WikiLeaks, Cermin Kepanikan Imperium?

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto , Pemerhati Masalah-Masalah Internasional

Tulisan ini dilatar-belakangi keinginan untuk memberikan sumbangsih pemikiran koridor diskusi, atas munculnya beberapa fenomena terkait perkembangan terkini politik global. Dibahas menggunakan tesis dan pendapat (teori) beberapa tokoh dan pakar agar terlihat “ngilmiah”. Dan sebelum melangkah lebih jauh lagi, sebaiknya diperkenalkan dulu istilah IMPERIUM dan TRANSNASIONAL sebagai era, dimana merupakan salah satu titik bahasan pada artikel ini.

Transnasionalisme ialah proses: “dimana hubungan internasional yang dilaksanakan pemerintah, telah disertai oleh hubungan individu, kelompok dan masyarakat swasta yang dapat memiliki konsekuensi-konsekuensi penting bagi berlangsungnya berbagai peristiwa” (Rosenau, 1980); sedangkan imperium ialah suatu sistem kekuasaan dipimpin penguasa atau raja yang memiliki kendali atas pemerintah dan media. Dia, dan mereka tidak dipilih rakyat dan masa jabatannya tidak dibatasi hukum. Bergerak di wilayah antara bisnis dan pemerintahan, mendanai kampanye politik dan media. Dan mereka bisa “memegang” siapapun terpilih dan mengendalikan informasi yang diterima oleh warga (John Perkins, 2009).

Secara lebih detail, transnasional dianggap sebagai suatu masa atau era, dimana hubungan internasional tidak lagi didominasi oleh negara, sebab terdapat pemain lain yakni non negara yang turut memberi warna, bahkan (kemungkinan) lebih kuat “warna”-nya. Kekuasaan imperium ini bisa menempel serta merambah kemana saja baik tingkatan lokal, regional bahkan global.

Aktor non negara meliputi Multinational Corporations (MNCs) –perusahaan atau kelompok usaha menggurita– atau kelompok kepentingan dan bisnis, atau jaringan individu dan seterusnya. Munculnya aktor baru ini, pada gilirannya membuat tatanan lama yang dibangun berdasar kekuasaan formal negara menjadi kabur. Maka konsekuensi logis yang timbul atas kuatnya kiprah aktor non negara ialah longgarnya – atau bahkan hilangnya kontrol dan kemampuan negara mengendalikan para pemainnya. Dan bila merujuk pada awal tulisan ini, secara sederhana dapat dimaknai bahwa era transnasional itu sesungguhnya cuma sebuah ruang, sedang imperium ialah aktor kuat yang dominan mengisi dan mewarnai dinamika ruangnya.

Aktor dan Daya Tawar

Seringkali aktor non negara (MNCs dkk) mempunyai daya tawar lebih kuat dibanding negara itu sendiri. Contohnya di Indonesia. Ketika dekade 1960-an pihak asing merasa geraknya dibatasi, maka para MNCs melakukan intervensi  terhadap aturan (UU) Penanaman Modal Asing (PMA) yang membatasinya. Betapa canggih. Hasilnya, pihak asing yang sebelumnya hanya boleh memiliki saham 5%, melalui perubahan UU PMA tahun 1968 – ia bisa memiliki saham sampai 49%. Bahkan kini, asing semakin bebas menguasai Indonesia karena boleh memiliki saham hingga 95%. Gila. Mau menjual negara ya?  Ini cuma sekedar contoh bahwa negara dalam era transnasional ini tak lagi memiliki kemampuan dan kekuatan dominan untuk menentukan kebijakannya sendiri.

