Sebuah Tatanan Demokrasi

Bagikan artikel ini

Bondan Arion Prakoso,Pemerhati Masalah Bangsa

Bagaimana memulai praktek politik demokrasi ke Indonesiaan yang modern dapat diwujudkan, adalah memulai membangun tatanan sistem kerakyatan dalam struktur sistem demokrasi sosial yang terkecil, yaitu tingkat RT-RW untuk tersinergi dalam kesatuan sel-sel RT RW ini menjadi basis politik rakyat mencapai tahapan-tahapan pembangunan politik negara. Kenapa kita berpegang pada ruang demokrasi terkecil, karena dari ruang struktur demokrasi terkecil inilah, politik demokrasi Indonesia membentuk sebuah negara. Oleh karena itu, partai-partai politik harus sadar, bahwa ketika partai politik nasional berhasil membangun keseluruhan ruang struktrur terkecil ini dalam satu konsolidasi yang solid, maka secara kolektif negara dapat terbentuk melalui sistem demokrasi pemilihan dengan kepemilikan negara yang dimiliki oleh rakyat.

Selain itu komunikasi antara rakyat dan pekerja negara yang dipilih dan dibentuk rakyat akan lebih mudah dengan tidak adanya jarak antara rakyat dan negara dalam sebuah sistem politik demokrasinya. Kemudian substansi dari memulai tahapan dengan menyusun politik demokrasi dari sistem terkecil, ketika konsolidasi ini terwujud secara solid dalam ruang nasional, maka gerakan politik rakyat telah mulai terlibat dalam penguasaan dan kepemilikan negara oleh rakyat.

Sementara itu, pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014, meninggalkan banyak persoalan bagi kebelangsungan demokrasi di Indonesia, dimana harapan rakyat akan perbaikan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara telah dirusak oleh mereka yang tidak bertanggung jawab dan hanya mementingkan dirinya saja. Pesta demokrasi yang diharapkan berjalan dengan jujur dan adil justru dirusak oleh sistem yang diciptakan untuk merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun. Ironisnya kerusakan sistem penyelenggara Pemilu di semua tingkatan secara terstruktur, sistematis dan masif menjadi akar persoalannya.

Ada beberapa kecurangan yang ditemui seperti ditemukan keberpihakan penyelenggara Pemilu terhadap caleg. Hal ini ditandai dengan adanya pertemua antara KPU dengan caleg bahkan ada indikasi pengaturan pemilihan komisioner KPU melalui politik uang. “Honesty is the currency of wherever you are” (Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimanapun anda berada). Selain itu, ditemukan juga praktek politik uang dalam jumlah besar antara caleg dan pemilih (semoga saja tidak terjadi pada masa Pilpres yaa).

Pemilu tahun 2014 belajar dari Pileg karena banyaknya kecurangan-kecurangan yang terjadi, seperti orang yang sudah mati pada pileg yang lalu masih banyak terdaftar sebagai pemilih dan adanya pembiaraan money politik yang mengakibatkan persoalan-persoalan capres dan cawapres terutama tim suksesnya tidak siap untuk kalah. Untuk itu, hukum harus tegas sehingga pada saat Pilpres 9 Juli 2014, ada pembenahan betul-betul kalau ada pelanggaran pemilu baik itu yang berbentuk politik uang yang haram. Menghadapi Pilpres maka yang akan bisa meraih kemenangan sesungguhnya ada dua paktor yaitu kekuatan uang, diluar kekuatan uang yaitu juga dukungan media massa yang punya andil yang sangat besar pengaruhnya untuk mendukung siapa capres yang meraih kemenangan.

