Oleh: Laode Muhamad Fathun, UPN Veteran Jakarta
Awal Mula Kasus Uji Coba Rudal Korea Utara
Krisis nuklir Korea Utara ini bermula dan kembali memanas ketika pada tahun 2002, negara ini mengejutkan masyarakat internasional dengan mengumumkan secara resmi pengaktifan kembali program nuklirnya setelah sebelumnya pada tahun 1993 menarik diri dari Nuclear Non–Proliferation Treaty (NPT). Alasan Korea Utara mengaktifkan kembali nuklir adalah karena mengalami krisis energi. Pyongyang berpendapat bahwa kepemilikan nuklir merupakan hak sebuah negara berdaulat untuk mempertahankan pertahanan dan keamanan negaranya. Hal ini tentu saja menimbulkan reaksi dunia, khususnya Amerika Serikat. Dalam menghadapi Korea Utara, Amerika Serikat tidak menggunakan hard power seperti yang dilakukannya terhadap kasus kepemilikan senjata pemusnah massal di Irak. Karena tidak mengambil jalan perang, maka pilihan Amerika Serikat adalah penyelesaian soft power secara damai melalui perundingan. Bersama-sama dengan Amerika Serikat dan juga Korea Utara sendiri, Korea Selatan, RRC, Jepang, dan Rusia berkumpul dalam sebuah forum dialog untuk berunding guna menemukan kesepakatan dalam menyelesaikan krisis nuklir ini. Forum dialog ini dinamakan “six party talks” (dialog enam Negara). Dialog enam negara ini merupakan media bagi Amerika Serikat dan Korea Utara untuk menentukan kesepakatan dalam mengakhiri nuklir ini.
Pada hari Selasa, 29 Agustus 2017, Korea Utara kembali menembakkan rudal yang melewati wilayah Jepang, dan rudal tersebut diyakini mempunyai kemampuan untuk mencapai wilayah Amerika Serikat di Guam. Militer Korea Selatan mengatakan rudal tersebut mencapai ketinggian sekitar 770 km, terbang sejauh 3.700 km melewati pulau Hokkaido utara Jepang sebelum mendarat di laut. Rudal tersebut diluncurkan dari distrik Sunan di ibukota Pyongyang. Tidak ada laporan kerusakan pesawat terbang atau kapal. Dalam media dikatakan bahwa telah dilakukan berbagai perundingan, terdiri dari beberapa putaran. Yang terbaru, melibatkan Cina, Korea Selatan, Jepang, Rusia dan Amerika Serikat, awalnya tampak menjanjikan karena Pyongyang awalnya setuju untuk menghentikan program nuklirnya sebagai imbalan atas konsepsi bantuan dan politik. Kesepakatan itu mencakup diledakkannya menara pendingin di fasilitas produksi plutonium di Yongbyon. Tapi kemudian berbagai hal menggoyahkan kesepakatan itu. Amerika Serikat mengatakan Korea Utara tidak mengungkapkan seluruh program nuklirnya. Pyongyang membantahnya, namun kemudian melakukan uji coba nuklir.
PBB dan sejumlah negara telah menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara, menyasar program senjata dan kemampuan mereka di luar negeri. Contohnya perusahaan raksasa minyak negara Cina menghentikan ekspor ke Pyongyang, Cina juga menghentikan impor batubara untuk meningkatkan tekanan pada Pyongyang. Sementara bantuan pangan ke Korea Utara – yang mengandalkan sumbangan internasional untuk memberi makan rakyatnya – sudah menurun beberapa tahun terakhir karena meningkatnya ketegangan.
Kepala Perwakilan Tetap Amerika Serikat (AS) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Nikki Haley dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB menyampaikan tindakan Korea Utara termasuk peluncuran rudal adalah pertanda bahwa mereka meminta berperang. Pertemuan Dewan Keamanan PBB dilakukan enam hari setelah uji coba rudal Korea Utara, akan tetapi Rusia menolak mentah-mentah sanksi karena sanksi tidak akan memperbaiki masalah, jalan keluar hanya bisa dicapai lewat negosiasi.
Para pemimpin Uni Eropa menyerukan sanksi-sanksi ekonomi yang lebih keras terhadap Pyongyang dan menyatakan bahwa Cina dan Rusia sebagai mitra dagang terbesar Korea Utara memiliki tanggung jawab paling besar dalam memastikan sanksi-sanksi itu ditegakkan. Para menteri luar negeri dari ASEAN bertemu di Manila Filipina, saat pertemuan dimulai, anggota-anggota ASEAN mengeluarkan sebuah pernyataaan bersama yang mengatakan bahwa mereka ‘keprihatinan yang mendalam’ atas tindakan Korea Utara, yang ‘secara serius mengancam perdamaian’.
