Waspadai Calon Presiden Yang Pro Amerika dan Mengabaikan Skema Politik Luar Negeri RI Bebas-Aktif

Bagikan artikel ini

Pemilihan Presiden Indonesia periode 2024-2029 akan berlangsung pada Februari 2024 mendatang serentak dengan Pemilihan Legislatif pada hari yang sama. Atmosfer dan suasana politik nasional tidak saja semakin memanas, bahkan orientasi politik luar negeri para calon presiden pun mulai jadi sorotan publik secara langsung atau tidak langsung.

Misal, pada 17 September 2023  lalu, situs berita OrbitIndonesia.com bekerjasama dengan XYZ+ Agency menggelar sebuah seminar yang cukup menarik. Salah seorang pembicara, Satrio Arismunandar, analis media yang juga pemimpin redaksi OrbitIndonesia.com, menyatakan bahwa dirinya telah mendapatkan informasi mengenai adanya dugaan pertemuan antara pejabat tinggi AS dengan perwakilan dari lembaga International Republican Institute (IRI), lembaga Founfarion For Elektoral System (IFES) dan The Asia Founfarion (TAF) di salah satu tempat di kawasan Jakarta, pada Juni (2022) untuk mendiskusikan prospek Pilpres 2024.

Baca: AS Dicurigai Akan Lakukan Intervensi di Pemilu 2024, Bawaslu dan KPU Diminta Waspada

Satrio berbicara dalam seminar tersebut dalam konteks menanggapi liputan investigatif Kit Klarenberg dari MintPress News (media AS), yang mengaku mendapat bocoran dokumen. Bocoran itu, tulis Kit Klarenberg, menunjukkan badan intelijen Amerika CIA sedang menyiapkan “color revolution” (revolusi warna) di Indonesia.

Apakah keterangan Kit Klarenberg paralel dengan pertemuan antara pejabat tinggi AS dengan IRI, Asia Foundation maupun IFES? Memang masih perlu verifikasi lebih mendalam.

Namun setidaknya, baik keterangan Kit Klarenberg maupun Satrio Arismunandar telah mengindikasikan satu hal: bahwa pemerintah AS sangat berkepentingan, kalau tidak mau dikatakan mempertaruhkan segenap sumberdaya yang tersedia, agar hasil Pemilihan Presiden RI 2024 mendatang dimenangkan oleh calon presiden yang pro AS.

Kalau begitu, siapakah calon presiden yang secara terang-terangan atau secara diam-diam mendapat dukungan dari pemerintah AS? Menariknya, situs berita cnbcindonesia.com pada 10 September 2023 menulis dengan mengutip laman US Chamber of Commerce (Kadin AS) 5 September lalu bahwa Direktur Asia Tenggara badan itu, Shannon Hayden, menulis “Akankah pemilu di Indonesia mendekatkan hubungan dengan AS?”.

Baca: Pilpres RI Dipantau AS, Nama Prabowo Disebut-sebut

Shannon Hayden berkata: “Prabowo memimpin koalisi yang luas dan Jokowi (yang belum memberikan dukungan resmi, namun popularitasnya mencapai 79%) telah mengisyaratkan bahwa Prabowo adalah pilihan terbaiknya untuk melanjutkan kebijakannya.” Pada bagian lain Shannon Hayden yang menjabat Direktur Asia Tenggara US Chamber Commerce (KADIN-nya Amerika Serikat) memberi telaah yang memberi kesan memberi angin kepada Prabowo dengan mengatakan bahwa sejauh ini, Prabowo yang saat ini menjabat sebagai menteri pertahanan RI tampaknya memimpin dalam survei, yang membuatnya percaya diri dan maju ke laga pilpers lagi.

