Saatnya Indonesia Tampil Sebagai Kekuatan Baru dan Penyeimbang Kekuatan Dunia di Tengah Persaingan Global Dewasa Ini

Bagikan artikel ini

Fariz Rifqi Ihsan, Komite Politik Dan Keamanan Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia

Disampaikan dalam Seminar Terbatas para ahli dengan tema “MEMBANGUN STRATEGI PERIMBANGAN KEKUATAN DALAM RANGKA MENGAKTUALISASIKAN KEMBALI POLITIK LUAR NEGERI RI YANG BEBAS DAN AKTIF”, yang diselenggarakan oleh Global Future Institute (GFI) bekerjasama dengan para mahasiswa Fakultas Ilmu Hubungan Internasional Universitas Nasional yang tergabung dalam Vox Muda, Senin 5 Desember 2016, di Jakarta.

Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka pada 17 Agustus 1945, merupakan negara yang sangat rentan dari acaman luar maupun dalam negeri sendiri. Indonesia pun membutuhkan kedua pijakan untuk memperkuat legitimasi kedaulatannya sebagai negara baru. Sesuai dengan konferensi Montevideo 1933 yang dapat disimpulkan bahwa terdapat dua bentuk legitimasi kedaulatan negara, yaitu secara internal dan secara eksternal.

Secara Internal, Sukarno-Hatta tentunya memiliki dukungan penuh dari masyarakat Indonesia yang trauma akan kependudukan asing dan menginginkan kemandirian sebagai sebuah bangsa yang utuh disamping Sukarno tetap harus membina hubungan politik, ekonomi, sosial dan budaya dengan entitas-entitas yang membentuk Indonesia. Dengan demikian, yang menjadi persoalan utamanya terletak pada prinsip kedaulatan eksternal.
Untuk dapat dikatakan berdaulat secara utuh, Indonesia harus mendapat pengakuan dari komunitas internasional. Pengakuan tersebut merupakan bentuk penilaian dari komunitas internasional bahwa Indonesia dapat dikatakan sebagai entitas, subjek dan atau aktor yang mampu menjalin hubungan dengan entitas, subjek dan atau aktor lain terutama negara. persoalan hubungan antar negara ini menjadi semakin rumit dan menjadi tantangan bagi Indonesia yang baru lahir. Oleh karenanya Indonesia membutuhkan seperangkat landasan dan alat untuk memulainya yaitu dengan merumuskan Politik Luar Negeri.
Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan politik luar negeri Indonesia telah dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama, Indonesia percaya “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Indonesia juga percaya, pembentukan negara ini adalah untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dua prinsip tersebut ternyata kemudian menjadi semangat dan  penggerak politik luar negeri Indonesia.
Jika kita lihat kembali Pada awal Indonesia merdeka, terlihat adanya persaingan yang menimbulkan perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pada perang dingin tersebut Sering terjadi salah pendapat di antara kedua raksasa tersebut Pembagian dunia seolah-olah hanya terdiri dari 2 blok saja, menuntut seluruh Negara untuk memilih salah 1 dari blok diatas.
Perkembangan selanjutnya, Pemerintah RI mengalami berbagai kesulitan. Oposisi dari Fron Demokrasi Rakyat-PKI mengusulkan agar menyikapi pertentangan AS dengan Uni Soviet tersebut RI memihak kepada Uni Soviet. Untuk meyikapi usulan FDR-PKI maka Mohammad Hatta memberikan penjelasan di depan BP-KNIP tanggal 2 September 1948 mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan tentang “Politik Bebas Aktif”. Makna bebas aktif dapat disimak dari judul keterangannya “Mendayung diantara 2 karang yang artinya politik bebas aktif,
“Pemerintah berpendapat bahwa pendirian jang harus kita ambil ialah supaja kita djangan mendjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap mendjadi subjek jang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperdjoangkan tudjuan kita sendiri, jaitu Indonesia Merdeka seluruhnja.“ Hatta,1948
Jika saya lihat dari pandangan Hatta tentang bagaimana politik luar negri Indonesia tidak boleh bergantung kepada pertarungan politik antar negara super power. Dan selalu menentukan perjuangan politik luar negri Indonesia yang berdasarakan kepercayan terhadap diri sendiri dan perjuangan atas tenaga dan kemampuan jang ada pada Bangsa Indonesia.
