Sistem Kolonialisme Gaya Baru dan Kontra Skemanya

Bagikan artikel ini
Catatan Akhir 2024
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sistem ialah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sistem juga diartikan sebagai susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya.
Meski KBBI juga mendefinisikan sistem sebagai sebuah metode, contohnya, namun metode dimaksud bukanlah ‘cara’ dalam arti sehari-hari, atau ‘sistim’. Bukan. Bahwa metode, justru bagian alias tahapan terujung/terdepan/terbawah dari sebuah sistem. Tahap tertinggi disebut top management.
Membangun sistem, misalnya, harus dimulai dari atas (top management) kemudian lanjut ke tahap di bawahnya hingga tahapan terdepan, terbawah atau terujung yakni metode. Apabila melemahkan sebuah sistem, mulailah dengan (hancurkan) metodenya.
Banyak varian sistem diajarkan di lembaga pendidikan dan/atau di bangku-bangku sekolah. Akan tetapi, unsur pokoknya ialah input – process – output dan outcome. Nah, di antara output dan outcome ini terdapat feedback (umpan balik) dan control (kendali). Jadi, unsur besar sistem terdiri atas input – process – output (feedback dan control) dan terakhir ialah outcome.
Kenapa outcome diletakkan pada urut terakhir?
Sebab, melalui outcome bisa dilihat serta dinilai hasil dari bekerjanya suatu sistem apapun: “baik atau buruk,” bermanfaat atau mudarat.
Misalnya, apakah outcome yang tak terbantah dari Sistem UUD NRI 1945 Produk Amandemen?
Tak lain, selain very high cost politics, korupsi marak, dominannya oligarki ekonomi, bermunculan dinasti politik, pembelahan masyarakat (social enclave), juga kegaduhan yang nyaris tak bertepi. Ini contoh outcome UUD Produk Amandemen yang tak terbantahkan.
Selanjutnya unsur pokok sistem ini bisa distrukturkan pada organisasi (tersurat), atau boleh juga secara tersirat saja. Terserah pengguna. Varian sistem lain yang tak kalah penting ialah, bahwa tahapan di bawah top management dan/atau tahap di atas metode — juga bervariasi. Kadang, antara sistem yang satu dengan sistem lain, berbeda tingkat, jumlah dan beda tahapan. Itu tergantung pada riset, pengalaman, analisis, kebiasaan dll dari pengguna atau si penemu (teori) kesisteman.
Kita masuk ke materi bahasan sesuai judul di atas.
Katakanlah, jika UUD 1945 Naskah Asli —rumusan pendiri bangsa— adalah sebuah Sistem Bernegara guna ‘melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia’ (salah satu visi top management atau tujuan bernegara), maka metode negara cq pemerintah untuk mencapai visi dimaksud ialah melalui pasal 33 UUD 1945:
Ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan;
Ayat (2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
Ayat (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sedang marketing-nya —tahapan (sistem) di bawah top management— seyogianya lewat pendirian, pembentukan dan operasional BUMN di banyak sektor terkait hajat hidup orang banyak. Ya. Negara hadir pada perlindungan rakyat terutama dalam hal pangan, air dan energi. Idealnya sich, juga kebutuhan sandang dan papan.
Namun, apa nyatanya?
Melalui amandemen empat kali UUD 1945 pada 1999-2002 silam, metode rumusan pendiri bangsa guna melindungi bangsanya tadi telah dihancurkan secara nirmiliter (asimetris) oleh kepentingan asing, bagaimana polanya? Yaitu dengan ditambahkan Ayat (4) yang gilirannya, selain memandulkan Ayat (1), (2) dan (3) di atas, juga ekonomi nasional kini berubah liberal lagi kapitalistik. Apa bunyi ayat tambahan tersebut?
Ayat (4): Perekonomian nasional dikelola secara efisien serta berkeadilan serta berkelanjutan berdasarkan demokrasi ekonomi.
Lantas, apa dampak Ayat (4) —ayat tambahan pada UUD Produk Amandemen— dalam sistem perekononian nasional kita?
Dampaknya, selain Ayat (1), (2) dan (3) menjadi mandul. “Tidak berfungsi”. Juga, perekonomian nasional kini tidak lagi DIKUASAI oleh negara, tetapi DIKELOLA secara efisien. Nah, inilah pintu masuk swasta/asing menguasai sektor publik dan hajat hidup orang banyak dalam perekonomian nasional. Ekonomi yang dulu berbasis gotong royong, kekeluargaan, dan kerakyatan kini berubah menjadi individualis, liberal lagi kapitalistik. Survival of the fittest. Belum lagi UU turunannya seperti UU Cipta Kerja yang cenderung proasing, atau UU Outsourching yang melumpuhkan daya tawar buruh, dan lain-lain.
Itulah salah satu modus asing secara asimetris menghancurkan metode konstitusi rumusan pendiri bangsa dalam rangka perlindungan terhadap segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Sangat halus dan canggih. Sebab, selain banyak elit dan tokoh yang tidak menyadari, juga tak sedikit anak bangsa justru jatuh cinta kepada penjajah yang hendak merampas kehidupannya (stockholm syndrome).
Lalu, bagaimana kontra skemanya atas cengkeraman penjajahan gaya baru tersebut?
Sebenarnya simpel. Hapus saja Ayat (4) tadi dan cabut seluruh UU yang menginduk pada hal di atas karena bersifat liberal lagi kapitalistik. Atau, kaji ulang praktik UUD NRI 1945 Produk Amandemen dengan mekanisme:
Pertama: Kembalikan dahulu konstitusi (UUD) rumusan the Founding Fathers sesuai Naskah Asli tanggal 18 Agustus 1945;
Kedua: Dalam proses kajian, bila ada hal baik dari hasil amandemen (1999-2002), maka tetap dipertahankan, bahkan diperkuat, namun diletak pada adendum/lampiran. Sebaliknya, yang buruk-buruk dihapus/dihilangkan termasuk UU turunannya. Dengan catatan: “Naskah Asli tetap utuh. Orisinal”.
Inilah kontra skema yang tepat dan akurat guna menghadapi sistem penjajahan gaya baru di Indonesia. Kenapa demikian? Semakin merebak isu dan wacana perbaikan Sistem Bernegara di era Presiden Prabowo yang sifatnya sepenggal, misalnya, Pilkada melalui DPRD, membentuk negara federal, atau ampunan terhadap koruptor asal duitnya dikembalikan dan lainnya, nantinya hanya sekadar gaduh di tataran wacana namun nihil substansi. Kakehan gludhug kurang udan.
Di Bumi Pertiwi ini, masih banyak tamu tak diundang di antara rerumpun kembang sore dan bunga-bunga sedap malam.
Marhaban Ya Rajab! Selamat datang tahun 2025.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com