WikiLeaks: Cina Siap Korbankan Korea Utara Demi Skema Reunifikasi Korea Di Bawah Kendali Korea Selatan-Amerika Serikat

Bagikan artikel ini

Hendrajit-Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Semakin menarik saja ketika kita menelusur kembali beberapa dokumen rahasia yang berhasil dirilis oleh situs WikiLeaks milik Julian Assange ini. Salah satunya adalah terbongkarnya sebuah skenario kemungkinan Republik Rakyat Cina untuk mengorbankan Korea Utara demi kesepakatan baru antara Cina dan Korea Bersatu di bawah skema Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Sebagaimana terungkap melalui dokumen rahasia yang sudah dipublikasikan oleh WikiLeaks, seorang pejabat tinggi Cina bernama He Yafei, melukiskan Korea Utara sebagai anak bandel yang selalu bikin pusing para petinggi Cina di Beijing, seperti ketika beberapa waktu yang lalu secara tiba-tiba melancarkan tes uji coba senjata nuklir hanya untuk unjuk kekuatan dan provokasi terhadap Amerika Serikat. Tentu saja manuver Korea Utara tersebut menurut He Yafei sama sekali tanpa restu terlebih dahulu dari Beijing.

Yang tak kalah menarik, setelah menelusur lebih lanjut bagian lain dari dokumen-dokumen berkaitan dengan isu Korea Utara, adalah penyikapan dari pemerintah Korea Selatan itu sendiri, khususnya Kementerian Luar Negeri. Menurut dokumen  yahng berhasil diakses WikiLeaks, Deputi Menteri Luar Negeri Korea Selatan Chun Yung-woo sempat membuat suatu analisis yang cukup mengejutkan untuk ukuran pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri Korea Selatan. Menurut Chun Yung-woo, pengaruh Cina terhadap Korea Utara sejatinya tidaklah sekuat yang diyakini oleh banyak kalangan saat ini.

Choon-woo sangat yakin bahwa Korea Utara cepat atau lambat akan ambruk dan kolaps menyusul meninggalnya pemimpin nomor satu Korea Utara Kim Jong-Il. Dalam dokumen itu juga terungkap bahwa Choon-woo telah diberitahu oleh dua orang pejabat tinggi Cina bahwa jika saatnya nanti Korea Utara harus runtuh dan kolaps maka Cina akan siap dan bahkan jauh lebih nyaman bekerjasama dalam kerangka skema  baru Korea Bersatu (Reunified Korea) di bawah kepemimpinan Korea Selatan, yang berarti juga di bawah kendali Amerika Serikat.

Terlepas otentik tidaknya dokumen ini, jelas ini merupakan suatu perkembangan yang cukup menarik dan penting untuk dicermati di masa depan. Apalagi ketika kita menelusur kembali skenario Zbigniew Brzezinski, arsitek politik luar negeri Amerika Serikat yang hingga kini diyakini masih berada di belakang Presiden Barrack Husein Obama.

Dalam skenario besar Brzezinski, salah satu agenda strategisnya adalah menenangkan dan menjinakkan Cina agar tetap dalam kerangka kerjasama taktis dengan Amerika seraya tetap memfokuskan diri pada Rusia sebagai musuh nomor satu Amerika Serikat.

Dalam skenario Brzezinski, maka negara-negara yang selama ini dianggap sebagai sekutu tradisional Cina, Amerika akan mengambil kebijakan luar negeri yang lunak sehingga akan membuat Cina tenang dan tidak merasa terancam.

Perkembangan baru-baru ini di Myanmar, ketika pemimpin Oposisi Aung San Suu Kyi dibebaskan dari tahanan politik rezim militer Jenderal Than Swee, maka perkembangan ini bisa dibaca sebagai adanya desakan kuat dari Cina agar Myanmar bersikap kooperatif terhadap Aung San Suu Kyi. Ini bisa terjadi karena telah tercapainya kesepakatan strategis antara Amerika dan Cina.

Dalam kasus Korea Utara, nampaknya Cina bahkan sudah siap melangkah lebih jauh lagi dengan meriskir kemungkinan skenario terburuk: Runtuhnya Rezim Korea Utara pasca kepemimpinan Kim Jong-Il. Dan kesiapan Cina untuk bekerjasama dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Jika skenario ini benar-benar jadi kenyataan, maka benarlah prediksi analis intelijen Webster Tarpley dalam bukunya Obama the Post Modern Coup, bahwa dengan mengondiksikan kerjasama Amerika-Cina, maka strategi pengepungan dan pembendungan terhadap Rusia akan menjadi sasaran strategis pemerintahan Barrack Obama.

Meskipun beberapa kalangan pakar maupun tim riset Global Future Institute berpendapat bahwa pernyataan yang dari pejabat Cina He Yafei merupakan pendapat pribadi yang belum menjadi kebijakan, namun dalam perspektif analisis intelijen, tetap saja bocoran dokumen rahasia WikiLeaks ini tetap memiiki nilai inforamasi yang cukup strategis. Bahwa Amerika dan Cina yang seama ini dikesankan terjadi konflik yang kian menajam di berbagai kawasan dunia termasuk di Asia Tenggara, namun sejatinya tetap terbuka ke arah persekutuan baru atas dasar win-win solution.

Dan nampaknya, bukan tidak mungkin kali ini akan mengorbankan Korea Utara sebagai salah satu pion dari permainan catur internasional (international Chessboard Game). Tapi sebaiknya kita jangan anggap enteng Korea Utara, sebagaimana juga Vietnam Utara dulu pada akhirnya toh berhasi mempecundangi Amerika Serikat sehingga harus hengkang dari negara tersebut pada 1975.

Lebih daripada sekadar sekutu tradisional Cina, Korea Utara terbukti merupakan negara yang memiliki ketahanan nasional yang kuat tidak saja secara militer, melainkan juga secara sosia-budaya.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com