Kepercayaan tersebut tentunya berdasarkan tujuan dan cita-citanya sesuai dengan UUD 1945 dan pancasila Oleh karena itu perjuangan politik Indonesia harus berdasarkan kepentingan nasionalnya  dan tujuan nasional bangsa Indonesia.
Pada pasca perang dingin Amerika hadir sebagai negara satu-satunya atau negara dengan dominasi unipolar. Seiring dengan perkembangannya kehadiran Amerika sebagai negara yang mendominasi unipolar (Pengkutuban Tunggal) sering sekali dijadikan rujukan kerja sama luar negeri Indonesia. Hal tersebut terlihat dari kebijakan politik luar negri Indonesia pada era Suharto yang berkiblat pada Amerika sebagai mitra dalam mendukung pembangunan dan modernisme Indonesia.
Hari ini, terjadi sebuah pegeseran geopolitik dunia yang menjadikan kawasan Asia Pasifik sebagai jantung peradaban  dunia. Perkataan bung karno di tahun 1930an yang mengatakan bahwa Asia Pasifik akan tumbuh bak gadis molek yang menghantui setiap pikiran lelaki telah terbukti bahwa wilayah tersebut menjadi rebutan di tengan kemunculan Cina sebagai poros baru dunia dan Amerika sebagai poros lama dunia. Kawasan Asia Pasifik sebagi pusat pergeseran kekuatan dunia disebabkan memiliki posisi strategis sebagai jalur pelayaran dunia, melimpahnya sumberdaya alam, dan banyaknya penduduk yang dapat menunjang kepentingan dunia.
Dahulu masih  posisi  teater dunia  dengan kepentingan dunia mungkin berada nun jauh disana, akan tetapi posisi teater kini makin dekat di tengah persaingan Cina dan Amerika yang berada di depan mata Indonesia. Oleh karena itu melalui tulisan ini saya mencoba  untuk mereaktualisasikan peran dan makna politik bebas aktif di tengah pergeseran kekuatan dunia dalam membangun peran Indonesia pada pergeseran kekuatan global dewasa ini.
Melihat kembali makna dan peran Politik Bebas Aktif  Indonesia
Politik bebas aktif yang dicetuskan Bung Hatta pada tahun 1948 memberikan makna pada  terminologi bebas dan aktif. Bebas yang berarti tak terikat oleh kedua blok dalam Perang Dingin,  Sedangkan “aktif “ artinya turut serta dalam perdamaian dunia. Jadi dalam aktifitas politik luar negri Indonesia tidak bergantung pada kekuatan superpower dunia dan berhak untuk turut serta dalam mewujudkan perdamaian dunia. Tentunya hal tersebut sesuai dengan amanah pembukaan UUD 45.
Pada pidato Di Konfrensi Non Blok Bung Karno juga memaparkan tentang politik bebas aktif Indonesia yang mengatakan bahwa konsepsi politik luar negri Indonesia bukan berarti bersifat netral. Beliau juga menyatakan bahwa politik bebas aktif tidak memiliki sikap yang munafik dan netral jika terjadi perperangan. Politik bebas aktif memiliki sebuah ciri khas dan bukan menjadi penyangga antara dua blok raksasa tersebut.
Beliau menyatakan bahwa politik bebas aktif berarti pendirian yang aktif terhadap tujuan yang luhur yaitu, Kemerdekaan, Perdamaian abadi, dan Keadilan social yang tentunya berasal dari hati nurani sosial manusia. Dia memaparkan tentang tujuan politik bebas aktif adalah untuk mengahiri segala masalah dan keruwetan hubungan internasional dunia.
Menurut Bung Karno dalam pidatonya dalam di Konferensi Non blok pertama  pada tahun 1961 di Beograd, mengatakan tentang tujuan bangsa dalam hubungan luar negri telah tertuang pada pembukaan UUD 1945. Soekarno berpendapat tentang kemerdekaan yang berarti bahwa kemerdekaan untuk mengahiri penghisapan atas bangsa terhadap bangsa, penghisapan yang bersifat langsung maupun tak langsung. Kemerdekaan untuk merdeka juga berarti bahwa kemerdekaan negara untuk menentukan konsep-konep nasional sendiri, tidak dihalangi dan dirintangi oleh  tekanan-tekanan dan campur tangan Negara lain. Kemerdekaan Konsep-konsep nasional  ialah kemerdekaan dalam urusan-urusan politik, ekonomi dan social yang sesuai dengan konsepsi bangsa itu sendiri. Termasuk kemerdekaan untuk menjalin kerjasama dengan semua bangsa dari pelbagai belahan dunia.