Hal lain dalam koridor daya tawar aktor non negara ialah eksis dan “terus” berkiprahnya sosok Osama bin Laden, kemudian muncul Julian Assange dengan situs WikiLeaks, lalu IndoLeaks, OpenLeaks di Jerman dan lain-lain. Mungkin besok muncul Leak Bali, IranLeaks, atau Laden bin Ledeng, atau Osama bin Kupret dan sebagainya. Tersirat makna bahwa ketika mereka bisa “menembus” ketatnya rahasia negara, mampu mempengaruhi pengambil kebijakan, mengacaukan beberapa negara – merupakan bukti riil bahwa daya tawar aktor non negara, letaknya sudah di atas sebuah negara (above the state), atau minimal berdampingan (beyond the state). Timbul retorika menarik, : “Apakah era ini muncul secara alamiah, atau sengaja diciptakan oleh suatu kekuatan (imperium) tertentu?”. Sebaiknya tepis dahulu pertanyaan itu – agar tulisan ini terus dilanjutkan.

“Serupa tapi Tak Sama”

Ya. Di era transnasional ini, seolah-olah bergerak membentuk suatu stigma global : “Bahwa dibenarkan berperannya aktor non negara bermain di tataran global”. Oleh karena secara tersirat aktor non negara itu adalah ujud (kecil) dari imperium global. Ia bisa membuat kebijakan publik, menciptakan negara dalam negara, atau bahkan bisa menjelma “superpower dalam superpower”. Luar biasa kiprahnya. Dan agaknya, era tersebut telah berhasil membidani “dua anak kembar” – yang serupa tapi tak sama. Anak pertama ialah MNCs dan sejenisnya, sedang kembar kedua adalah pemain –sosok pengacau– berasal dari jaringan individu seperti Laden, Assange dan lain-lain. Keduanya aktor non negara. Keduanya juga benih, atau mungkin sudah merupakan bagian bahkan (mungkin) merupakan imperium itu sendiri.

Selanjutnya kata “serupa” dari sub judul serupa tapi tak sama di atas bermakna, meskipun keduanya bukan negara tetapi bisa mengubah UU dan membikin kacau negara yang mengarah pada fenomena “negara di dalam negara” dan seterusnya. Sedang arti atau maksud “tak sama” – ya, memang methode dan sasaran keduanya berbeda. Misalnya, koridor MNCs dkk ialah bidang ekonomi dan bisnis lewat berbagai kemasan cara penjajahan sumberdaya alam (SDA) dan manusia (SDM) di negara berkembang; sementara wilayah Leaks, Laden dkk adalah aspek keamanan melalui provokasi terhadap negara-negara supaya terlibat konflik, baik intra state (konflik vertikal maupun horisontal di dalam negara) maupun inter state (konflik antar negara). Itulah yang perlu dicermati dan dikaji.

Sejak krisis global 2007-an yang ber-INTI-kan dan berawal dari krisis ekonomi di Amerika Serikat (AS), entah kenapa – dinamika politik global sepertinya tak lazim, “meloncat-loncat”, turbulent dan unpredectable. Contohnya, klaim kemenangan oleh AS dan sekutu dalam perang Iraq – Afghanistan semakin sulit dipercaya (bohong belaka) ketika kebijakan Obama justru menambah pasukan, selain penebalan 30.000 tentara ke Afghanistan. Bukankah dalam logika perang, penambahan identik dengan kekurangan pasukan alias banyak yang tewas?

Pemecatan Jenderal Mc Crystal, panglima NATO di Afghanistan – mengindikasi adanya konflik serius di internal Gedung Putih terkait perang tersebut. Dan sebagai catatan, perang yang berlangsung kini, disebut-sebut sebagai perang terlama (2001 – sekarang), sekaligus termahal bagi Paman Sam pada berbagai petualangan (perang) sebelumnya.

Info di media pun sering mengada-ada, bukan riil, tidak faktual dan sebagainya. Terdapat edit dan counter berita disana-sini, seperti ada hal yang hendak disembunyikan. Hal ini berakibat – banyak analisa para pakar jauh membias dari titik kebenaran karena berdasar fakta dan data hasil rekayasa. Itulah yang sedang terjadi. Krisis global masih menggelayuti, (dana besar) perang terus menghantui, informasi simpang siur semakin tak pasti, kemenangan AS dalam perang masih gelap diprediksi, sementara kebangkrutan ekonomi sudah di depan berdiri.

