politik berdasarkan analisis pribadi.

Memang sudah ada beberapa hasil survey terkait siapa yang cocok memimpin Aceh, namun survey-survey tersebut belum diumumkan secara resmi sehingga masyarakat atau pengamat politik belum dapat menilai keakuratan hasil survey karena methodologi survey yang belum dijelaskan kepada publik.
Soal kekuatan dalam pilkada Aceh masih remang-remang atau samar-samar karena belum semua calon kepala daerah memilih wakilnya dan masyarakat juga belum mengetahui apakah mereka pantas atau tidak memimpin Aceh ke depan. Keremangan gambaran politik ini jelas akan merugikan masyarakat Aceh karena diibaratkan mereka membeli kucing dalam karung.
Menurut pemberitaan salah satu media massa online di Aceh dikabarkan bahwa Muzakir Manaf telah menjatuhkan pilihan yaitu memilih TA Khalid, Ketua Partai Gerindra Aceh, sebagai wakil gubernur, yang akan mendampinginya pada Pemilihan Kepala Daerah Aceh 2017, dari perwakilan partai politik nasional.
Mualem–nama alias Muzakir Manaf–tentu memiliki pertimbangan politik yang matang sebelum menjatuhkan pilihan kepada Khalid. Kedekatan kedua tokoh dan partai ini terjalin lama. Partai Aceh, partai yang dipimpin Mualem, menjadi pendukung Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden. Partai Aceh juga menjadi penyokong kader-kader Partai Gerindra Aceh yang ingin melangkah ke Senayan.
Konon berdasarkan isu politik yang berkembang di Aceh, Partai Keadilan Sejahtera memberikan dukungan kepada Mualem. Partai Golkar, misalnya, dikabarkan akan segera merapat ke Mualem. Demikian juga dengan Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional.
Mualem akan berhadapan dengan Zaini Abdullah dan Irwandi Yusuf. Abu Doto–sapaan Zaini Abdullah, yang berpasangan dengan Bupati Aceh Tengah Nasruddin, sejak awal menyatakan diri maju melalui jalur independen. Bahkan saat ini, jumlah kartu tanda penduduk dukungan untuknya melebih jumlah yang disyaratkan untuk maju pada Pilkada 2017.
Sebagai calon petahana, Abu Doto-Nasaruddin akan menjadi petarung seimbang bagi Mualem-Khalid. Di sejumlah daerah, dukungan riil dari bekas kombatan GAM semakin mengental. Keberadaan Nasaruddin juga akan menjadi magnet suara di Tanah Gayo.
Calon independen lain adalah Irwandi Yusuf. Dengan bergabungnya seluruh partai politik pemilik suara di parlemen Aceh, satu-satunya langkah maju baginya adalah dengan menggunakan jalur yang pernah digunakan pada Pilkada 2012.
Sementara, sebagian besar masyarakat Aceh, nama Tarmizi A Karim adalah jaminan keberhasilan. Catatan mentereng karier Tarmizi A Karim membuat dia layak digadang-gadang sebagai salah satu petarung. Keberadaannya di Pemilihan Kepala Daerah 2017 di Aceh tentu akan diperhitungkan lawan maupun kawan.
Wajar jika Tarmizi menyimpan hasrat menjadi Gubernur Aceh. Sebagai seorang birokrat, Tarmizi memiliki catatan penugasan di bidang pemerintahan. Dia pernah menjabat sebagai Bupati Aceh Utara. Di Kementerian Dalam Negeri, dia juga menduduki sejumlah jabatan strategis.
Catatan riwayat hidup Tarmizi seperti tak sempurna jika dia tak menjabat sebagai Gubernur Aceh definitif. Sebagai salah satu putra terbaik Aceh saat ini, hasrat itu jelas menggelitik. Ada gatal yang harus digaruk. Jika dorongan untuk maju pada Pilkada 2012 gagal didapatkan, kali ini, Tarmizi harus merebutnya. Pilkada 2017 adalah momentum penting untuk menjadi orang nomor satu di kampung halaman; sekarang atau tidak sama sekali.