Dalam konsepsi perdamaian abadi bukan berarti hanya ketidakadaan perang saja, melainkan secara aktif ikutserta melenyapkan sumber-sumber sengketa dan mencari solusi pemecahan konflik antar negara adikuasa yang berbeda blok. Selanjunya Bung Karno juga berkata bahwa keadilan sosial merupakan keadilan bagi semua bangsa, bukan hanya untuk satu bangsa saja, dan bukan hanya untuk satu kelompok bangsa atau satu blok kekuasaan.
Jika saya melihat politik bebas aktif di dalam sebuah kondisi dunia yang terjangkiti oleh globaliasasi dan perubahan kondisi kekuatan global dewasas ini, maka hal tersebut masih sangat relevan bagi Bangsa-bangsa di dunia untuk menerapkannya. Maka peran bebas dalam kondisi dunia hari ini adalah bahwa politik luar negeri tidak boleh hanya bergantng dan menjadi salah satu satelit dari poros kekuatan dunia dan tidak boleh terjebak pada skema apriori dalam mengambil kebijakan luar negeri.
Adapun peran altif sudah sepantasnya bangsa Indonesia seharusnya tidak boleh acuh tak acuh terhadap permasalahan lingkungan strategis dunia dan harus memberikan sumbangan atau kontribusi dalam memecahkan permasalahan dunia.
Selanjutnya, menurut saya pembukaan UUD 45 juga menjadi halauan dalam mengambil sikap pada politik internasional dalam konteks sekarang di tengah-tengah semakin menajamnya persaingan global antar negara adikuasa. Bahwa kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial merupakan hal yang harus dipegang teguh pada politik internasional tiap bangsa.
Dengan kemerdekaan hari ini merupakan prasyarat penting untuk melakukan sebuah kerjasama internasional dalam memenuhi kebutuhan nasional bagi tiap-tiap bangsa. Selanjutnya, Perdamaian abadi sebagai modal utama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dalam setiap tindakan internasional sehingga setiap bangsa dapat menjalin persahabatan tanpa intervensi dari bangsa manapun.
Dan terakhir, bahwa keadilan sosial merupakan prinsip penting dalam melakukan kerjasama politik luar negeri karena dengan menjunjung tinggi keadilan sosial berarti dapat mewujudkan kesejahteraan secara menyeluruh sehinggga ketimpangan-ketimpangan sosial yang ada dapat dihapuskan.
Dalam perilaku internasional, menurut saya dapat dilihat keinginan Presiden Sukarno dalam tiap kunjungannya yang selalu ingin menawarkan konsepsi tentang Pancasila ke seluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan kritik dan saran terhadap dua ideologi besar dunia yaitu, Sosialisme dan Kapitalisme.
Dalam hal sama saya juga melihat bahwa dari kedua ideologi besar tersebut sama-sama memiliki kontradiksi dalam pertentangan internalnya. Kapitalisme menginginkan kompetisi dan persaingan dalam mewujudkan kesejahteraan, sedangkan pada sosialisme menggunakan kesadaran kelas dan perjuangan kelas untuk mewujudkan keadilan. Hal tersebut menurut Sukarno justru menimbulkan persaingan yang abadi. Oleh karena itu dengan hadirnya politik bebas aktif yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 Sukarno berkeinginan untuk membangun dunia baru sesuai dengan pidato Di PBB  untuk membangun persahabatan dan persaingan yang berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan.
Akan tetapi politik luar negri bebas aktif Indonesia akan  mengalami kerumitan dalam membuat kebijakan luar negri di tengah era Asia Pasifik . Hal tersebut terjadi di tengah pendulum kekuatan politik dan ekonomi dunia memang sedang bergerak ke arah Timur. Hal tersebut juga diakui oleh pihak super power dunia yaitu Amerika yang Pada tahun 2011-2012, Amerika Serikat tampaknya telah resmi mengakui pergeseran kekuatan global ke Asia-Pasifik. Hal tersebut telah juga ditegaskan oleh Hillary Clinton yang mengatakan “Hal ini menjadi semakin jelas bahwa pusat strategis dan pusat gravitasi ekonomi dunia akan bergeser ke Asia Pasifik, dari anak benua India ke pantai barat Amerika.”