Uji Coba Nuklir Korea Utara Kontemporer
Uji Coba Nuklir di Semenanjung Korea Ketegangan di Semenanjung Korea telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Situasi hubungan internasional di sana bereskalasi dengan kehadiran kekuatan militer Amerika Serikat (AS) dan uji coba rudal antarbenua oleh Korea Utara. Korea Utara, sebagai negara yang berkonsentrasi pada keselamatan rezim dan negaranya, memilih senjata nuklir untuk mencegah dan menggetarkan negara-negara lain yang menginginkan kejatuhan rezimnya. Sementara Amerika Serikat, sejak Donald Trump menjabat presiden, secara penuh melakukan konfrontasi terhadap tindak tanduk yang dilakukan oleh rezim Kim Jong Un. Ancaman serangan Korea Utara tidak hanya ditujukan kepada AS sebagai musuh utama, tetapi juga ke Korea Selatan dan Jepang sebagai basis ribuan tentara AS. Eskalasi situasi ini membuka kemungkinan terjadinya perang terbuka yang akan sangat merugikan perekonomian global, terlebih di kawasan semenanjung Korea dan Asia Tenggara (Indonesia, 2023).
Ketegangan di Semenanjung Korea itu meningkat sejak tahun 2022, setelah Kim menggunakan invasi Rusia ke Ukraina sebagai pengalih perhatian untuk mempercepat pengujian rudal dan senjata lainnya. AS dan Korea Selatan lalu merespons uji coba tersebut dengan memperluas latihan gabungan mereka dan juga latihan bersama yang melibatkan Jepang dan memperbarui strategi pencegahan yang dibuat sekitar aset-aset strategis milik AS (VOAIndonesia, 2024).
Dalam informasi terakhir, mengenai uji coba nuklir di semenanjung korea melibatkan beberapa kegiatan militer yang meningkatkan ketegangan di kawasan tersebut.
- Dilansir melalui KBS World mengenai warta berita Semenanjung Korea, A to Z pada November 2022 lalu, bahwa adanya persiapan uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara. Pemerintah Korea Selatan telah mengatakan bahwa Korea Utara telah selesai dengan persiapan uji coba nuklir ke-7. Persiapan ini telah meningkatkan ketegangan di kawasan tersebut (Kbsworld, 2009).
- Seperti yang dilansir oleh BBC News Indonesia pada agustus 2023 lalu, terdapat adanya peluncuran rudal balistik. Korea Utara telah menembakkan dua rudal balistik jarak pendek untuk simulasi serangan nuklir terhadap sasaran militer di Korea Selatan. Peluncuran ini dilakukan sebagai peringatan terhadap pengerahan pesawat pengebom strategis AS ke wilayah tersebut. Rudal-rudal tersebut ditembakkan di lepas pantai timur pada sekitar tengah malam, tentu hal ini menambah ketegangan di Semenanjung Korea (Wright, 2023).
- Selanjutnya informasi yang dilansir melalui laman website Kompas pada Januari 2024, informasi terbaru mengenai adanya uji coba rudal jarak menengah. Korea Utara juga telah melakukan uji coba rudal balistik jarak menengah dengan jangkauan hingga 4.000 kilometer, yang dapat menjangkau pangkalan militer AS di Guam. Uji coba ini menggunakan teknologi baru bahan bakar padat sebagai propelan, yang memudahkan operasional pergerakan rudal. Peluncuran rudal itu dikhawatirkan semakin memanaskan situasi di Semenanjung Korea, saat yang bersamaan Jepang turut memantau dan menganalisis uji coba rudal Korut. Jepang dan Korsel menyatakan sudah berbagi informasi dengan sekutu mereka, AS. Kementerian Luar Negeri Korsel juga menjelaskan, dalam komunikasi trilateral Korea Selatan-Jepang-AS, Minggu (14/1/2024), para diplomat ketiga negara mengecam peluncuran rudal Korut. Di sisi lain, di tengah situasi yang memanas, muncul pula kekhawatiran tentang dugaan kerja sama antara Korut dan Rusia (Santosa, 2024).
- Selanjutnya informasi terbaru yang dilansir oleh VOA Indonesia pada Maret 2024, dijelaskan bahwa adanya Latihan Penembakan Peluncur Roket yang diawasi langsung oleh pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un secara langsung penembakan peluncur roket ganda “super besar” berkemampuan nuklir yang dirancang untuk menarget ibu kota Korea Selatan, Seoul (VOAIndonesia, 2024).