Kemunculan WikiLeaks yang ujug-ujug tapi menghebohkan – terkesan ada “promosi dahsyat” oleh media. Seharusnya munculnya Si Wiki disikapi media sebagai pukulan yang memalukan karena cermin dari kelemahan dan lazy journalism (kemalasan jurnalis). Itu tabu untuk diberitakan. Ya, WikiLeaks telah menampar para jurnalis karena perannya diambil alih. Akan tetapi anehnya – justru blow up perihal ke-hero-an Julian Assange terus digembar-gemborkan oleh media. Inilah yang tertandai sebagai fenomena yang  “meloncat-loncat”, tak lazim dan seterusnya. Sepertinya terkandung isyarat bahwa ada suatu kekuatan yang tengah berjuang habis-habisan. Entah itu siapa, dalam hal mana, perjuangannya apa – masih belum jelas terbaca. Seperti ada target-target tertentu mau ditekankan. Ingin diraihnya.

Teori BK

Dalam menguak tabir tak lazim tersebut, (mungkin) tesis Bung Karno (BK) masih relevan guna mencermati apa yang kini tengah terjadi. Ya. BK pernah berkata: “Kapitalisme yang terjebak krisis akhirnya membuahkan Fasisme, sedang Fasisme ialah perjuangan penghabisan para Monopolis Kapitalis yang terancam bangkrut”.

Melalui teori BK di atas, bisa dibaca bahwa saat ini terdapat suatu kaum, kelompok, atau negara – dengan menumpang era transnasional dan stigma imperium, telah mengubah pola dan methode dalam meraih tujuannya. Sudah tentu tata cara dan pola itu (berbeda) tak sama dengan metode sebelumnya. Perubahan itu dikerjakan di luar kelaziman, oleh sebab ada “desakan kuat” yang tak bisa dihindari. Tidak ada lain jalan. Tak ada alternatif pilihan. Maka kecenderungan muncul di permukaan bahwa tindakannya terlihat mengada-ada, ngawur dan di luar logika umum. Misalnya individu berani menantang negara-negara di dunia, atau negara kesulitan menangkap sosok yang sudah terang dan nyata. Tapi logika globlal seperti terkubur dengan berita yang kontroversial. Rasional seolah-olah gagal membaca apa yang tersirat, cenderung mengejar hal tersurat. Kalau dalam cerita fiksi, seperti kisah bapak kandung berencana untuk membunuh anak emasnya. Itulah loncatan logika. Tidak masuk akal. Tak lazim karena dicipta dalam suasana keputusasaan.

Adalah kebangkrutan sistem kapitalis di berbagai negara yang hampir semua menuding AS sebagai penyebab utama, tapi ini ingin diingkarinya. Berbagai pengalihan isu, situasi dan peristiwa – ditempuhnya. Entah melalui G-20, atau bailout lembaga internasional lainnya kepada negara-negara, termasuk mengobok-obok para rivalnya agar saling berbenturan via “bocoran rahasia” ala Leaks di dunia. Munculnya tokoh Assange, disinyalir karena simbol yang diciptakan sebelumnya hanya efektif di negara-negara berbasis Islam, yang akhirnya justru membuat berantakan pundi-pundi uang dan membangkrutkan ekonomi negaranya. Hadirnya Leaks di dunia, selain mengalihkan perhatian masyarakat internasional terhadap apa yang kini aktual terjadi – juga disinyalir dalam rangka mencari “ladang baru” di dunia non Islam. Barangkali, itulah yang kini sedang berlangsung.

Tulisan sederhana ini belum selesai, masih butuh saran dan masukan, jadi bukan suatu pembenaran apalagi sebuah kebenaran, masih jauh dari dimensi kebenaran apapun. Ya. Tulisan ini cuma pengantar diskusi (bagi yang mau), sambil minum kopi dan merokok ambek leyeh-leyeh di ruang-ruang rasa yang tersisa. Terimakasih.

Jakarta, 16 Desember 2010

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com