Lokasi Asia Pasifik merupakan lokasi geostrategis dan daerah kaya energi serta ekonomi yang hidup dan dinamis. Hal itu merupakan geostrategis yang tak tertandingi dan geopolitik yang amat strategis di dalam permainan kekuasaan global. Jadi, ketika pusat-pusat ekonomi dan politik global mengalami pergeseran pusat gravitasi, maka permainan kekuasan dunia mempunyai pengaruh secara signifikan.
Pergeseran Global dan Posisi Indonesia
Pergeseran global tak lepas dari meningkatnya peranan geostrategis Cina, Rusia dan India dalam konstalasi kekuatan global. Pergeseran global tersebut ditandai oleh peran Cina dalam posisi geo-ekonomi yang mana Cina telah menjelma sebagai pusat kekuatan baru dalam ekonomi global dengan kebijakan One Belt untuk Asia Tengah dan One Road untuk Asia Tenggara.
Adapun India, yang merupakan kekuatan besar di kawasan Asia Selatan dapat terlihat jelas dari sisi perekonomian India yang dinilai berada pada level yang sangat tinggi di era globalisasi dewasa ini. Sedangkan Rusia telah menjelma menjadi sebuah wilayah yang sangat berpengaruh dalam menentukan perekonomian Eropa. Dari ketiga negara tersebut tidak lepas dari meningkatnya kemampuan pertahanan militer dalam melindungi keamanan nasionalnya.
Pergeseran kekuatan global tersebut paling tidak telah mengurangi dominasi unipolar/pengkutuban tunggal Amerika Serikat ‘dari urusan global secara komprehensif. Kondisi global yang semakin multi-polar terjadi ditandai dengan munculnya kekuatan Asia sebagai poros baru yang kelak akan menggantikan struktur unipolar strategis global yang ada.  Sehingga kekuatan dunia dewasa ini tidak lagi berada pada kekuatan satu poros saja. Munculnya kekuatan-kekuatan alternatif layak untuk dilihat sebagai sebuah kekuatan baru dalam kaitannya tentang politik luar negri Indonesia.
Lalu bagaimana Tentang posisi Indonesia? Hal yang menarik ketika saya membahas hal tersebut di tengah-tengah pergeseran kekuatan dunia. Indonesia secara geopolitik memiliki beberapa keunggulans strategis. Pertama, Indonesia merupakan negara terbesar di ASEAN dan Asia Tenggara pada umumnya. Keberadaan Indonesia memiliki peranan  strategis dalam bidang ekonomi,politik maupun sosial-Budaya. Sehingga peranan Indonesia di kawasan Asia Tenggara dan ASEAN pada khususnya, menjadi sebuah kekuatan utama. Kedua, Indonesia memiliki jalur pelayaran sebagai penghubung tersibuk kedua di dunia. Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Lemhanas pada seminar GMNI yang berjudul “Menyongsong Abad Asia Pasifik ke II” yang menyatakan bahwa 50 persen pelayaran global melewati jalur laut Indonesia.
Ketiga, Secara Ekonomi merupakan “lahan basah” dalam hal destinasi atau tujuan investasi bagi negara-negara asing. Hal tersebut dilihat dari  banyaknya penduduk Indonesia yang dapat didayagunakan sebagai pusat lapangan kerja baru, terlebih penduduk Indonesia dijadikan sasaran sebagai masyarakat konsumen sehingga menjadikan Indonesia sebagai consumer good. Apalagi dengan melimpahnya sumberdaya alam merupakan sesuatu yang sangat penting di tengah persaingan kepentingan global antar negara-negara maju.
Dari Hal tersebut, sudah sepantasnya Indonesia tampil sebagai kekuatan baru dan penyeimbang kekuatan dunia di tengah-tengah persaingan antar kekuatan-kekuatan global dewasa ini. Indonesia  harus muncul sebagai kekuatan baru dengan dilandasi politik luar negeri bebas dan aktif, sehingga keberadaan Indonesia sebagai penyeimbang kekuatan di Asia khususnya di Asia Tenggara akan semakin diperhitungkan kini dan kelak.
Aktualisasi Politik bebas aktif ditengah pergeseran kekuatan global
Kebangkitan ekonomi dan finansial di Asia Pasifik sebagai pendorong utama kebangkitan kekuatan dunia.  Hal tersebut menjadikan Asia Pasifik sebagai kekuatan baru dalam konstalasi dunia. Ditengah pertarungan kekuatan hari ini mucul dua poros kekuatan yaitu Amerika dan Cina.
