Semakin Menajamnya Persaingan Global AS-Cina, Kemitraan Strategis ASEAN-Rusia-Global South Harus Makin Solid

Bagikan artikel ini

(Mengulas Hasil Survei Indikator, 2-7 Desember 2024. Dan 17- 12 Juni 2024).

Baca: Survei-Publik-dan-Elit_Pengaruh-Kekuatan-Besar-Dunia-di-Indonesia

Konstelasi global saat ini yang ditandai oleh persaingan yang semakin menajam antara Amerika Serikat dan Cina, mendorong pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan (stake holders) kebijakan luar negeri, untuk merespons tantangan global tersebut secara tepat dan efektif. Dalam perspektif kepentingan nasional Indonesia, strategi diplomasi Indonesia bukan hanya melayani apa yang menjadi prioritas nasional Indonesia. Melainkan juga, harus memainkan peran strategis dan pro aktif untuk memprakarsai perdamaian dunia. Sesuai mandate konstitusi yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk itu, Indonesia harus secara esensial menggali dan mengeksplorasi bagaiamana kementerian luar negeri maupun berbagai komponen bangsa, untuk menelaah kekuatan-kekuatan global dan regional yang bermain di kancah dunia internasional. Seraya pada saat yang sama menggali dan mengeksplorasi berbagai isu-isu penting dimana Indonesia sebagai negara terkuat di kawasan Asia Tenggara, diharapkan bisa memainkan peran yang lebih strategis dan pro aktif untuk bersama-sama negara-negara berkembang (Global South) memprakarsai perdamaian dunia.

Agar Indonesia bisa memainkan perang strategis dan pro aktif di kancah dunia internasional sesuai dengan kerangka kebijakan luar negeri Indonesia yang Bebas dan Aktif, maka para pemangku kepentingan kebijakan luar negeri Indonesia baik di jajaran pemerintahan maupun berbagai komponen masyarakat di luar pemerintahan seperti perguruan tinggi, lembaga-lembaga pengkajian strategis, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, dan media massa, sangatlah perlu mengenali dan mencermati dinamika global yang melibatkan aktor-aktor global lainnya di luar lingkup persaingan global antara AS dan Cina. Yaitu Rusia, ASEAN, konflik antara Palestina dan Israel di Gaza yang semakin genting dan memanas,

 

Fakta dan Data Menarik Kawasan ASEAN

 

Maka itu menarik menelaah kekuatan-kekuatan global seperti setidaknya pada empat aktor besar: Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan Uni Eropa. Menurut kesimpulan dari hasil survey Lembaga Survey Indikator, dalam persepsi Indonesia Cina dipandang sebagai ancaman besar dengan prosentase sebesar 30,2 persen, adapun Amerika Serikat 29 persen.

Terlepas dari prosentasenya, namun secara esensial kedua negara adikuasa tersebut dipandang akan membahayakan Indonesia baik dari segi ekonomi maupun pertahanan-keamanan. Dengan demikian AS maupun Cina dipandang sebagai negara yang potensial sebagai ancaman nasional Indonesia dibandingkan Jepang, Australia dan Korea Selatan. Namun menariknya, meski kedua negara adikuasa tersebut sama-sama dipandang sebagai potensi ancaman nasional, namun Cina saat ini dipilih sebagai kawan oleh pemerintah Indonesia.

Dengan demikian, senada dengan hasil survey Indikator, Cina dipandang punya pengaruh yang lebih besar terhadap Indonesia dibandingkan Amerika Serikat. Adapun AS dan Jepang secara prosentase berada di peringkat ketiga dan keempat.

Namun menariknya, AS punya pengaruh lebih besar terhadap Indonesia dalam bidang politik, kebudayaan, militer, dan demokrasi. Adapun Cina yang pengaruhnya lebih kuat daripada Indoensia dibandingkan AS, punya pengaruh kuat terhadap Indonesia di bidang ekonomi.

Namun ada satu lagi aspek penting dari hasi survey Indikator terkait ASEAN. Pertama, sekitar 61,9 persen warga Indonesia tahu dan mengenal betul yang namanya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Para responden yang mengenal dan mengetahui ASEAN dengan baik, punya pandangan yang positif mengenai peran dan kiprah ASEAN, dan memandang positif peran dan kiprah Indonesia di ASEAN.