- Pada Juni 2024 lalu dikutip dari laman CNBC Indonesia, menjelaskan informasi terbaru mengenai pesawat nuklir AS yang jatuhkan amunisi aktif di Semenanjung Korea. Pesawat bomber B-1B milik Amerika Serikat (AS) dan dua F-15K Eagles Korsel menjatuhkan JDAM (amunisi serangan langsung gabungan) 1B di atas Semenanjung Korea pada 5 Juni 2024 lalu. Hal ini adalah bagian dari pelatihan militer keduanya, intensitas latihan AS dan Korsel semakin tinggi di tengah uji coba senjata Korea Utara (Korut) yang terus terjadi. Latihan ini juga dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan dengan negeri Kim Jong Un akibat pengiriman ratusan balon yang membawa sampah dan kotoran melintasi perbatasan ke Korsel dalam beberapa hari terakhir (Muliawati, 2024).
Urgensi pentingnya keterlibatan Indonesia di Semenanjung Korea
Penulis menilai ada tiga faktor penting mengapa Indonesia penting untuk terlibat menenangkan Konflik di Semenanjung Korea. Alasan pertama adalah faktor konstitusional. faktor ini sangat penting karena formulasi dan artikulasi politik luar negeri Indonesia adalah berbasis pada aturan konstitusional baik amanat Undang- undang Dasar 1945 dan Undang-undang No. 37 tahun 1999. Undang-undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan Indonesia sebagai negara yang anti imperialisme dan anti kekerasan. Hal ini tertuang pada pada batang tubuh UUD khususnya pada awal pembukaan. Selain itu juga tercantum dalam Alinea ke Empat yang mengamanatkan Indonesia untuk ikutserta dalam menciptakan perdamaian dunia. Dalam konteks inilah bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki karakter Politik Luar Negeri yang Globalisasi. Karena Indonesia memiliki keminatan untuk ikut serta dalam menciptakan perdamaian. Hal ini sudah terlihat ketika masa Pra Kemerdekaan dengan munculnya gerakan Non Blok di masa Seoakarnindan pengiriman Pasukan Perdamaian di Era Susilo Bambang Yudhoyono di Lebanon. Alasan konstitusional ini menjadi modal buat Indonesia untuk mengartikulasikan Politik Luar Negeri Bebas Aktif sesuai amanat UU/37 tahun 1999. Amanat tersebut membuat Indonesia bebas untuk terlibat dalam berkerjasama dengan negara manapun selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan konstitusional. Selain itu Indonesia pun aktif untuk terlibat dalam menciptakan perdamaian dunia tersebutm Dan keterlibatan Indonesia di Semenanjung Korea masih relevan sebagai negara demokratis. Dalam konteks inilah keterlibatan Indonesia sebagai bagian dari nilai kosmopolitanisme atau deontologis Politik Luar Negeri. Yang dasar argumennya adalah penghargaan pada etika kebangsaan, etika kemanusiaan, etika keadilan dll. Sebab dalam pandangan konstruktivisme bahwa tidak ada kemenangan dalam sebuah konflik dan perang. Pasti ada kerugian finansial dan sosial akibat korban perang.
Kemudian alasan kedua adalah faktor diplomatik.Faktor diplomatik juga menjadi dasar pentingnya keterlibatan Indonesia. Mengapa, karena implementasi Politik Luar Negeri Indonesia ditempuh melalui jalur diplomasi. Walaupun secara ekstensif tidak berhubungan langsung dengan wilayah teritorial Indonesia dan berimplikasi terhadap Indonesia. Namun alasan diplomatik adalah kunci dari penyelesaian rensi konflik tersebut. Alasan diplomatik ini juga menyasar pada hubungan baik yang dimiliki Indonesia baik dengan Korea Utara dan Korea Selatan. Sehingga keterlibatan Indonesia beralasan sebagai bagian dari hubungan diplomatik yang baik dengan kedua negara. Selain itu juga Indonesia adalah negara yang selalu aktif menyuarakan kebijakan anti nuklir. Sebab jika nuklir ini tidak ditekan secara signifikan maka berimplikasi pada potensi dampak besar pada umat manusia.
