Dalam situasi genting darurat covid-19 yang dicanangkan WHO, kita harus mewaspadai beberapa jejaring perusahaan farmasi yang ada tautan dengan kelompok Rothschild atau mungkin juga Rockefeller.
Antara lain, Novartis, Johnson & Johnson, GlaxoSmithKline atau Pfize. Dan juga Big Pharma dan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunisation). Sekadar sebagai ilustrasi saja untuk menggambarkan bahwa ancaman dari korporasi farmasi global memang nyata adanya.
Pada tataran ini, perusahaan farmasi ada tautannya dengan yang namanya Bloomberg. Bloomberg ini pernah jadi walikota New York antara 2002-2014. Wah, lumayan lama juga ya. Tapi ada fakta yang lebih menarik lagi. Bloomberg bisa jadi walikota New York karena dicukongi sama yang namanya Andrew Carnegie dan Henry Ford. Nah, masuk dah tuh barang.
Kalau ingat Andrew Carnegie dan Henry Ford, berarti ingat dong yang namanya dua international funding. Carnegie Foundation dan Ford Foundation. Banyak LSM-LSM, termasuk di Indonesia, yang dapat dana dua lembaga donor internasional itu.
Lebih menariknya lagi, Bloomberg ada rencana mau diusung jadi capres dari Republik buat memotong niat Trump jadi presiden AS dua periode.
Lantas, apa kaitannya dengan perusahaan farmasi global tadi? Nah Novartis, Johnson & Johnson, GlaxoSmithKline atau Pfizer inilah yang merupakan penyokong dana buat Bloomberg. Melalui sebuah baddan amal yang bernama Bloomberg Initiative.
Nah, dalam urusan kepentingan farmasi global inilah, Bloomberg Initiative kemudian mengajak kongkalingkong badan kesehatan dunia WHO. Masih ingat gerakan perlawanan menteri kesehatan Siti Fadila Supari terhadap hegemoni WHO? Silahkan simpulkan sendiri.
Saya tidak bermaksud menuding jejaring Bloomberg maupun Novartis, Johnson & Johnson, GlaxoSmithKline atau Pfize, dan juga Big Pharm dan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunisation). berkepentingan langsung terhadap pandemic covid-19.
Tapi setidaknya sekarang sudah ada gambaran, bahwa gerak kepentingan korporasi global di bidang farmasi tidak harus kita waspadai. Termasuk yang sempat saya singgung sebelumnya: Big Pharma dan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunisation).
Kasus WHO yang memaksa negara-negara berkembang mengirimkan virus H5N1 dengan alasan flu burung, terbukti bahwa itu untuk kepentingan korporasi global buat bikin vaksin penawar. Dari sini terbukti WHO ternyata bukan lembaga netral. Hebatnya lagi, yang berani membongkar adalah seorang srikandi Indonesia. Menteri kesehatan Fadila Supari. Soal beliau kemudian dipenjara dengan dalih korupsi, itu soal lain. Malah membuktikan bahwa perjuangan ibu Supari memang di jalan yang benar. Sehingga menimbulkan kekhwatiran dari kekuatan-kekuatan korporasi global di bidang farmasi.
Sampai sekarang, Indonesia masih mempunyai ketergantungan industri farmasi pada negara-negara Barat hampir 90 persen. Sikap mantan Menteri Kesehatan Siti Fadila Supari dalam melawan hegemoni global WHO, telah menyadarkan kita semua, betapa industri farmasi dan industri kesehatan masih dikendalikan oleh kekuata-kekuatan asing.
Ketika itu, pada 2008 lalu, menkes Supari membongkar hegemoni industri farmasi AS melalui forum WHO. Sementara NAMRU (ditutup pada 16 Oktober 2009), karena terungkap bahwa NAMRU yang resminya merupakan lembaga penelitian tentang virus ternyata hanya kedok dari operasi intelijen angkatan laut AS untuk membawa keluar Indonesia secara ilegal virus H5NI untuk diproduksi oleh korporasi farmasi AS. Baik untuk membuat vaksin penawar virus flu burung, maupun sebagai bahan untuk membuat senjata biologis.
Sekadar informasi. saat ini terdapat 9 besar produsen vaksin di dunia, yakni:
- Glaxo SmithKline (1873, Wellington-New Zealand),
- Merck dan Co (1891,New Jersey-USA),
- Sanofi (1973, Paris-Perancis),
- Pfizer (1849, New York-USA),
- Novavak (1987, Maryland-USA),
- Emergent Bio Solutions (1998, Maryland-USA), CSL (1916, Melbourne- Australia),
- Inovio Pharmaceuticals (1979, Plymouth-USA),
- Bavarian Nordic (1994, Kvistgaard-Denmark),
- dan Mitsubishi Tanabe (1981, Tokyo-Jepang).
Maka itu semua stakeholders atau pemangku kepentingan bidang kesehatan maupun bidang terkait, hendaknya mewaspadai manuver geopolitik korporasi-korporasi farmasi global, khususnya yang berasal dari Amerika Serikat.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)