Tidak ada deskripsi teks alternatif untuk gambar ini

Shannon Hayden meski secara implisit namun menunjukkan dukungan terhadap Prabowo sebagai sosok yang diharapkan akan mendekatkan kembali hubungan RI-AS. Berkaitan dengan hal itu, Shannon Hayden merujuk pada kerja sama erat antara menhan Prabowo dan menhan Lloyd Austin. Yang mana Shannon Hayden menyatakan Keduanya menandatangi pembelian senjata dan mengadvokasi hubungan yang lebih erat antara kedua negara di bidang pertahanan dan militer.

Baca: United States DoD and Indonesia MoD Joint Press Statement

Dalam laman milik kementerian pertahanan AS (Pentagon), Menteri Pertahan RI Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bersepakat dalam pandangan bahwa klaim ekspansi Republik Rakyat China (RRC) dengan mengklaim beberapa perairan yang terletak di Laut China Selatan tidak konsisten dengan hukum internasional sebagaimana termaktub dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait hukum laut. Menhan Prabowo maupun Menhan Austeen mengutuk pelanggaran kedaulatan nasional sebagaimana termaktub dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ES-11/1 pada 2 Maret 2022.

Pertemuan bilateral RI-AS antara menhan Prabowo dan menhan Austeen pada 24 Agustus 2023 lalu itu, juga disepakati untuk melestarikan hukum dan norma internasional, meningkatkan kemampuan keamanan dan pertahanan bersama, dan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi bersama.

Yang semakin terang-benderang menunjukkan adanya indikasi Prabowo semakin condong ke Amerika Serikat dan sejalan dengan Strategi Indo-Pasifik AS, ketika pada pertemuan tersebut Prabowo dikutip telah menyampaikan apresiasi atas pendidikan yang difasilitasi oleh AS terhadap lebih dari 7000 personil militer dan warga sipil Indonesia di Amerika. Begitu pula atas dana yang yang telah diberikan Amerika untuk pelatihan dan pendidikan terhadap pelajar-pelajar Indonesia di Amerika sejak tahun 1970.

Namun yang paling krusia adalah pada bagian lain dari pernyataan bersama kedua menhan tersebut, bahwa di bidang pertahanan yang dikaitkan dengan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific dan Strategi Indo-Pacific Amerika, menurut Prabowo dan Austeen keduanya memiliki prinsip dasar yang sama. Pernyataan tersebut sepertinya dengan sengaja mengabaikan peran China maupun perselisihan wilayah di Laut China Selatan yang juga melibatkan China sebagai salah aktor penting dalam sengketa perbatasan tersebut.

Sedangkan fakta menunjukkan bahwa diluncurkannya Strategi Indo-Pasifik Amerika pada 2017 lalu tiada lain merupakan tujuan strategis Amerika membendung meluasnya pengaruh China di Asia-Pasifik dengan memperluang penggalangan persekutuan militer antara AS dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik termasuk Asia Tenggara, yang mana Indonesia termasuk negara terbesar dan paling berpengaruh di ASEAN.

Dengan begitu, pernyataan bersama menhan RI-AS bahwa ada kesamaan antara ASEAN Outlook on the Indo-Pacific dan Strategi Indo-Pacific Amerika, dengan jelas mengindikasikan keberhasilan Washington memasukkan Indonesia dalam orbit pengaruh AS.

Menurut saya sikap Prabowo sebagaimana tercermin dalam pernyataan bersama menhan RI dan menhan AS, sama sekali tidak bijak. Bahkan bisa memicu sikap permusuhan dari pemerintah China.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd J Austin, di Pentagon, Kamis (24/8). (Foto: Instagram Prabowo)

Tak heran setelah pernyataan bersama menhan RI dan menhan AS, pemerintah China mengkritisi joint press statement tersebut. Juru bicara Kedutaan Besar China di Jakarta menyatakan: “Kami menentang upaya-upaya negara tertentu untuk menabur perselisihan dan menimbulkan masalah tanpa menghiraukan kesejahteraan masyarakat di wilayah ini.”Pada bagian lain juru bicara  Kedutaan Besar China di Jakarta juga menegaskan bahwa “China, Indonesia dan negara-negara kawasan lainnya memiliki aspirasi dan kepentingan yang sama untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan dan bekerja sama untuk pembangunan. Negara-negara di luar kawasan ini harus menghormatinya.”