MUALEM PANTAS MENANG ?
Ketua Umum Dewan Pengurus Aceh Partai Aceh Muzakir Manaf menyampaikan alasan memilih TA Khalid sebagai wakilnya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017. Menurutnya, Ketua Partai Gerindra Aceh itu sangat mudah untuk diajak kompromi. Selain itu, Mualem memilih TA Khalid juga sebagai komitmen Partai Aceh berkolaborasi dengan partai nasional. Artinya ini merupakan kebersamaan dalam membangun Aceh, dan kebersamaan untuk membuat Aceh maju dan bermartabat. Sebelumnya, jelas Mualem, dirinya juga sudah mempertimbangkan beberapa calon pendamping, baik dari pegawai negeri sipil, akademisi, alim ulama, dan politisi dari parnas.
Wakil Gubernur Aceh itu juga mengaku seluruh petinggi Partai Aceh sudah berkomitmen mendukung keputusan dirinya memilih TA Khalid. “Tidak ada persoalan lagi di internal, semua telah setuju dengan keputusan saya,” ujarnya.
TA Khalid berhasil menggeser sejumlah nama dari internal partai bekas kombatan itu yang digadang-gadang layak mendampingi Mualem, seperti Kamaruddin Abubakar (Wakil Ketua PA) dan Jufri Hasanuddin (Bupati Aceh Barat Daya).
Bisa saja Mualem mengklaim keputusan pribadinya akan didukung oleh seluruh jajaran Partai Aceh, namun faktanya tidak semudah itu. Keputusan calon Gubernur Aceh Muzakir Manaf menggandeng TA Khalid sebagai calon wakilnya dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh 2017 dinilai salah. Khalid dinilai tidak akan mampu mendongkrak suara untuk pasangan dari Partai Aceh dan Partai Gerindra ini. “Hasil survei di delapan daerah di barat selatan Aceh menunjukkan elektabilitas Muzakir Manaf rendah. TA Khalid malah tidak ada yang merespons,” kata ketua divisi riset, Aceh Research and Consulting, Dedi Muzlahinur, Sabtu (4/6). “Statemen kami cenderung menganalisa hasil survei. PA mulai pecah. Terlebih Doto Zaini (Zaini Abdullah), yang dulu diusung PA, bersolo karir. Termasuk beberapa tetua Partai Aceh.”
Hasil survei ARC akan dipublikasi dalam waktu dekat di media massa. Saat ini, lembaga itu bersiap untuk menggelar survei kedua dengan sampel 2.200 orang di delapan daerah di barat selatan Aceh.
Kemungkinan pernyataan Ketua Divisi Riset, Aceh Research and Consulting, Dedi Muzlahinu diatas ada benarnya, buktinya berdasarkan pemberitaan www.ajnn.net bahwa pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Partai Aceh Pidie mendadak menggelar rapat di kantor mereka, di kawasan Keuniree, Sigli, Sabtu. Rapat itu dimulai sekitar pukul 13.30 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Dalam rapat itu, mereka menolak penunjukkan TA Khalid, Ketua Partai Gerindra Aceh, sebagai calon wakil gubernur mendampingi Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf. Sumber AJNN menyebutkan rapat yang berlangsung selama lebih dari empat jam itu tegas menolak penunjukkan TA Khalid, dan disetujui oleh seluruh pengurus partai hingga ke tingkat sagoe.
Potret sekilas terkait kekuatan politik dalam pilkada Aceh diatas, jelas menggambarkan belum tentu yang dijagokan partai lokal, partai nasional atau jalur independen akan menang dalam pilkada, karena rakyat Aceh mempunyai pilihan politik tersendiri dan ibarat pepatah “Vox Populi Vox Dei” atau suara rakyat adalah suara tuhan maka rakyat Aceh akan tetap memilih tokoh nasionalis dalam pilkada mendatang. Tokoh nasionalis itu digambarkan sebagai tokoh yang mau memperjuangkan kepentingan Aceh dan kepentingan nasional secara bersamaan, karena masyarakat Aceh tidak menginginkan keributan politik dalam pilkada.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com