Ciina telah mereformasi ekonomi makronya di era Deng Xio Ping dengan one country two system menjadi kapitalisme dalam perekonomian luar negrinya. Tentunya kekuatan baru ini muncul menyusul maraknya globalisasi yang berakibat terjadinya pergeseran dan perubahaan dasar ideologi dunia yang menjadi dasar terciptanya pertarungan atas kapitalisme, kolonialisme, serta Imperialisme.
Lebih lanjut Menurut Alex Callinicos (2007: 62) dalam artikelnya yang berjudul Globalization, Imperialism and the Capitalist World System mengatakan bahwa ada beberapa anggapan yang menyatakan jika globalisasi merupakan spesifikasi politik dan ekonomi projectory ­yang representatif yang dihasilkan oleh kebijakan neoliberalisme dalam konsesus Washington. Kebijakan ini termasuk pada deregulasi, privatisasi, monetary, dan juga termasuk pada kebijakan fiskal.
Selain itu James Petras dan Henry Vletmeyer (2001)  juga menyatakan, imperialisme kontras dengan dominasi dan eksploitasi dari negara imperialis terhadap perusahaan multinasional, beberapa bank dalam negara yang tidak cukup berkembang, dan kelas para pekerja. Jika kita lihat pola-pola kekuatan dunia hari ini telah memiliki arah kepentingan kepada kapitalisme liberalism Amerika versus kapitalisme Negara yang dmainkan oleh Cina. Sebuah permasahan yang cukup kompleks jika kita melihat perkembangan global yang memang mengarah pada pembentukan-pembentukan imperialism dan kolonialisme bagi bangsa Indonesia. Indonesia sudah seharusnya memainkan peran dalam era kapitalisme global dengan politik bebas aktifnya untuk membangun perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan memiliki politik bebas aktif untuk menuju kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, Indonesia sudah sepatutnya memiliki peran dalam kekuatan dunia. Perbuatan atas politik luar negri Bebas Aktif Indonesia sebenarnya sudah tertuang pada Konfrensi Asia Afrika yang berhasil memerdekakan bangsa-bangsa Asia Afrika dari “jalur hidup imperialisme”. Jelaslah satu tujuan Politik bebas aktif Indonesia sudah terwujud yaitu dengan konsepsi kemerdekaan pada UUD 45. Akan tetapi bagaimana tentang perdamaian abadi dan keadilan sosial? Lebih lanjut Negara-negara Asia afrika sudah jauh melampaui kemampuan politik luar negri Indonesia seperti tiongkok dan India yang sudah muncul sebagai penyeimbang kekuatan dunia hari ini.
Seperti apa yang dikatakan oleh Sukarno dalam pidato KTT non blok yang mendambakan terciptanya kesetaraan dengan berbagai kekuatan dunia. Indonesia tidak boleh terjebak pada kekuatan dunia dengan skema apriori yang bermaksud agar cita-cita pembukaan Indonesia terwujud. Lalu bagaimana kondisi tersebut dapat muncul dan tumbuh ditengah pergeseran global hari ini?
“Pembinaan keseimbangan baru yang mantab ini hanya dapat terjadi dengan keinginan aktif dan sadar dari seluruh umat manusia. Tapi dapatkah kita bertopang dagu menunggu sampai keinginan yang ini sadar untuk tumbuh dengan sendirinya, untuk muncul dihadapan kita merupakan mukjizat yang ajaib,bagaikan makanan dari surga?. Adalah kewajiban Negara-negara berpolitik bebas yang merupakan suatu kekuatan moral yang dapat mengambil pimpinan… tujuan yang kini harus menjadi tempat pencurahan tenaga dari kekuatan kita yang terhimpun.” Soekarno,1961
Pernyataan Sukarno tentang pembinaan keseimbangan baru tersebut muncul dikarenakan adanya keinginan dan kesadaran dari setiap bangsa untuk melawan yang namannya imperialism dan kolonialisme. Hal tersebut diwujudkan atas tindakan-tindakan yang mengutamakan atas perkataan dalam ide yang telah disepakati bersama. Jika kita lihat pernyataan Sukarno pada pidato non blok menyatakan bahwa perlunya kembali Indonesia memiliki dan memaksimalkan kelompok yang sudah ada.
Kita ketahui bersama bahwa bahwa Indonesia memiliki dua himpunan kekuatan besar yang diakui dunia yaitu Forum KTT Non Blok dan KTT Asia Afrika, Sehingga keduanya  harus menjadi kekuatan dominan dalam melandasi pelaksanaan politik luar negri Indonesia yang bebas dan aktif.
