Ukraina Menggantikan Kedudukan India Sebagai Pengimpor Senjata Terbesar Di Dunia

Bagikan artikel ini

Dengan memanipulasi ketegagan dunia di pelbagai kawasan, AS berhasil meraup untuk dalam bisnis senjata global. Saat ini, AS merupakan ekportir senjata terbesar di Asia, Afrika, Timur Tengah dan bahkan Eropa. Prancis menyusul di peringkat kedua.

Salah satu isu strategis yang luput dari perhatian media massa maupun pakar politik internasional di balik konflik bersenjata Rusia-Ukraina adalah soal jual-beli senjata. Eskalasi konflik besenjata yang antara Rusia dan Ukraina yang semakin menajam pada 2020-2024, ternyata Ukraina berkembang menjadi negara importir senjata terbesar di dunia.

 

Ukrainian F-16 fighting aircraft are seen in the air during marking the Day of the Ukrainian Air Forces in an undisclosed location in Ukraine

Dokumentasi Foto Pesawat Tempur F-16 Ukraina.

Adapun Amerika Serikat pada periode tersebut berhasil meningkatkan pangsa pasar senjata globalnya sebesar 43 persen. Begitulah menurut data terbaru yang dirilis Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).

Menurut laporan SIPRI, setidaknya selama berlangsungnya konflik bersenjata Rusia-Ukraina, ada 35 negara yang telah mengirim senjata ke Ukraina. Ukraina menerima 8,8 persen dari impor senjata global pada 2020-2024. Fakta yang tak dapat disangkal lagi, sebagian besar senjata utama yang dipasok ke Ukraina berasal dari AS (45 persen), diikuti oleh Jerman (12 persen) dan Polandia (11 persen). Dengan demikian, Ukraina merupakan satu-satunya negara Eropa di antara 10 importir teratas pada tahun 2020–24, meskipun banyak negara Eropa lainnya secara signifikan meningkatkan impor senjata mereka pada periode tersebut.

Diolah dari Laporan Penelitian Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). Baca: 

Ukraine the world’s biggest arms importer; United States’ dominance of global arms exports grows as Russian exports continue to fall

Namun fakta menarik lainnya yang terungkap dari laporan SIPRI tersebut, beberapa importir senjata utama, termasuk Arab Saudi, India, dan Cina, mengalami penurunan besar dalam volume impor karena berbagai alasan, meskipun ada persepsi ancaman yang tinggi di wilayah mereka. Bagi Cina mungkin ada penjelasan yang cukup masuk akal. Seturut kemajuan dan pengembangan di sektor industri strategis, barang tentu termasuk juga dalam bidang peralatan militer, Cina saat ini sudah mampu berswasembada atau memproduksi sendiri peralatan-peralatan militernya. Buktinya,  sejak 1990-1994 Cina sudah keluar dari 10 negara pengimpor senjata teratas untuk pertama kalinya.

Namun mengapa Arab Saudi dan India? Nampaknya perlu telaah strategis yang mendalam terhadap postur pertahanan militer kedua negara berkembang tersebut. Namun dari negara-negara Eropa Barat yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), ternyata impor senjata negara-negara NATO tersebut juga semakin meningkat lebih dari kali lipat jika diperbandingkan antara periode 2015-2019 dan 2020-2024. Peningkatannya mencapai 105 persen. Lagi-lagi AS berada di peringkat pertama negara pemasok senjata.

AS memasok 64 persen dari senjata ini, porsi yang jauh lebih besar daripada tahun 2015–19 (52 persen). Pemasok utama lainnya  adalah  Prancis dan  Korea Selatan (masing-masing menyumbang 6,5 persen),  Jerman (4,7 persen) dan  Israel (3,9 persen).

Nampak jelas bahwa AS menggunakan momentum konflik bersenjata Rusia versus Ukraina, untuk meraup keuntungan bisnis secara besar-besaran dari ekspor senjata. Ekspor senjata oleh AS meningkat sebesar 21 persen antara tahun 2015–19 dan 2020–24, dan pangsa ekspor senjata globalnya meningkat dari 35 persen menjadi 43 persen. AS memasok senjata utama ke 107 negara bagian pada tahun 2020–2024.

Segi lain yang menarik disorot dari laporan penelitian SIPRI Swedia itu, Untuk pertama kalinya dalam dua dekade, pangsa terbesar ekspor senjata AS pada tahun 2020–24 ditujukan ke Eropa (35 persen) dan bukan ke Timur Tengah (33 persen). Meskipun demikian, penerima tunggal teratas senjata AS adalah Arab Saudi (12 persen dari ekspor senjata AS). Setidaknya hal ini menggambarkan bahwa AS saat ini memang lebih berorientasi ke Eropa, dan Arab Saudi kendati tetap merupakan sekutu strategis di Timur Tengah, sudah tidak lagi menjadi prioritas utama.

