Sikap Agresif Jepang Pada Korea Utara Bisa Memicu Militerisasi Semenanjung Korea

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Suasana di semenanjung Korea semakin memanas ketika Jepang yang merupakan sekutu strategis AS sejak berakhirnya perang dunia II ikut serta dalam menyudutkan Korea Utara menyusul uji coba nuklir dan rudalnya yang dilakukan negara pimpinan Kim Jong-un itu. Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga pada sebuah konferensi pers seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (15/12) mengancam Jepang akan membekukan aset 19 lebih institusi Korut.

Sikap Jepang tersebut sangat tidak menolong keadaan dalam menciptakan stabilitas di kawasan Semenanjung Korea. Bahkan justru semakin memperuncing situasi dan kondisi yang semakin memanas.

Apalagi ketika Jepang sendiri bersikeras bahwa kini sebagai moment tepat untuk memberikan tekanan maksimal kepada Korut, bukannya memulai diskusi terkait program rudal dan nuklirnya.

Sikap Jepang tersebut semakin memperkuat pandangan yang sempat mencuat dalam Seminar  trebatas Global Future Institute bertema Membaca Kebijakan AS terhadap Korea Utara dan dampaknya bagi Indonesia. Menurut Teguh Santosa dari Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea, latihan gabungan bersama antara tentara AS, Korea Selatan dan Jepang itulah, yang mnemicu rasa khawatir Korea Utara terhadap kedaulatan nasionalnya. Sehingga keputusan Pryongyan untuk meningkatkan intensitas uji coba nuklir dan rudalnya, sejatinya didorong untuk mempertahankan diri dari kemungkinan serangan militer gabungan AS-Jepang_Korea Selatan.

Alhasil, gerakan interasional yang mengarah pada isolasi dan sanksi ekonomi terhadap Korea Utara, pada perkembangannya justru akan memicu Cina untuk meningkatkan eskalasi kehadiran militernya di Asia Pasifik dan Semenanjung Korea.

Militerisasi Semenanjung Korea nampaknya semakin nyata menyusul terbitnya Dokumen Keamanan Nasional AS pada Senin 18 Desember lalu. Yang menetapkan Korea Utara dan Iran sebagai ancaman nasionanal AS dan musuh. Adapun CIna dan Rusia dipandang oleh Gedung Putih melalui dokumen tersebut, sebagai pesaing yang bermaksud mengubah status quo global. Semenanjung Korea dan kawasan Timur Tengah, nampaknya merupakan dua kawasan yang dimaksud dokumen tersebut sebagai status quo global yang hendak diubah.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com