Penulis berargumen memang benar bahwa ancaman Siber sangat berimplikasi terhadap sebuah negara. Namun ancaman Siber tidak akan memusnahkan sebuah negara. Namun jika nuklir telah diledakan menjadi sebuah senjata pemusnah masal maka implikasinya besar sekali. Kaum konstruktivisme berargumen bahwa sebenarnya yang berbahaya dari nuklir itu adalah soal mindset. Artinya jika meledak satu atau dua nuklir mungkin masih bisa dilihat implikasi negatifnya. Namun yang lebih berbahaya dari itu adalah cara pandang negara terhadap nuklir. Artinya jika semua negara menganggap bahwa nuklir adalah senjata pemusnah masal, menjadi ukuran negara hebat, menjadi indikasi kekuatan negara maka bisa membuat negara-negara berlomba untuk memiliki nuklir. Dan hal inilah yang perlu di dorong untuk pengelolaan nuklir diarahkan pada hal-hal produktif seperti listrik, kebutuhan ekonomi dll. Sejak perjanjian Non Profelasi Nuklir dicetuskan tahun 1973 memang masih menjadi tanda tanya. Karena tidak semua negara taat pada aturan tersebut. Sebut saja Rusia, Amerika Serikat, Iran, Korea Utara, China dan negara besar lainya tetap mengembangkan nuklir. Sehingga peran Indonesia dalam konteks diplomatik harus bisa menenangkan semua negara agar tidak saling berambisi untuk membuat nuklir untuk menyerang negara lain. Demikian yang terjadi di Semanjung Korea, Indonesia selalu mendorong zonasi anti nuklir dan ketaatan pada konvensi penggunaan nuklirm Hal ini sudah dibuktikan ketika Indonesia menjadi salah satu negara Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Artinya kontribusi diplomatik Indonesia sudah dilakukan secara multilateral. Yang penting juga adalah kontribusi Indonesia dalam kancah bilateral, sebab Indonesia selalu dipercaya sebagai negara yang netral, mediator terbaik dan bersahabat dengan negara manapun. Artinya peran Indonesia bisa menggunakan logika Ready Ness theory yang artinya mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik dalam satu meja perundingan. Hal ini sudah dilakukan oleh Indonesia berulang kali seperti konflik Thailand dan Kamboja, konflik Israel Palestina, konflik Di Myanmar dll. Peran Indonesia sebagai mediator sangat penting agar menjaga stabilitas kawasan Asia Timur. Hal ini juga sudah dibuktikan Indonesia dengan menjadi inisiator pembentukan aturan ZOFAN di kawasan ASEAN. Dan Negara-negara ASEAN mau menaati konvensi tersebut. Konteks inilah hanya berhubungan dengan itikad baik dan gaya diplomatik saja.
Upaya selanjutnya yang dilakukan Indonesia adalah melalui penyelenggaraan kegiatan The 2nd Foreign and Defence Senior Officials Meeting (2+2 SOM) di Seoul pada tanggal 28 Oktober 2008. Pada kesempatan tersebut, kedua negara, Indonesia dan Korea Selatan, membicarakan mengenai kerja sama pertahanan antara kedua negara yang sudah berjalan maupun potensial serta pertukaran pandangan mengenai isu – isu strategis yang terjadi di Kawasan dan global. Salah satu dari rangkaian kegiatan 2+2 SOM Rok-RI ini adalah kunjungan ke Demilitarized Zone (DMZ) yang menjadi batas antara kedua negara Korea sepanjang 249 kilometer, kunjungan ini merupakan bentuk komitmen Indonesia dalam mendukung keamanan dan perdamaian di Semenanjung Korea.
Indonesia tetap ikut andil dalam mendukung pemulihan stabilitas dan perdamaian di semenanjung Korea, salah satunya melalui upaya diplomasi. Dukungan Indonesia terhadap perdamaian kedua negara ini terlihat melalui usulan Presiden Joko Widodo pada KTT ASEAN-Korea Selatan tahun 2018, yakni untuk mengundang pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un, dalam peringatan 30 tahun kerja sama ASEAN dan Korea Selatan di tahun 2019. Melalui pertemuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan komitmen Korea Utara untuk menjadikan Semenanjung Korea yang bebas nuklir walaupun pada kenyataannya usulan tersebut menjadi kenyataan (Menpan.go.id, 2018). Dalam rangkaian kegiatan tersebut dibahas mengenai berbagai kerja sama dalam isu – isu keamanan seperti cyber security, peacekeeping operations, maritime security, serta counter terrorism, dan pertukaran pandangan mengenai isu Kawasan terutama Indo-Pasifik. Dibahas pula mengenai pembentukan RI-RoK Joint Defence Cooperation Committee (JDCC) yang diharapkan dapat direalisasikan pada tahun 2023 mendatang (Kemhan.go.id, 2022). Isu mengenai stabilitas keamanan di Semenanjung Korea kembali diangkat oleh Indonesia di tahun 2023. Pada masa kepemimpinan Indonesia di ASEAN, isu denuklirisasi di semenanjung Korea dibahas pada pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) ke-30 yang diadakan di Jakarta. Para peserta sendiri menegaskan dukungannya pada sentralitas ASEAN dan penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk piagam PBB (Kemlu.go.id, 2023). Kemudian pada Pertemuan Menlu ASEAN Plus Three (Korea Selatan, RRT, Jepang) di Jakarta pada 13 Juli 2023. Ketiga negara menekankan pentingnya prinsip saling menghormati dalam upaya menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan. Pertemuan juga membahas isu denuklirisasi di Semenanjung Korea, pemberantasan kejahatan transnasional, dan penyelesaian krisis Myanmar (Kominfo, 2023).
