RUU TIPITI jauh lebih berbahaya dari UU ITE. Ancaman pidananya sampai 30 tahun!

Bagikan artikel ini

Margiyono, koordinator Advokasi AJI Indonesia

DI saat publik Indonesia tengah resah oleh Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang bersifat over-criminalization, kini kita dihadapkan pada horor yang lebih mengerikan. Horor itu adalah Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Teknologi Informasi (TIPITI). RUU yang dirancang oleh Global Internet Intitiative (GIPI) Indonesia dan Indonesia Media law and Policy Center (IMLPC) pada tahun 2003 ini telah diserahkan ke badan Legislasi (Baleg) DPR dan ditetapkan sebagai RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010.

RUU TIPITI menebar ancaman yang jauh kebih sadis dibanding UU ITE. Ancaman hukuman tersebut antara lain:

Kejahatan terhadap nyawa atau keamanan negara diancam penjara maksimum 20 tahun (pasal 9). Pasal tersebut tepatnya berbunyi,“Baran gsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memanfaatkan Teknologi Informasi dengan maksud untuk menghilangkan nyawa, harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran obyek-obyek vital dan strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas umum atau fasilitas internasional, usaha menggulingkan pemerintahan yang sah, atau membahayakan keamanan negara atau untuk memisahkan sebagian dari wilayah negara atau sebagai bagian dari kegiatan teror kepada orang atau negara lain, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara, paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun” .

Pencurian diancam penjara maksimum 15 tahun (pasal 10). Pasal tersebut berbunyi, “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memanfaatkan teknologi informasi untuk melakukan pencurian sebagaimana dimaksud pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sehingga memenuhi ketentuan sebagaimana dinyatakan pada pasal 362 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda sedikit – dikitnya Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan sebanyak-banyaknya Rp.2.000.000.000,-(dua milyar rupiah).”

Mengakses sistem informasi tanpa hak (cracking) diancam penjara maksimum 4 tahun (pasal 11). Lengkapnya pasal tersebut berbunyi, “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memasuki lingkungan dan atau sarana fisik Sistem Informasi tanpa hak atau secara tidak sah menggunakan sandi akses palsu, melakukan pembongkaran tanpa seijin pemiliknya yang sah atau perusakan dengan atau tanpa maksud merugikan pemilik sah, dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun atau denda sedikit – dikitnya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan sebanyak-banyaknya Rp 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah).”

Apabila yang di-crack adalah sistem informasi strategis, maka anacamannya meningkat menjadi maksimum 12 tahun (pasal 12 ayat 1). Pasal itu berbunyi, “Dengan sengaja dan melawan hukum memasuki lingkungan dan atau sarana fisik Sistem Informasi milik instansi pemerintah, militer, perbankan, atau instansi strategis lainnya tanpa hak atau secara tidak sah dengan menggunakan sandi akses palsu, melakukan pembongkaran atau perusakan dengan atau tanpa maksud merugikan instansi yang dituju, dipidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda sedikit – dikitnya Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah) dan sebanyak-banyaknya Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratur juta rupiah).”

Jika informasi hasil crack sebagaimana diatur pasal 12 ayat (1) telah disebarkan oleh pelakunya, maka hukumannya ditambah 2 tahun (pasal 12 ayat 3). Dan apabila yang dibobol adalah komputer yang dilindungi pihak yang berwenang, maka ancaman pidananya menjadi maksimum 12 tahun penjara (pasal 18)

Pemalsuan identitas diancam pidana 3 tahun penjara (pasal 13). Apabila informasi yang dipalsukan atau dicuri digunakan untuk transasksi alias pembobolan kartu kredit (carding) ancamannya menjadi 7 tahun penjara (pasal 13 ayat 2).

Tindakan mengubah atau menghilangkan data, diancam pidana maksimum 5 tahun penjara (pasal 14). Apabila hal itu mengakibatkan kerugian orang lain, ancamannya menjadi 7 tahun penjara (pasal 15).

Penyebaran pornografi melalui teknologi informasi diancam pidana maksimum 7 tahun penjara. Apabila yang disebarkan adalah pornografi anak, maka ancaannya menjadi 15 tahun (pasal 16)

Membantu tindak kejahatan melaui teknologi informasi, diancam pidana maksimum 5 tahun penjara (pasal 17).

Memanfaatkan TI untuk menebar teror, diancam pidana penjara maksimum 30 tahun penjara (pasal 20).

Penyadapan (intersepsi) secara illegal diancam dengan penjara maksimum 5 tahun (pasal 21). Ancaman yang sama berlaku untuk penyadapan komunikasi data (pasal 23).
Merusak situs internet (hacking) diancam pidana maksimum 5 tahun penjara (pasal 22 ayat 1). Namun, jika yang di-hack adalah situs yang dilindungi pihak yang berwenang, ancaman pidananya meningkat menjadi 7 tahun penjara (pasal 22 ayat 2). Sedangkat merusak database dan enskripsi diancam pidana maksimum 7 tahun penjara (pasal 25).

Pemalsuan nomor internet protocol (IP number) diancam pidana penjara maksimum 5 tahun (pasal 24). Sedangkan penggunaan nama domain secara tidak sah (misalnya dengan nama suatu perusahaan orang lain) diancam pidana penjara maksimum 5 tahun (pasal 26).

Penyalahgunaan email untuk menawarkan barang terlarang diancam pidana penjara 3 tahun (pasal 27 ayat 1). Memalsu email orang lain atau menggunakan email orang lain, diancam pidana maksimum 5 tahun penjara (pasal 27 ayat 2).

Sementara, pelanggaran hak cipta dengan TI diancam pidana penjara maksimum 10 tahun (pasal 28).

Pelanggaran privasi orang lain, antara lain menyebarkan data pribadi orang lain tanpa ijin yang bersangkutan juga diancam hukuman maksimum 7 tahun penjara (pasal 28).

Itulah jenis-jenis tindak pidana yang dirumuskan RUU TIPITI, yang sangat mengerikan. Ini baru dilihat dari beratnya ancaman hukuman. Jika dilihat dari hukum acaranya, banyak juga masalah-masalah yang bisa menimbulkan pelanggaran hak-hak terdakwa.

Di tengah-tengah upaya menunju masyarakat informasi (information society), kriminalisasi yang berlebihan terhadap penggunaan tehnologi informasi sungguh ironis. Sungguh mengerikan. (**)

Margiyono, koordinator Advokasi AJI Indonesia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com