Cina melibatkan Bank BUMN seperti Bank Mandiri, BRI dan BNI mendapatkan pinjaman senilai total 3 miliar dolar AS dari China Development Bank (CDB). Masing-masing bank BUMNM tersebut, menerima pinjaman sebesar satu miliar dolar AS; 30 % dalam mata uang Renminbi, jangka waktu 10 tahun. Tingkat bunga pinjaman 3,4% untuk mata uang dolar AS dan 6,7% Renminbi. Sebagian besar utang akan digunakan membiayai infrastruktur.
Selanjutnya, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), juga memberikan pinjaman kepada BTN senilai 5 miliar yuan atau sekitar Rp 10 triliun untuk membiayai perumahan dan infrastruktur. ICBC juga memberikan utang senilai 500 juta dolar AS kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Eximbank), untuk mendorong perdagangan luar negeri dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Sebelumnya, tujuh BUMN (Wijaya Karya, Adhi Karya, Pelindo I & II, Angkasa Pura, Bukit Asam dan Aneka Tambang) juga telah mendapatkan komitmen utang dari CDB.
Terakhir, ada acara Belt and Road Forum for International Cooperation di Beijing, Cina, 14-15 Mei. Sekitar 50 negara hadir. Indonesia juga hadir dan menawarkan sejumlah proyek infrastruktur di luar Pulau Jawa. Salah satunya, pelabuhan udara di Manado.
Jika pada prakteknya keputusan mendasari Rezim Jokowi berpaling ke Cina semata-mata atas dasar pertimbangan “keuntungan ekonomi”, maka Indonesia berpotensi untuk tergadai melalui skema investasi asing Cina dan semakin kehilangan martabat dan kedaulatan sebagai negara bangsa dalam politik internasional.
Kebijakan Cina dalam jangka panjang tentu berdasarkan kebijakan OBOR.
Tahap pertama, Cina berupaya memperluas dan memperbanyak kerjasama ekonomi dengan Indonesia.
Tahap kedua, Cina berupaya memperluas dan memperkuat militer di lokasi dan infrastruktur telah dikuasai dan dikendalikan.
Tahap ketiga, Cina berupaya memperkuat kelompok komunis Indonesia sehingga kepartaian Indonesia hanya satu partai seperti di Cina atau negara2 komunis lazimnya.
Kini memang upaya Cina baru tahap pertama, belum memasukkan kepentingan militer apalagi politik kenegaraan Indonesia.
Berpaling Indonesia ke Cina di bidang kerjasama ekonomi (tahap pertama) akan menimbulkan dampak jangka panjang. Yakni Cina akan memperoleh hak mengelola infrastruktur seperti pelabuhan laut dan udara (Bandara) minimum 30an tahun atau bahkan lebih.
Artinya, sistem pengelolaan infrastruktur pelabuhan udara akan dikendalikan Cina. Pada gilirannya pelabuhan ini dijadikan fasilitas kekuatan militer Cina sebagai kelanjutan penguasaan bidang ekonomi. Akibatnya kelak, rakyat Indonesia semakin tidak berdaulat, negara Indonesia semakin melemah bagaikan “penjaga malam” kepentingan nasional Cina.
Diperkirakan, Cina lalu merekayasa politik kekuasaan di dalam negeri Indonesia dengan model negara Komunis. Yakni kekuasaan negara hanya boleh dimiliki satu parpol, Partai Komunis yang menghamba terhadap Partai Komunis Cina (PKC).
Dampak jangka panjang ini juga akan terjadi pada eksistensi Pancasila, Konstitusi dan demokrasi. Semua akan dibalikkan, berganti dengan Ideologi, konstitusi dan demokrasi model Cina.
Rezim Jokowi harus memiliki visi atau prediksi ke depan untuk Indonesia dalam mengelola dampak jangka panjang ini agar tidak membuat konflik manifest di kalangan rakyat. Lebih penting lagi, jangan sampai model negara Komunis berlaku di Indonesia kelak hanya karena sikap ambisius Rezim Jokowi.
*) NSEAS: Network for South East Asian Studies
Facebook Comments