Pada pertemuan ini, Menlu Retno Marsudi juga menekankan pada upaya untuk menjaga komitmen terhadap perdamaian dan stabilitas jangka panjang di kawasan. Perkembangan di Semenanjung Korea dewasa ini menjadi keprihatinan bagi kawasan. Senjata nuklir sangat berbahaya bagi kawasan Indo-Pasifik. Di mana ASEAN berkomitmen untuk menumbuhkan budaya dialog dan paradigma kolaborasi dengan memanfaatkan semua platform yang ada di ASEAN, seperti ASEAN Regional Forum (ARF). Rencana pernyataan bersama ASEAN-Korea Selatan mengenai AOIP harus inklusif dan berkontribusi bagi perdamaian dan stabilitas jangka panjang di Kawasan (Kominfo, 2023). Berdasarkan hasil observasi penulis, sikap Indonesia yang hanya menunjukkan dukungannya tanpa membuat suatu kebijakan luar negeri yang spesifik terkait konflik di Semenanjung Korea ini terjadi bukan hanya karena Indonesia menganut prinsip politik luar negeri bebas aktif, tetapi juga Indonesia tidak ingin terlibat dalam ketegangan antar kekuatan besar yang sudah ada di permasalahan ini (Rusia, Tiongkok, Jepang, dan Amerika). Hal ini karena hingga saat ini Indonesia masih memiliki kepentingan tersendiri dan masih bergantung pada negara-negara besar tersebut yang menjadi sekutu baik untuk Korea Selatan dan Korea Utara.
Lasan berikutnya tentang Indonesia memiliki kepentingan ekonomi baik dengan Korea Utara dan Korea Selatan. Sehingga jika Semanjung Korea semakin panas dan disebabkan oleh nuklir akan mengganggu focus kedua negara tersebut untuk membangun kerjasama ekonomi dengan Indonesia. Implikasi lainya adalah untuk tetap menjaga stabilitas. Sebab jika semenanjung Korea tidak stabil apalagi karena nuklir maka negara lain juga terganggu khususnya Kawasan A=sia Timur. Yang Dimana Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan sejumlah negara tersebut. Misalnya Jepang, China. Berikut ini adalah table hubungan ekonomi kerjasama Indonesia dengan negara tersebut yakni:
No. | Jenis Kerjasama | Indonesia dengan Korea Selatan |
1. | Investasi | Dalam hubungan strategic partnership pada tahun 2018, presiden Jokowi menekankan untuk mendukung investasi di bidang industrialisasi, perkembangan infrastruktur dan konektivitas serta pertumbuhan dan perkembangan regional |
2. | Perjanjian Perdagangan IK-CEPA | Indonesia dan Korea Selatan ingin meningkatkan kerjasama perdagangan bilateral, investasi dan industrialisasi. Oleh karena itu, IK-CEPA adalah elemen yang penting dalam melakukan kerjasama. Namun, IK-CEPA sudah terhenti pada tahun 2014. Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke Korea Selatan pada 10-11 September 2018. Dalam kunjungannya kedua kepala negara sepakat untuk mengaktifkan kembali IK-CEPA.