 

Suasana saat para pemimpin ASEAN mengikuti sesi retreat pada Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN di salah satu hotel di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/5/2023).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

 

Namun satu catatan penting lainnya yang perlu disampaikan, pandangan public memandang Cina dan AS punya pengaruh yang terlalu besar terhadap ASEAN, sehingga AS dan Cina tidak lagi mempunyai pengaruh yang terlalu besar terhadap negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Dengan begitu, hasil survey menganjurkan agar negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN harus semakin memperkuat ketahanan nasional maupun ketahanan regionalnya sehingga mampu membendung pengaruh kedua negara adikuasa tersebut di kawasan Asia Tenggara.

Begitupun, para elit strategis nasional Indonesia, 52,5 persen memandang kondisi umum di kawasan Asia Tenggara saat ini cukup baik. Bahkan para responden yang berpandangan optimistic, 50,2 persen, kondisi umum di Asia Tenggara di masa depan akan jauh lebih baik.

Terkait dengan peran kekuatan-kekuatan global di luar ASEAN seperti Cina dan AS, 47 persen mengingingkan Cina memainkan peran yang semakin berpengaruh kuat terhadap ASEAN. 49 persen berpendapat agar ASEAN membendung pengaruh Cina yang semakin menguat di ASEAN.

Namun ini juga bukan berita bagus buat AS. Lebih dari 50 persen responden berpendapat bahwa ASEAN harus membendung semakin menguatnya pengaruh AS di ASEAN.

Adapun terkait isu-isu penting terkait dinamika geopolitik global yang berlangsung saat ini, yaitu konflik Israel-Palestina di Gaza, mayoritas warga Indonesia berpihak kepada Palestina.  Tak satupun yang berpihak pada Israel. Adapun yang bersikap netral  sekitar 18,4 persen.

Namun terkait ketegangan antara Cina dan AS terkait Taiwan, mayoritas warga Indonesia memandang ketegangan antara Cina versus Taiwan yang didukung oleh AS, punya pengaruh yang cukup besar terhadap Indonesia. 61,1 persen sangat khawatir dengan ketegangan yang semakin memanas antara Cina versus Taiwan.

Terkait isu konflik Ukraina versus Rusia, warga Indonesia memandang konflik tersebut bisa berpengaruh besar pada Indonesia. Sehingga Indonesia menaruh kekhawatiran besar terhadap konflik Rusia-Ukraina tersebut.

Satu hal lagi yang tak kalah penting, jika dipaksa harus memilih apakah Indonesia sebaiknya bersekutu dengan Cina atau Indonesia, beberapa lebih cenderung memilih bersekutu dengan Cina (36,2 persen), adapun yang memilih sebaiknya Indonesia bersekutu dengan AS sebesar 30,1 persen.

Seturut dengan hasil survey yang menegaskan bahwa hubungan AS-Cina saat ini semakin memburuk dan diprediksi tak akan berubah dalam lima tahun ke depan, bagaimana Indonesia merespons dinamika global dan regional yang dipengaruhi oleh semakin menajam dan memanasnya persaingan antara AS versus Cina sebagai dua negara adikuasa?

Salah satu respons strategis Indonesia dalam menyikapi dinamika global yang semakin memusat pada persaingan global antara AS versus Cina, maka Indonesia dan ASEAN sebagai kekuatan regional Asia Tenggara yang hingga kini masih relatif independent dan mampu menjaga netralitasnya di dalam pusaran konflik AS versus Cina, ada baiknya Indonesia dan ASEAN mulai menjalin kemitraan strategis yang semakin solid antara dengan Rusia, seraya membangun kerja sama strategis yang semakin solid dengan negara-negara berkembang di pelbagai kawasan lainnya (Global South) seperti Asia Tengah, Asia Selatan, Timur-Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Tentunya tetap dengan didasari semangat Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955 dan Konferensi Gerakan Nonblok Beograd 1961.

Dalam konteks yang demikian,sangat tepat jika Indonesia memutuskan bergabung sebagai anggota penuh blok kerja sama ekonomi-perdagangan (BRICS). Sehingga jalinan kerja sama strategis Indonesia, sebagai salah satu negara berpenduduk terbesar di Asia Tenggara, dengan Rusia maupun negara-negara berkembang dari pelbagai kawasan, dapat terkoneksi lewat BRICS.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com