Dikawal curah hujan yang mencemaskan, diskusi: Ki Hadjar Di Meja Makan, sepenuhnya kami gulirkan secara terbuka. Mengelinding begitu saja. Tidak ada sekat antara pembicara utama dan partisipan. Masing-masing peroleh porsi untuk menyampaikan pandangan tanpa sela sedikitpun. Tetap sesuai konteks. Sebagai moderator, alih-alih menjadi penjaga rambu secara kaku, saya sengaja membiarkan begitu saja setiap pandangan bisa terudar utuh.
Beberapa pihak minta resume. Berharap ada simpulan yang dibacakan. Itu bukan tradisi yang kami rawat selama ini. Sebagaimana awal perjumpaan, kali ini saya hanya ingin peroleh berbagai abstraksi lengkap. Dimana dari serpihan-serpihan diskusi, selanjutnya, coba dibuat mozaik – yang saling terhubung dan melengkapi.
Muncul pointers yang bisa dibawa ke dalam perjumpaan lanjutan: 1) Sepakat perlunya membuat rekomendasi kepada Pemerintah – agar kembali menjalankan dasar-dasar nilai pendidikan – sesuai ajaran luhur Ki Hadjar Dewantara. 2) Membuat sudetan aksi paling praktis – melalui tindakan yang layak dan memungkinkan untuk dijalani. 3) Menghimpun inisiasi masyarakat pendidikan dan aktivitas seni – kebudayaan yang senafas dengan prinsip-prinsip ajaran KHD. 3) Membentuk wadah komunikasi dan koordinasi. 4) Menghidupkan persekolahan di tingkat diniyah – PAUD, Taman Kanak-Kanak – dan INKLUSI. 5) Mensosialisasi Ajaran KHD (turba) ke wilayah-wilayah hunian masyarakat. 6) Memanfaatkan media apapun yang tersedia, 7) Mengaktivasi Pemikiran KHD menjadi ketersediaan sehari-hari – melalui pengembangan bentuk-bentuk industri kreatif. 8) Membuat sistem aksi jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Diberlangsungkan secara menyeluruh – bertahap sambil terus menjaga keteladanan di muka, ikut menginisasi lahirnya gagasan-gagasan – sekaligus mengawal ukuran capaiannya, Tut Wuri Handayani.
………….

Foto: Suasana percakapan Ki Hadjar Di Meja Makan, di Bale Dahar SUMRINGAH