Tentunya pernyataan Sukarno ini jika kita pandang dari perspektif hubungan internasional pernyataan Bung Karno tersebut sesuai dengan aliran konstruktivisme. Konstruktivisme sering digambarkan sebagai jalan ketiga, middle ground. atau juga bridging antara positivism dan radikalisme epistimologi postmodernisme (Adler 1997:321-3 ; Checkel 1998:327).
Menurut Ted Hopf , konstruktivisme menawarkan alternative pemahaman sejumlah tema-tema sentral di dalam teori hubungan internasional, termasuk : makna dari anarkhi dan keseimbangan kekuatan (balance of power), hubungan antara identitas negara dan kepentingan, suatu elaborasi tentang power, dan prospek bagi perubahan di dalam politik-politik dunia. Ini dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk perlawanan terhadap paradigma realism/neorealisme dan liberal institusionalisme. Sudah saatnya Negara Indonesia menarasikan kembali tentang kejahatan-kehajatan globalisasi dalam membentuk peran dalam penyadaran bersama dalam membentuk kekuatan barunya di tengah perkgeseran kekuatan dunia. Lalu yang menjadi menarik bagaimana melunasi hutang cita-cita politik bebas aktif Indonesia ditengah-tengah pergulatan kekuatan dunia yang telah bergeser hari ini?
“Bagaimana caranya menyelesaikan perkara-perkara yang sedang bergolak dewasa ini? Dimana atas kepentingan yang lama dan baru akan timbul telah menjadi mendesak dan amat eksplosif, sebagai langkah pertama kita harus menerima status quo. Sebagai langkah kedua, kita harus menerima asas hidup berdampingan secara damai,bukan hanya perbuatan melainkan juga perkataan” Soekarno,1961
Sebuah kutipan yang memiliki banyak makna dan satu tujuan cita-cita pembukaan UUD 45.  Politik Indonesia juga harus bersandarkan pada realisme politik luar negri dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang sedang bermain pada hari ini. Meningkatkan kerjasama guna membentuk identitas nasional, perdamaian abadi dan keadilan sosial merupakan sebuah kewajiban mutlak bangsa Indonesia dalam politik luar negrinya.
Kembali pada pergeseran kekuatan global hari ini dengan Amerika dapat dimanfaatkan dalam hal keamanan dan finasial bagi bangsa dan Negara Indonesia. Memanfaaatkan Cina, Rusia dan India yang merupakan salah satu dari anggota KAA tersebut dengan peningkatan ekonomi global pada tingkatan regional BRICS maupun SCO kiranya tetap harus dibina dan dikembangkan sebagai basis kekuatan New Emergencing Forces, Mengingat Cina dan Rusia saat ini  mempunyai tingkat pengetahuan dan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan nasional Indonesia.
Pengamanan Lingkaran Konsentris ASEAN merupakan sebuah kebutuhan regional dalam menjamin keberadaan Indonesia. Sehingga titik kekuatan dunia diharapkan dapat kembali pada Indonesia dengan menarasikan alternatif dan intersubjektifitas antar bangsa dalam memerangi narasi dominan global yang bermuara pada kejahatan-kejahatan dunia atas Globalisasi.
Tentunya hal tersebut tidak lepas dari apa yang saat ini merupakan kebutuhan nasional dan identitas nasional bangsa Indonesia untuk membangun kekuatan Dunia. Yang terjadi selama ini, kepentingan nasional dan Identitas nasional ini sering sekali tidak selaras dengan politik luar negeri Indonesia. Maka pembangunan kembali identitas nasional dan kepentingan nasional ini perlu dilakuan agar sesuai dengan jatidiri Negara Indonesia. Sehingga kembali pada cita-cita bangsa kita untuk menjadikan Indonesia berdaulat, adil dan makmur.
 Sekali lagi menurut Sukarno hal yang terpenting adalah “JAS MERAH” jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Karena sejarah merupakan memori kolektif bangsa ini yang terus diperjuangkan hingga akhir hayat kita. Tentunya Teater pergolakan kekuatan dunia sudah di depan mata perlu penyusunan strategi dan taktik yang mantab dalam mengelola politik luar negri Indonesia.
Samen bundeling van alle krachten van de natie
Jakarta, 4 Desember 2016
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com