Revolusi Mental dan Komisi Ideologi Nasional

Bagikan artikel ini

Otjih Sewandarijatun, Alumnus Udayana Bali dan Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI) Jakarta

Munculnya Jokowi yang kini menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 2014-2019 membawa warna tersendiri dalam perpolitikan nasional.  Hal ini tidak hanya karena gaya politiknya yang merakyat dengan program pemerintahan yang kongkrit dan menyentuh kepentingan publik, tetapi juga karena mengusung suatu obesesi yang bersifat ideologis melalui jargon Revolusi Mental.  Jokowi menilai bahwa Indonesia saat ini dihadapkan pada ancaman nilai-nilai di berbagai sektor kehidupan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur, karakter dan watak asli bangsa Indonesia yang berbudi pekerti, tepa selira, santun, gotong royong dan kekeluargaan.  Invansi atas nilai luhur bangsa inilah yang menyebabkan kerusakan moral dan mentalitas bangsa dan menjadi akar bagi munculnya perilaku korup, nepotisme, lemahnya etos kerja, hancurnya sistem etika sosial, serta rendahnya daya saing bangsa.  Hal ini berdampak pula pada perilaku birokrasi yang dihinggapi penyakit KKN, tidak disiplin dan cenderung feodalistik.

Persoalan invasi nilai ini bagi Jokowi merupakan masalah fundamental bagi suatu bangsa dan karena itu perlu pendekatan yang bersifat radikal yakni melalui Revolusi Mental, suatu upaya revolusioner untuk menemu kenali dan mengembangkan karakter orisinil bangsa Indonesia.  Gagasan ini sendiri pernah dinyatakan oleh Bung Karno dimana menurutnya pembangunan suatu negara bangsa haruslah dimulai dengan membentuk watak dan karakter rakyatnya yang diangkat dari nilai dan jati diri bangsa yang luhur (nation and character building).
Tanpa pembangunan watak dan karakter maka niscaya bangsa itu akan lemah menghadapi persaingan dunia yang tentu saja disertai dengan kompetisi nilai-nilai yang dikonstruksi oleh ideologi dan falsafah yang dianut masing-masing bangsa.  Karena itulah, para Pendiri Bangsa mewariskan pada kita suatu set of exelence value yang disebut sebagai Pancasila, dasar negara sekaligus ideologi bangsa.
Pemahaman Presiden Jokowi akan sejarah politik bangsa dan pola pikir yang revolusioner inilah yang membuatnya menempatkan persoalan membangun kembali mentalitas bangsa menjadi prioritas utama dalam visi dan misi pemerintahannya.  Jokowi memandang bahwa manusia-manusia Indonesia merupakan aset utama dalam pembangunan negara bangsa.  Karena itu, membangun kembali manusia Indonesia merupakan langkah fundamental bagi masa depan bangsa di tengah tata dunia baru yang semakin kompetitif.  nilai-nilai luhur bangsa itu perlu diintegrasikan sebagai way of life para penyelenggara negara maupun warga negaranya.
Perlu instrumen politik
Gagasan Presiden Jokowi yang revolusioner akan berakhir menjadi sekedar propaganda belaka jika tidak ditunjang oleh instrumen politik untuk mengoperasionalisasikan Revolusi Mental. Sebagai suatu political breaktrough dalam merespon situasi krisis ideologis dan ancaman invasi nilai-nilai yang bertentangan dengan jatidiri bangsa, maka menjadi relevan jika kemudian ide tentang perlunya dibentuk suatu Komisi Ideologi Nasional segera ditindaklanjuti. Melalui lembaga baru ini, ide-ide fundamental dalam Revolusi Mental menjadi operasional dan terukur implementasi serta capaiannya.
Meminjam gagasan Gramsci (1915), maka fungsi Komisi Ideologi dapat menjadi semacam lembaga yang menyiapkan sumber gagasan bagi operasi kontra ideologis untuk membendung infiltrasi ideologis yang demikian masif memanfaatkan segala macam instrumen sosialisasi massa.  Pertarungan sistem nilai dan ideologis dewasa ini telah menggunakan berbagai instrumen seperti media massa dan media sosial, produk budaya massa, pendidikan dan berbagai instrumen lain yang memiliki daya jangkau luas dan masif, serta berdampak pada perubahan mindset dan kognisi masyarakat. Tanpa suatu upaya kontra ideologis maka niscaya ideologi dan nilai-nilai asing seperti fundamentalisme, hedonisme, liberalisme maupun fanatisme akan menjadi mainstream utama yang membentuk mentalitas dan karakter bangsa.  Lihat saja salah satu fenomena invasi paham fundamentalisme yang mengambil bentuk sikap intoleran, bahkan aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok kecil masyarakat yang terpengaruh.
Komisi Ideologi Nasional dapat juga berperan sebagai suatu lembaga yang mengkoordinasikan peranan dari aparatus ideologis negara dalam mempromosikan kembali nilai-nilai dan ideologi bangsa dengan berbagai pendekatan yang demokratis, humanis dan edukatif pada masyarakat.  Model pendekatkan ini penting sebagai antitesa atas proyek ideologisasi negara ala Orde Baru yang kerap dituding sarat dengan represi dan menjadi instrumen legitimasi kekuasaan semata.  Kita tentu tidak mengharapkan bahwa peranan dari Komisi Ideologi Nasional ini justru menjadi ancaman bagi publik dan alat represi baru kekuasaan.
Peranan lain yang penting untuk dipertimbangkan adalah fungsi Komisi Ideologi Nasional menjadi semacam clearing house yang memberikan suatu political assesment bagi Presiden atas proses rekrutmen politik para pejabat negara, produk peraturan perundang-undangan sebelum disahkan, maupun berbagai kerjasama luar negeri yang membawa muatan ideologis tertentu yang dapat mengancam kepentingan nasional.  Telah menjadi rahasia umum bahwa disinyalir puluhan Undang-Undang yang dirilis setelah reformasi diyakini membawa muatan-muatan neoliberalisme dan lebih banyak menguntungkan kepentingan asing daripada kepentingan nasional.
Berbagai fungsi tersebut tentu saja bisa diperdebatkan, namun menjadi sangat penting bagi pemerintah untuk segera merealisasikan ide Revolusi Mental melalui suatu instrumen politik yang memang bersifat ideologis. Langkah maju yang perlu untuk segara direspon adalah pematangan tentang dasar hukum, mekanisme rekrutmen politik serta tugas-tuugas dari Komisi Ideologi Nasional selanjutnya. Revolusi Mental tentu saja tidak hanya menyangkut upaya perbaikan mental publik secara fundamental, tetapi juga melibatkan persoalan assesment terhadap aparatus penyelenggara negara yang juga memiliki potensi untuk membawa muatan ideologis yang bertentangan dengan ideologi bangsa. Dalam konteks itulah maka gagasan revolusioner Presiden Jokowi tentang Revolusi Mental dan ide pembentukan Komisi Ideologi Nasional menjadi relevan dan menemukan siginifikansinya bagi kepentingan bangsa dan negara.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com