Palestina Bisa Mengikuti Jejak Indonesia

Bagikan artikel ini

Bambang Noorsena pernah berpendapat bahwa penduduk Palestina bisa mengikuti jejak Indonesia, yang masih harus berjuang melawan Sekutu setelah 17 Agustus 1945. Yaitu, dengan kebersediaan berdialog dan menerima hasil-hasil perundingan yang menghasilkan berbagai perjanjian.

Saya pun mengingat-ingat bagaimana proses kemerdekaan Indonesia dari proklamasi kemerdekaan 1945 sampai pengakuan kedaulatan 1949.

Para pejuang kemerdekaan Indonesia menolak sekutu yang merasa berhak atas teritori Indonesia karena mereka mengalahkan Jepang dalam perang. Wilayah Indonesia punya penduduk yang tidak mau menyerahkan nasibnya dioper-oper oleh para pihak yang berperang. Juga menolak wilayahnya dibagi-bagi oleh penjajah.

Itulah sebabnya para Bapak Bangsa Indonesia, termasuk Bung Karno, bisa merasakan sepenanggungan dengan perjuangan penduduk Palestina sejak tahun 1948.

Penduduk Indonesia berasal dari wilayah lain di Asia yang bermigrasi secara bertahap. Dalam perjalanan sejarahnya, terjadi berbagai perjanjian dan perang yang menentukan wilayah kerajaan-kerajaan. Indonesia baru ada setelah Pemerintahan Hindia Belanda “menyatukan nusantara”.

Penduduk Palestina pun berasal dari wilayah lain, baik Arab, Yahudi, dan etnis lainnya. Di bawah penjajahan Kekaisaran Ottoman/Utsmaniyah pada pertengahan abad ke-19, tercatat 90% dari 600.000 penduduk Palestina diidentifikasi sebagai Arab (termasuk 10% Arab Kristen), 5-7% sebagai Yahudi, dan etnis lainnya.

Selama Perang Dunia Pertama (1914-1918), pemberontak/pejuang kemerdekaan Arab bersekutu dengan Pasukan Britania Raya mengusir pemerintahan kolonial Utsmaniyah dari wilayah Arab. Dalam korespondensi McMahon-Hussein, Britania Raya telah sepakat untuk menghormati kemerdekaan Arab jika bangsa Arab memberontak melawan Utsmanityah.

Kemudian, Britania Raya mencapai legitimasi dengan memperoleh mandat dari Liga Bangsa-Bangsa pada bulan Juni 1922. Yaitu, untuk mengelola bekas wilayah Kesultanan Utsmaniyah “sampai mereka mampu berdiri sendiri”.

Sementara itu, wilayah Palestina kedatangan gelombang imigrasi Yahudi. Terjadi kebangkitan gerakan nasionalis, baik di komunitas Yahudi maupun komunitas Arab. Persaingan kepentingan kedua populasi menyebabkan pemberontakan Arab tahun 1936–1939 dan pemberontakan Yahudi tahun 1944–1948 di wilayah Mandat.

Pada 1945 sebuah studi demografi memperlihatkan bahwa jumlah seluruh penduduknya telah meningkat menjadi 1.764.520, terdiri dari 1.061.270 Muslim, 553.600 Yahudi, 135.550 Kristen, dan 14.100 orang yang beragama lain.

Rencana PBB untuk membagi Palestina menjadi 2 wilayah, yaitu untuk satu negara Arab Palestina dan satu negara Yahudi Palestina, disahkan pada bulan November 1947. Tapi, bagi bangsa Arab, hal ini mengkhianati perjuangan kemerdekaan mereka ketika mengusir Utsmaniyah.

Setelah proklamasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948, terjadi perang yang berakhir dengan wilayah Mandat Palestina dibagi di antara:
– Negara Israel
– Kerajaan Hasyim Yordania yang mencaplok wilayah di Tepi Barat Sungai Yordan.
– Kerajaan Mesir, yang mendirikan “Protektorat Seluruh Palestina” di Jalur Gaza.

TWO STATE SOLUTION, SAMA-SAMA BERHAK EKSIS DI PALESTINA SESUAI HUKUM INTERNASIONAL

[bersambung]

Samsulung Darsum, pemerhati sosial dan brodcaster

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com