Melalui konstruksi cerita tadi, nampaknya Prabowo entah dengan sadar atau tidak sengaja, tidak berpedoman pada azas Politik Luar Negeri RI yang bebas dan aktif. Pemihakan Prabowo yang tegas dan terang-benderang mendukung kesamaan skema antara ASEAN Outlook on the Indo-Pacific dan Strategi Indo-Pasifik Amerika, nampak jelas kecondongan Prabowo untuk memihak AS alih-alih berpedoman pada skema Politik Luar Negeri RI yang bebas dan aktif dan skema Gerakan Non-blok.

Strategi Indo-Pasifik Amerika nampaknya menjadi fondasi oleh Washington untuk menarik Prabowo lewat kerja sama pertahanan dan militer agar semakin masuk dalam orbit pengaruh AS dalam membendung pengaruh China yang kian meluas di Asia Pasifik utamanya Asia Tenggara. Apalagi Shannon Hayden dari perspektif yang menyuarakan kepentingan komunitas bisnis Amerika lewat US Chamber of Commerce juga menyatakan hal senada bahwa “Bagaimanapun, Indonesia adalah pemain utama di kawasan penting Indo-Pasifik.”

Menyadari kenyataan tersebut, maka indikasi adanya campur-tangan AS pada Pilpres 2024 sebagaimana dinyatakan oleh analis media dan mantan wartawan harian Kompas maupun liputan investigative   Kit Klarenberg dari MintPress News (media AS), nampaknya tidak boleh dipandang sepele.

NED (National Endowment for Democracy) yang dibiayai Kongres AS dan didirikan pada 1983 oleh para pentolan eks CIA dan aparat kementerian luar negeri AS, sebagaimana disinggung Satrio Arismunandar, salah satu inti dari NED adalah IRI (International Republican Institute), yang biasa bekerja sama dengan the National Democratic Institute (NDI), untuk operasi perubahan rezim di luar negeri. Seperti Serbia, Georgia dan Ukraina. Belum lagi Arab Spring yang merupakan color revolution ala AS di Afrika Utara dan Timur Tengah seperti Tunisia, Mesir, Libya, dan Suriah. Proyek Arab Spring di Tunisia  dan Mesir berhasil menggulingkan Presiden Ben Ali dan Presiden Hosni Mobarak, namun di Libya mengalami komplikasi meski akhirnya berhasil menggulingkan Moammar Gadaffi. Di Suriah AS dan NATO hingga kini gagal menumbangkan Presiden Bashar al-Assad.

Maka itu, untuk menyikapi para calon presiden yang akan berlaga pada Februari 2024 mendatang, sepertinya Prabowo Subianto yang paling menunjukkan kecenderungannya untuk berkiblat ke blok AS-NATO. Anies Baswedan, calon presiden lainnya, memang pernah ikut program pertukaran American Field Service (AFS) dan pernah juga berkuliah di AS, namun kadar kedekatannya dengan blok AS dan Barat masih pada taraf prakondisi yang masih potensial untuk masuk orbit pengaruh AS dan blok Barat.

Ganjar Pranowo yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berhaluan nasionalisme mahzab Sukarno presiden pertama RI, satu-satunya calon presiden yang secara definitif akan mampu berkomitmen menerapkan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif. Salah satu bukti nyata adalah ketika Ganjar bersama Wayan Koster yang keduanya kader PDIP, menentang keras kedatangan kesebelasan Israel ke Indonesia yang masih dipandang oleh Indonesia sebagai ujung tombak negara-negara imperialis untuk menguasai Palestina dan Timur-Tengah.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik (Global Future Institute)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com