IK-CEPA aktif kembali pada 19 Februari 2019, negosiasi putaran ke 8 dilaksanakan pada tanggal 29-30 April 2019 di Seoul. Menurut Kemko Bidang Perekonomian bidang penyelesaian bahwa perundingan IK-CEPA sudah memasuki perundingan ke 10 pada tanggal 9-10 Oktober 2019. IK-CEPA dinyatakan akan sampai pada tahap penyelesaian substansial perudingan di 16 Oktober 2016 pada awal pembukaan Trade Expo Indonesia (TEI) di Banten. Presiden Jokowi menyambut baik tuntasnya perjanjian IK-CEPA dan dokumen perjanjian akan ditandatangani pada kuartal awal tahun 2020. Adanya target liberalisasi perdagangan sekitar 92% untuk Indonesia dan 95% untuk Korea Selatan. Pihak Korea Selatan akan meningkatkan akses pasar barang,produk industri, perikanan, dan pertanian di pasar Korea. Sedangkan pihak Indonesia akan memberikan akses pasar bahan baku untuk fasilitas investasi Korea Selatan di Indonesia |
3. | Regional Comprehensive Economic Partnership (RECP) | RECP adalah aksi untuk memperluas perdagangan bebas antara negara anggota ASEAN dengan lima negara mitra termasuk Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan dan Indonesia setuju dengan kesepatan RCEP agar bisa mendapatkan sebuah hasil akhir. Hal ini dilakukan oleh kedua pemerintahan agar bisa meningkat perdagangan tidak hanya di level bilateral tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan Kawasan |
4. | Perkembangan Infrastruktur | Presiden dari kedua belah pihak negara setuju untuk meningkatkan kerjasama di bidang perkembangan infrastruktur. Pada tahun 2017 adanya penandatanganan lima buah MoU, salah satu proyek yang ada di dalam MoU tersebut yakni proyek Light Rapid Transit (LRT) Jakarta, proyek Bendungan Karian, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bongka, perumahan terjangkaudan pembangunan Mixed Used Development Phase I Lido. Kemudian, pada 12 April 2018 Dubes Kim bertemu dengan Budi Karya Sumadi seorang menteri Perhubungan untuk menyampaikan maksud tujuan kedatangannya. Dubes Kim ingin Korea Selatan bisa berpatisipasi dalam mengembangkan proyek transportasi di Indonesia seperti proyek Intelligent Transportation System (ITS), bandara, perkeretaapian dan Transit Oriented Development (TOD). Melalui perusahaan Korea bernama Korea Overseas Infrastructure and Urban
Development Corporation (KIND) membangun kantor organisasi di Jakarta serta bersamaan membuat sebuah pusat kerja sama investasi bidang infrasktruktur senilai 6,2 Milyar Dollar Amerika. Selain itu, Korea Institute of Construction Technology (KICT) menggelar KICT Construction Technology Fair pada 26 September 2019 di Jakarta menyelenggarakan seminar teknologi konstruksi dan pertemuan bisnis. Melalui KICT Fair pihak Indonesia berharap bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dari Korea untuk Indonesia di bidang konstruksi. |
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Selain itu alasan lainya adalah keterlibatan Indonesia menunjukan etika dalam politik luar negeri. Artinya etika menjadi dasar agar politik luar negeri mencapai pada tataran kebijaksanaan luar negeri. Etik politik luar negeri adalah pendekatan yang berkaitan dengan aturan-aturan. Hak-hak negara tentang kemerdekaan dan kedaulatan serta hak untuk bebas dari campur tangan negara asing adalah masalah etik, begitu juga dengan hubungan diplomatik dan perang (Haas, 1993: 3) berpendapat bahwa etik dapat didefinisikan sebagai ‘suatu sistem keyakinan, nilai-nilai dan ide-ide yang koheren dan lengkap yang memberikan kerangka untuk mengelompokkan tindakan-tindakan apa sebagai jahat dan karenanya harus dihindari dan tindakan-tindakan apa yang digolongkan baik sehingga bisa ditolerir dan bahkan dipromosikan dalam politik internasional.
Prinsip-prinsip etik itu luas dan tidak selalu menjelaskan apa hal yang terbaik yang harus dilakukan dan tidak mengatur masalah nilai, atau jika sistem itu berkenaan dengan nilai, sistem itu tidak mengurutkan mana yang lebih penting. Menurut Volker Heins dan David Chandler (Chandler & Heins, 2007), berkaitannya dengan masalah dilema etik politik luar negeri, persoalannya bukan apa yang disebut norma dalam politik luar negeri yang etik, tetapi lebih pada batas wilayah tindakan moral yang mungkin diambil.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa Pendekatan consequentialist didasarkan pada tujuan (ends-based-approach) dan bisa juga merupakan pendekatan moral yang memadai untuk politik luar negeri. Dua masalah moral utama dengan penggunaan senjata nuklir adalah tingginya kekuatan penghancur dari senjata itu dan karena fakta kekuatan hancurnya massal, maka melihat konsekuensinya tidak dapat dijadikan instrumen perang. Ketika dianalisis menggunakan pendekatan consequentialist, kita harus melihat konsekuensi-konsekuensi apa saja yang akan diterima jika dilakukan. Maka keputusan Korea Utara dalam uji coba rudalnya dapat menyebabkan sanksi seperti yang sudah dibahas di atas yaitu berupa sanksi-sanksi yang diberikan PBB maupun negara-negara lain yang dapat merugikan Korea Utara sendiri, selain itu pengembangan rudal nuklir dapat menguras pengeluaran yang sangat besar.
