Telaah Strategis Tentang Kerja Sama ASEAN-SCO

Bagikan artikel ini

Kerja Sama Strategis antara ASEAN (Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara) dengan Organisasi Kerja Sama Shanghai (Shanghai Cooperation Organization, SCO) secara formal sudah dirintiis pada 10 Oktober 2002 ketika Presiden Rusia berkunjung ke Sekretariat ASEAN. Ketika kemudian gayung bersambut dari kekuatan regiojnal Asia Tenggara tersebut. Namun proses menuju kerja sama yang lebih konkret dan solid, memakan waktu yang cukup lama dan setahap demi setaham.

Pada Juli 2004 Sekretaris Jenderal ASEAN kala itu, Ong Keng Yong, mengadakan pertemuan dengan Sekretaris Jenderal SCO kala itu, Zhang Deguang, di Sekretariat SCO di Beijing, untuk bertukar-pikiran dan gagasan.

Alhasil, pada April 2005 Sekretariat ASEAN dan SCO menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) untuk mengadakan kerja sama di bidang:

  1. Kontra Terorisme
  2. Pemberantasan Perdagangan narkoba dan obat bius.
  3. Penyelundupan Senjata
  4. Pencucian uang/money laundering dan
  5. Perdagangan Manusia

Selain itu juga menjalin kerja sama dalam bidang:

  1. Kerja Sama Ekonomi dan Keuangan
  2. Pariwisata
  3. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sumberdaya Alam
  4. Pembangunan Sosial; dan
  5. Kerja Sama Energi, terutama di bidang hidro-elektrik dan bahan bakar dari bio-massa atau bahan bakar yang berasal dari tumbuhan dan hewan.

Akhirnya sepuluh item tersebut berhasil disahkan pada 2019 lalu, untuk kemudian sebagai fondasi untuk meningkatkan kerja sama antara Sekretariat ASEAN dan Sekretariat SCO berdasarkan Skema MOU 2005. Adapun kerja sama ASEAN-SCO masih berlangsung antar-kesekretariatan kedua organisasi kerja sama regional tersebut. Beberapa aktivitas kerja sama kedua entitas regional tersebut telah berlangsung seperti: Kunjungan Sekretariat ASEAN ke Sekretariat SCO pada 2004, 2008, dan 2018.

Begitupula kunjungan SCO Sekretariat ke Sekretarait ASEAN pada 2015 dan 2019. Selain itu juga telah diselenggarakan serangkaian pertemuan antara Sekretaris Jenderal ASEAN dengan Sekretaris Jenderal SCO untuk bertukar-pikiran dan berbagi pandangan mengenai sektor-sektor potensial apa saja yang kiranya layak sebagai fondasi untuk mengembangkan kerja sama kedua kekuatan regional tersebut pada 2014, 2015, 2016, 2017 dan 2019.

Melalui telaah kronologis serangkaian aktivitas yang telah berlangsung antara Sekretariat ASEAN-SCO, secara jelas menggambarkan bahwa kerja sama antara ASEAN sebagai kekuatan regional Asia Tenggara dan SCO sebagai kekuatan regional Eropa-Asia, sejatinya sangatlah produktif.

Betapa tidak. Sekretaris Jenderal ASEAN secara berkala diundang dan ikut serta dalam pertemuan tingkat tinggi yang diselenggarakan oleh SCO. Termasuk pertemuan Dewan Kepala-Kepala Negara (Meeting of the Council of Heads of States dan Pertemuan Antar-Kepala Pemerintahan. Sebaliknya Sekretaris Jenderal SCO berpartisipasi dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Para Pejabat Pemerintahan Negara-Negara ASEAN. Termasuk diundang sebagai tamu utama pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-31 di Filipina pada 2017, KTT ASEAN ke-40 dan ke-41 maupun pertemuan-pertemuan terkait di Kamboja pada 2022. Pun juga, pada KTT East Asia Summit di Lao pada 2024.

