Ghuzilla Humied, Networking Associate GFI
Bab Nyi Roro Kidul
Ratu Kidul itu sebutan untuk penguasa pantai selatan yang wilayah operasinya meliputi Australia, Christmas sampai Madagaskar di Afrika. Itu menjelaskan bahwasanya sejak zaman dahulu kala negara kita merupakan “Negara Bahari”. Kenyataan ini dapat kita lihat dalam peradaban ditiap suku-suku yang menempati wilayah tersebut, misalnya di Australia ada suku Aborigin dengan segala local wisdom-nya, tingkah lakunya mirip orang-orang jawa, begitu juga di pulau Christmas maupun di Madagaskar – Afrika. Nama-nama orang juga masih banyak mengikuti nama-nama jawa (Indonesia).
Awal muasal cerita Nyi Roro Kidul ini masuk dieranya kejayaan Wangsa Keling, dimana tamu-tamu asing semuanya diarahkan ke pantai selatan, kalau sekarang Samudra Hindia. Kalau sesudahnya yaitu setelah melewati beberapa generasi dan masa kejayaan terutama zamannya raja Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada itu maka sebutan Nyi Roro Kidul atau Ratu Kidul itu identik dengan Pasukan Armatim-nya (Armada Timur) sampai ke kepulauan ARU di Irian hingga ke kepulauan Polinesia.
Sebutan Ratu Kidul itu sebenarnya mengacu kepada Penguasa (Dah Hyang) Pantai Selatan yang kalau sekarang itu namanya Angkatan Laut, semodel Armabar atau Armatim yang kebetulan saat itu diketuai oleh seorang NYAI yaitu sebutan komandan perempuan yang ahli dalam segala pertempuran, kalau sekarang semacam KOPASKHA atau KOPASSUS. Jadi Nyai atau NYI itu merupakan istilah “Tenaga Ahli”, kalau laki-lakinya namanya RAKYAN. Misal Rakyan Panangkaran itu artinya ya sebuah tempat latihan tentang kemiliteran yang lokasinya berada di JOGYA.
Istilah “mistik” sebenarnya mengacu kepada keahlian beliu yang sanggup mengecoh lawan, kalau sekarang istilahnya masuk dalam dunia intelijen. Dan dalam Bahari / intelijen ada sebutan “Datang tiba-tiba dan Menghilang tiba-tiba. Datangnya ya bisa jadi membawa perniagaan, kebudayaan dan seterusnya, tapi tak menutup kemungkinan mengocak urusan rahasia Negara lawan. Adalah sebuah “Pembodohan PERADABAN” yang tersistematis yaitu semua itu dilarikan kebentuk khayalan / mistik ataupun klenik (bahasa Belanda), sesuatu yang tak mungkin, Cap atau stempel-nya adalah kita dianggap sebagai bangsa yang “PRIMITIF”. Itulah yang terjadi, padahal sesungguhnya sejak zaman dahulu kala kita adalah bangsa yang kuat, bangsa penguasa lautan atau samudra (bahari). Didarat kita jaya , dilaut kita jaya (JALESVEVA JAYA MAHE).
Bab Maulana
Tahukan anda sebutan Maula atau Maulana sering terdengar kian kemari ditatanan masyarakat kita. Ketahuilah kata-kata tersebut sebenarnya berasal dari seputaran PERSIA (Maula) dan yang satunya lagi dari Afghanistan (Maulana), yang artinya adalah “IMAM” atau panutan dan tidak ada hubungannya dengan bangsa arab.
Nama-nama yang muncul di Indonesia tersebut sesungguhnya siapakah dia? Adakah orang-orang kita ini yang berfikir? Jawabannya adalah orang-orang asing semua. Sampai disini terus menjadi jadi penguasa lokal. Kalau kita cermat dan teliti sebenarnya apa mereka itu alat-alat orang Belanda, pembodohan ataukah penggembosan peradaban Nusantara? Silahkan anda-anda yang menjawabnya….. Zaman dulu yang perang itu Belanda, yang namanya Maulana tidak ada perang, dan orang-orang tersebut semua itu diatur atau dalam kendalinya pihak Belanda.
Bab Jumadil Kubro
Tahukah kamu? Bahwasanya arti dari Jumadil itu adalah dari bahasa arab, diambil dari kata-kata Jama’ah atau jum’ah (jum’at) yang artinya kumpul atau menyatukan dan Kubro atau kabir yang artinya besar. Atau dalam bahasa resmi dinamakan PENYATUAN Kembali Nusantara setelah tercerai berai sejak runtuhnya era Medang Kamulyan bebrapa abad lamanya. Dalam bahasa Sansekerta penyatuan kembali itu disebut PALAPA atau lebih dikenal dengan sebutan SUMPAH PALAPA yang dikomandani oleh Patih Gajah Mada dengan rajanya yang terkenal bernama HAYAM WURUK yang saat itu menduduki jabatan sebagai presiden ke III atau istilahnya Brawijaya III. Inilah bunyi Sumpah Palapa : Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya,
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.
Pertanyaannya adalah: Adakah bangsa ini yang mempunyai jiwa seperti para pendahulu kita? Jawabannya adalah SEMOGA……