Akan tetapi, jika dilihat dari perspektif rule-based atau deontological perspective yang sudah dijelaskan sebelumnya, sebuah politik luar negeri yang mengizinkan deteren nuklir adalah jahat atau secara moral salah karena ia membawa serta ancaman perang nuklir – yang bila terjadi, akan menyebabkan kehancuran bersama. Tetapi, dari perspektif ends-based atau consequentialist, kebaikan yang dicapai melalui deteren nuklir melebihi keburukannya yang ada dalam ancaman perang nuklir. Itu karena tujuan deteren bukanlah untuk menyebabkan penghancuran atau perang tapi lebih pada mencegah bahaya perang nuklir. Bagi mereka, maksud di belakang kebijakan itu sungguh-sungguh untuk melakukan sesuatu yang baik. Demikian juga seperti keuntungan deteren yang lain – mencegah agresi, mempromosikan stabilitas internasional dan memelihara status quo dalam politik internasional – melebihi kerugian (sifat negatif) seperti ancaman pembalasan peran nuklir. Artinya, dibalik keputusan Korea Utara melakukan uji coba rudal atau peluru kendali adalah untuk menunjukkan kekuatannya yang dimilikinya, menunjukkan kemampuannya sebagai negara kecil tetapi memiliki kekuatan yang besar. Apa hasil yang menguntungkan dari percobaan rudal tersebut, itu lah yang dibahas.
Daftar Sumber
Ardiyanti, D., Kurniawan, F., Raokter, U., & Wikansari, R. (2023). Analisis Penjualan Mobil Listrik Di Indonesia Dalam Rentang Waktu 2020-2023. ECOMA: Journal of Economics and Management, 1(3), 114–122. https://doi.org/10.55681/ecoma.v1i3.26.
Bbc.com. (2017). DK PBB jatuhkan sanksi ‘paling keras sepanjang satu generasi’ terhadap Korea Utara. Diakses pada 18 Desember 2017 dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia-40841491.amp.
Bbc.com. (2017). Rudal Korea Utara di udara Jepang: Apa yang bisa dilakukan dunia luar?. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia-41079021.amp.
Detiknews.com. (2017). Apa yang Bisa Dilakukan Dunia Internasional terhadap Korea Utara?. Diakses pada 18 Desember 2017 dari https://news.detik.com/bbc-world/d-3619806/apa-yang-bisa-dilakukan-dunia-internasional-terhadap-korea-utara.
Eby Hara, A. (2011). Pengantar analisis politik luar negeri: Dari realisme sampai konstruktivisme.
Ferida, K. (2017). Reaksi 4 Negara atas Uji Coba Rudal Korut. Diakses pada 18 Desember 2017 dari https://www.liputan6.com/amp/2950821/reaksi-4-negara-atas-uji-coba-rudal-korut.
Hoke, Z. (2017). Masyarakat Internasional Bahas Tanggapan terhadap Uji Coba Nuklir Terbaru Korut. Diakses pada 18 Desember 2017 dari https://www.voaindonesia.com/a/masyarakat-internasional-bahas-tanggapan-terhadap-uji-coba-nuklir-terbaru-korut/4014141.html.
Indonesia, U. (2023). Krisis Semenanjung Korea, Bagaimana Sikap Indonesia?. Berita Universitas Indonesia. Diakses dari https://www.ui.ac.id/krisis-semenanjung-korea-bagaimana-sikap-indonesia/.
Kbsworld. (2009). Gov’t to Focus on Direct Aid for NK Next Year. Diakses dari https://world.kbs.co.kr/special/northkorea/contents/news/news_view.htm?No=68628&la%20ng=i.
Kemhan.go.id. (2022). Perkuat Kerja Sama Pertahanan, The 2nd 2+2 SOM menjadi Wujud Komitmen Indonesia sebagai Special Strategic Partnership Korea Selatan. Diakses dari https://www.kemhan.go.id/strahan/2022/10/29/perkuat-kerja-sama-pertahanan-the-2nd-22-som-menjadi-wujud-komitmen-indonesia-sebagai-special-strategic-partnership-korea-selatan.html.
Kemlu.go.id. (2023). Menlu RI: Preventive Diplomacy Penting untuk Cegah Konflik di Kawasan. Diakses dari https://kemlu.go.id/portal/id/read/4979/berita/menlu-ri-preventive-diplomacy-penting-untuk-ceg%20ah-konflik-di-kawasan.