Apa Kesalahan SCO? Pelajaran dari ASEAN dan SAARC

Sekadar informasi, East Asia Summit merupakan forum pertemuan para pemimpin negara-negara yang berada di kawasan Asia dan Pasifik yang sekarang populer dengan sebutan Indo-Pasifik. Seperti negara-negara ASEAN, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, Selandia Baru dan Cina. Untuk membahas masalah politik, keamanan, dan ekonomi.

Visi SCO dapat ditelisik melalui KTT SCO) ke-24  pada Juli 2024 lalu di Astana, ibu kota Kazakhstan, dengan diadopsinya Deklarasi Astana. Deklarasi tersebut menekankan komitmen kelompok tersebut untuk membangun tatanan dunia yang lebih representatif, demokratis, adil dan multipolar. Sehingga Deklarasi Astana dapat menjadi fondasi kerja sama strategis dalam membentuk arsitektur keamanan yang setara dan terintegrasi antara kawasan Asia dan Eropa.

Baca: Organisasi Kerja Sama Shanghai adopsi deklarasi pada KTT Astana

Deklarasi Astana nampaknya sama sebangun dan sehaluan dengan Deklarasi ASEAN seperti: prinsip-prinsip integritas teritorial, non-intervensi dalam urusan dalam negeri, dan tidak menggunakan kekuatan sebagai hal yang penting untuk hubungan internasional yang berkelanjutan. Selain itu, juga ditegaskan  komitmen negara-negara anggota terhadap penyelesaian perselisihan secara damai melalui dialog dan konsultasi.

Bagi Indonesia dan ASEAN sudah selayaknya memandang Deklarasi Astana Juli 2024 sebagai sumber inspirasi untuk untuk secara mandiri memilih jalur pembangunan politik dan sosial ekonomi tersendiri yang berbeda dengan skema Neoliberalisme AS dan Uni Eropa.

Karenanya, pertemuan tingkat tinggi ASEAN-SCO yang akan diselenggarakan pada 2025 mendatang, juga akan ditunggu langkah-langkah konkret dan terobosannya oleh berbagai elemen strategis kedua entitas regional tersebut. Untuk itu, perlu menelisik kembali Piagam ASEAN sebagai pedoman dan kerangka kebijakan menjalin kerja sama antara ASEAN dan mitra-mitra di luar ASEAN.

Piagam ASEAN telah menyerukan negara-negara anggotanya untuk menjalin hubungan persahabatan atas dasar saling menguntungkan dan dialog yang konstruktif, serta membangun kemitraan dengan pelbagai negara, lembaga maupun lembaga, baik pada taraf sub-kawasan (sub-regional), kawasan (regional) maupun skala internasional.

ASEAN External Relations telah mengemukakan kerangka kebijakan untuk memperluas dan memperdalam hubungan dengan mitra-mitra dialog dari luar lingkup ASEAN dengan memberikan mereka status sebagai Dialogue Partner, Sectoral Dialogue Partner dan Development Partner.

Hingga kini ASEAN masih tetap merupakan motor penggerak kerja sama regional dan berhasil mempertahankan peran sentralnya dalam kerja sama regional. Merujuk pada Visi Komunitas ASEAN 2025 (ASEAN Community Vision 2025), Blue Print Komunitas Politik-Keamanan ASEAN 2025, seksi C.2, juga menekankan pentingnya ASEAN memperdalam kerja sama dengtan Mitra Dialog/Dialogue Partners, memperkuat keterlibatan secara pro aktif dengan kekuatan-kekuatan eksternal di luar ASEAN, menjangkau mitra-mitra potensial untuk membangun kerja sama saling menguntungkan antara ASEAN dan mitra-mitra dialog.

Dengan itu, ASEAN secara bersama-sama (kolektif) maupun secara konstruktif sebagai kekuatan regional Asia Tenggara, mampu merespons secara tepat dan efektif konstelasi dan perkembangan global yang berlangsung saat ini. Baik dari segi ancaman, gangguan maupun peluang.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Intitute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com