Saat ini semua Parpol sedang mencari kawan (koalisi dalam politik) menjelang Pilpres 2014, karena partai peserta pemilu legislatif 2014 semuanya tidak ada yang mencapai target minimal untuk maju secara mandiri pada Pilpres 2014. Setuju, apabila koalisi partai untuk menentukan capres dan cawapres yang mau berjuang untuk mensejahterakan rakyat dan jangan mau menjadi perantara kepentingan asing. Untuk itu, masyarakat harus mengawal proses koalisi antar parpol untuk Pilpres 2014. Meskipun ada koalisi partai dalam pilpres nanti, masyarakat dan pergerakan mahasiswa tetap akan menjadi oposisi permanen dan idealisme jangan sampai terpengaruhi oleh atmosfir politik pada Pilpres 2014 dan jangan mau menjadi perantara untuk kepentingan para capres dan cawapres.

Namun demikian, agar koalisi parpol ini solid, harus disamakan terlebih dahulu visi dan misinya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, untuk menuju ke arah Indonesia lebih baik dan koalisi jangan hanya mengurusi kepentingan elit politik tetapi untuk kepentingan rakyat. Mudah-mudahan pada bulan Juli 2014 nanti akan menghasilkan pemimpin baru yang dapat membangun sesuatu yang baru untuk Indonesia ke depan, berlandaskan kepentingan rakyat dan memunculkan pemimpin yang didukung oleh rakyat Indonesia. Jangan sampai partai-partai peserta Pemilu 2014 tidak memiliki program politik alternatif yang pro rakyat serta jangan sampai program tersebut tidak lebih dari sekedar jualan politik karena tidak benar-benar mampu dijelaskan cara mencapainya. Mudah-mudahan saja ada satu metode politik alternatif kerakyatan yang dijalankan oleh para peserta Pemilu 2014 yang akan menempatkan rakyat sebagai penguasa dari calon-calon wakil dan pemimpinnya ke depan.

Sementara itu, perkembangan bangsa saat ini sudah memprihatinkan, masyarakat mudah marah dan beringas dengan menyelesaikan masalahnya melalui tindakan anarkhis dan premanisme, sehingga kompotensi pemilu itu dapat meningkatkan resiko terjadinya kekerasan politik, baik sebagai pemerintah maupun sebagai oposisi mencoba untuk mengintimidasi dan menghasut pemilih menggunakan kekerasan, berpotensi menimbulkan rangkaian kekerasaan dan pembalasan kekerasan. Ketidakpuasan kelompok oposisi terhadap hasil pemilu, kekerasan yang di gunakan sebagai strategi pemenangan pemilu. Hal ini dapat menggangu stabilitas nasional, untuk itu diharapkan media dapat membantu menumbuhkan rasa nasionalisme dengan liputan yang membangun kebersamaan, rasa saling menyayangi dan saling menghargai sesama.

Sedangkan, konsekuensi logis diterimanya demokrasi sebagai pilihan dalam mengatur kekuasaan (Politik) maka penegakan hukum HAM menjadi bagian terpenting sebagai pilar penyangga demokrasi dan pemerintahan. “Hak Asasi Manusia dan demokrasi adalah kosong tanpa warga yang terus-menerus menghidupinya”. Nilai HAM sifatnya Universal melekat pada diri manusia, yang secara praktis harus dijamin oleh negara. “Norma tertinggi demokrasi bukan “jangkauan kebebasan” atau “jangkauan kesamaan”, tetapi ukuran tertinggi partisipasi. (A. d. Benoist). Oleh karena itulah penegakan HAM menjadi mandat yang harus dijalankan oleh khususnya sejak reformasi Indonesia yang mengarah pada demokratisasi. Arahannya adalah memastikan agar hubungan negara dan masyarakat sipil seimbang, sesuai konstitusi UUD 1945 yang didalam Implisit menyebutkan prinsip pokok yang harus dipenuhi suatu bangsa. “Kita tidak dapat mengubah arah angin tetapi kita dapat mengatur layar perahu, Jangan pernah berputus asa akan takdir, Percaya pada diri anda, hargai diri anda bukan dengan keangkuhan melainkan dengan kerendahan hati, dan rasa percaya diri yang realistik”

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com