Kominfo. (2023). Indonesia Foreign Minister: ASEAN Plus Three Serves as an Anchor for Regional Stability, Resilience, and Sustainability. Diakses dari https://asean2023.id/en/news/indonesia-foreign-minister-asean-plus-three-serves-as-an-anchor-for-regional-stability-resilience-and-sustainability.
Kominfo. (2023). Kemitraan ASEAN-Korea Penting untuk Transformasi Digital Kawasan. Diakses dari https://asean2023.id/id/news/asean-korea-partnership-vital-for-regional-digital-transformation.
Menpan.go.id. (2018). Usulkan ASEAN Undang Pemimpin Korut, Indonesia Dukung Penuh Perdamaian Dua Korea. Diakses dari https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/dari-istana/usulkan-asean-undang-pemimpin-korut-indonesia-dukung-penuh-perdamaian-dua-korea.
Merdeka.com. (2017). Meski rudal jatuh dekat Rusia, Putin tetap dukung Korea Utara. Diakses pada 18 Desember 2017 dari https://www.merdeka.com/dunia/meski-rudal-jatuh-dekat-rusia-putin-tetap-dukung-korea-utara.html.
Muchsya, A. D. (2020). Kerja Sama Korea Selatan-Indonesia Dalam Hubungan Special Strategic Partnership Di Bidang Ekonomi Tahun 2018-2019 (Bachelor’s thesis, Fisip UIN Jakarta). Diakses dari https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/56866.
Muliawati, F. D. (2024). Pesawat Nuklir AS Jatuhkan Amunisi Aktif di Semenanjung Korea, Perang?. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20240609152719-4-545042/pesawat-nuklir-as-jatuhkan-amunisi-aktif-di-semenanjung-korea-perang.
Nurarsyika Hesti, S. (2023). Perluasan Pasar Ekspor Produk Manggis Ke Korea Selatan Dengan Memanfaatkan IK-CEPA Pada CV A&H. Jurnal Multidisiplin Indonesia, 2(8), 2510–2521. Diakses dari https://doi.org/10.58344/jmi.v2i9.471.
Orcipata, N. S. (2023). Perang Antara Korea Utara dan Korea Selatan. Diakses dari https://bpkpenabur.or.id/bekasi/smak-penabur-harapan-indah/berita/berita-lainnya/konflik-di-utara-dan-selatan-korea.
Purwanto, A. (2024). Potensi dan Peluang Implementasi Ik-Cepa terhadap Perluasan Akses Pasar Perdagangan Barang dan Jasa Indonesia Dipasar Korea Selatan. Jurnal Syntax Admiration, 5(6), 2330–2338. Diakses dari https://doi.org/10.46799/jsa.v5i6.1220.
Santosa, I. (2024). Korea Utara Uji Coba Rudal dengan Jangkauan Pangkalan AS di Guam. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/internasional/2024/01/15/korea-utara-uji-coba-rudal-dengan-jangkauan-pangkalan-as-di-guam.
Tuwo, A. G. (2017). AS dan Rusia Beda Pendapat Soal Sanksi Kepada Korea Utara. Diakses pada 18 Desember 2017 dari https://www.liputan6.com/global/read/3083372/as-dan-rusia-beda-pendapat-soal-sanksi-kepada-korea-utara.
VOAIndonesia. (2024). Kim Jong Un Awasi Uji Coba Sistem Artileri yang Menarget Seoul. Diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/kim-jong-un-awasi-uji-coba-sistem-artileri-yang-menarget-seoul/7533460.html.
VOAIndonesia. (2024). Kim Jong Un Awasi Uji Coba Sistem Artileri yang Menarget Seoul. Diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/kim-jong-un-awasi-uji-coba-sistem-artileri-yang-menarget-seoul/7533460.html.
Wijayanti, N. A., & Ningsih, W. L. (2022). Perang Korea: Penyebab, Jalannya Pertempuran, Penyelesaian, dan Dampak. Diakses dari https://www.kompas.com/stori/read/2022/03/28/160000879/perang-korea-penyebab-jalannya-pertempuran-penyelesaian-dan-dampak?page=all.
Wright, G. (2023). Korea Utara: Tembakkan dua rudal balistik ke Korsel, apa yang perlu Anda ketahui tentang simulasi serangan nuklir Korut. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia-66667452.
Zeithaml, V. A., Berry, L. L., & Parasuraman, A. (1996). The behavioral consequences of service quality. Journal of marketing, 60(2), 31-46. Diakses dari https://www.jstor.org/stable/1251929?origin=crossref%5Cnhttp://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/0954412988352%5Cn10.3846/bme.2014.09%5Cnhttp://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=buh&AN=97064856&site=eds-live&authtype=ip,uid%5Cnhttp://search.