Adapun Prancis merupakan pemasok senjata terbesar kedua di dunia pada tahun 2020–24, dengan mengirimkan senjata ke 65 negara. Ekspor senjata utama Prancis ke negara-negara Eropa lainnya hampir meningkat tiga kali lipat antara tahun 2015–19 dan  2020–24 (+187 persen). Hal ini terutama disebabkan oleh pengiriman pesawat tempur ke Yunani dan Kroasia, serta pasokan senjata ke Ukraina setelah invasi besar-besaran Rusia pada tahun 2022.

Pesan tersirat dari laporan SIPRI Swedia tersebut bahwa kunci terbangunnya aliansi strategis AS-Inggris dengan Uni Eropa, Prancis merupakan aktor utama yang harus diperhitungkan oleh AS dan Inggris yang hingga kini masih sangat solid sebagai sekutu tradisional.

Bahkan India, negara besar di Kawasan Asia Selatan, yang baru-baru ini terlibat konflik bersenjata dengan Pakistan dalam soal wilayah Kashmir, menerima agian terbesar dari ekspor senjata Prancis (28 persen)—hampir dua kali lipat dari bagian yang diterima oleh semua penerima di Eropa secara keseluruhan (15 persen). Penerima senjata utama terbesar kedua dari Prancis adalah Qatar (9,7 persen dari ekspor senjata Prancis).

Lantas, bagaimana dengan kawasan di Asia dan Oseania? Apakah negara-negara di kawasan ini juga merupakan negara pengimpor senjata? Mari kita telaah secara seksama data-data yang dirilis SIPRI Swedia. Empat negara di Asia dan Oseania masuk dalam jajaran 10 negara pengimpor senjata terbesar di dunia pada tahun 2020–24: India, Pakistan, Jepang, dan Australia. Adapun pemasok utama ke kawasan tersebut pada tahun 2020–24 adalah AS, yang menyumbang 37 persen dari impor senjata regional, Rusia (17 persen), dan Cina (14 persen).

Potensi konflik bersenjata yang semakin nyata antara India dan Pakistan baik terkait konflik Kashmir maupun hal-hal lainnya, sepertinya memang ikut memicu keputusan India untuk meninghkatkan impor senjatanya. Begitu pula kekhwatiran India terhadap Cina yang mana Pakistan dalam konfliknya dengan India, selalu mendapat dukungan dari Cina.

Konstelasi politik dan geopolitik internasional di kawasan Asia Timur, merupakan bahan pemetaan yang jelas bahwa Jepang masih merupakan sekutu strategis AS dan blok Barat di Asia Pasifik. Impor senjata Jepang dari AS meningkat menjadi lebih dari 93 persen. Padahal impor senjata Korea Selatan menurun 24 persen, Taiwan menurun sebesar 27 persen. Dengan demikian, dengan Jepang sebagai pengecualian,  impor senjata oleh negara-negara Asia Timur menyusut sebesar 22 persen antara tahun 2015–19 dan 2020–24.

Terakhir yang patut jadi sorotan dan pusat perhatian kita adalah penurunan impor senjata di kawasan Timur Tengah. Mari kita cermati Arab Saudi yang notabene merupakan sekutu andalan AS dan Inggris di Timur Tengah. Lebih dari separuh impor senjata ke Timur Tengah berasal dari AS (52 persen), sementara 13 persen berasal dari Italia, 9,8 persen dari Prancis, dan 7,6 persen dari Jerman.

Namun, mpor senjata Arab Saudi turun 41 persen, ntara tahun 2015–19 dan 2020–24. Adapun Israel yang sejak Oktober 2023 menjadi obyek kecaman dunia internasional karena melakukan genosida di Gaza, Palestina, impor senjata oleh Israel sebagian besar tetap stabil antara tahun 2015–19 dan 2020–24. Pada tahun 2020–24, AS memasok bagian terbesar dari impor senjata Israel (66 persen), diikuti oleh Jerman (33 persen) dan Italia (1,0 persen). Israel merupakan importir senjata terbesar ke-15 secara global pada tahun 2020–24, turun dari posisi ke-14 pada tahun 2015–19.

Sekadar informasi. Menurut Zain Hussain, Peneliti Program Transfer Senjata SIPRI, Israel telah menerima bantuan militer yang besar dari AS setelah serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023. Namun, kata Zain Hussain lebih lanjut,  untuk operasi militernya baru-baru ini, Israel sebagian besar menggunakan senjata yang dipasok AS yang telah diterimanya sebelumnya. Sedangkan negara-negara yang dipandang Israel dan AS sebagai musuh-musuhnya seperti Hamas, Hizbullah, dan Houthi, mereka mengandalkan senjata Iran. Misalnya Hizbullah serta Houthi telah menggunakan rudal dan pesawat nirawak yang dipasok Iran untuk melawan Israel.

Maka itu tidak terlalu berlebihan jika Zain Hussain berkesimpulan bahwa Timur Tengah akan tetap menjadi kawasan pengimpor senjata utama dalam beberapa waktu mendatang.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com