Suriah Adalah “Titik Pecah” Jalur Sutra

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Research Associate Global Future Institute (GFI)

Pertanyaan pertama, kenapa mesti Suriah? Sedang ia bukanlah negeri kaya minyak seperti Libya, Arab, Afghan dll. Kenapa Rusia melindungi Suriah? Sedang kepentingan nasional Rusia yang bersifat (non ideologis) lebih besar jika ia berhubugan dengan Israel daripada Suriah. Itu dulu yang harus terjawab.

Suriah adalah “titik pecah” Jalur Sutra. Ke utara via Turki lalu ke Eropa dan seterusnya.  Ke Selatan via Mesir lanjut ke Afrika Utara. Maka ia pantas menjadi rebutan, selain rute roadmap menuju Iran juga konon seluruh pipa-pipa minyak menuju dua jalur tersebut (Utara dan Selatan) bermuara di Suriah. Maka meletuskan PD III di Suriah identik “bunuh diri” bagi semua yang berkepentingan di sana. Dugaan saya, merapatnya Charles de Gaulle milik Prancis ke Suriah dalam rangka antisipasi atau melindungi kepentingannya, demikian juga Rusia.

Intinya, kemungkinan besar (namanya juga analisa) “Papan Catur” akan berpindah ke proxy lain.

Dugaan saya adalah Taiwan, atau Semenanjung Korea. Oleh sebab, selain untuk menghentikan gelombang ‘menolak dolar’ yang diprakarsai Cina dan Jepang, juga dalam rangka penerapan modus baru kolonial yakni : Utang Dibayar Bom.

Tapi ya namanya perkembang politik sifatnya unpredictable dan tiba-tiba.  Jadi menurut saya PETA PERANG akan berubah, dari AS dan sekutu Versus Iran serta Suriah cs menjadi AS dan sekutu melawan Cina dan Jepang dengan “lokasi”-nya di sebuah negara proxy yang akan dipilih atau meletus dimana-mana?

Namun demikian, kita harus memantau terus perkembangan di Suriah, terutama adanya provokasi secara terus menerus dari Amerika Serikat. Provokasi dari tiga negara, yakni Al Mafraq, Jordan — Ersal, Libanon, dan Hakkari, Turkey. ketiganya kota-kota yang berbatasan teritorial dengan Suriah. Agaknya Assad cerdas, militernya tidak terpancing, justru ia membuat kontra dengan menghadapkan dengan rakyat.  JUadi tidak alasan bagi PBB untuk mengeluarkan “resolusi keroyokan” seperti yang diperlakukan kepada Libya dulu.

Salah satu tujuan AS meletuskan PD III guna memulihkan sistem kapitalisnya yang telah bangkrut, sebenarnya telah terjawab. Artinya, cukup melalui “aura perang” di Selat Hormuz saja jualan senjatanya laris manis tanjung kimpul, tercatat di SIPRI, Stockholm, Swedia telah terjual di atas $100 miliar lebih, bahkan bakal nambah lagi.

Persoalannya adalah: Apakah sistem kapitalis bisa pulih dengan larisnya sistem persenjataan dan industri perang AS? Padahal kan yang untung dan kaya cuma segelitir elit saja, sedang krisis di AS masalah utama ialah “njomplang”-nya antara HARTA NEGARA dan UTANG NEGARA, banyak hutangnya  daripada harta yang mereka milik.  Artinya, secara politis AS telah bangkrut, kehebatanya cuma di media massa dan masih berlakunya dolar. Maka ketika semua negara kompak tidak memakai dolar, ya tunggu saja — ia akan menjadi sejarah masa lalu seperti halnya Uni Soviet tempo doeloe.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com