TPP, Konsolidasi Kekuatan atau Perdagangan Adil?

Bagikan artikel ini
Sebelum resmi disepakati tahun lalu, TPP memiliki sejarah pembentukan tersendiri. Pada awalnya TPP digagas oleh 3 negara yaitu Singapura, Chile, dan New Zealand yang berinisiatif membentuk perjanjian dengan nama Trans-Pacific Strategic Economic Partnership pada tahun 2003. Dua tahun berselang, Brunei Darussalam ikut serta bergabung. Selanjutnya pada 2006, perjanjian itu disepakati oleh keempat negara yang kemudian dikenal dengan sebutan P-4 tersebut. Setelah itu, negara-negara lain menyusul dan melakukan negosiasi dengan P-4 untuk membentuk perjanjian baru yang lebih luas; tahun 2008 AS, Australia, Peru, dan Vietnam; tahun 2012 Kanada dan Meksiko; dan terakhir tahun 2013 Jepang.
Selanjutnya perjanjian baru itu dinamakan Trans-Pacific Partnership atau disingkat TPP. Setelah proses negosiasi yang panjang, perjanjian itu akhirnya disepakati dan ditandatangani di Atlanta, negara bagian Georgia, Amerika Serikat, tanggal 5 Oktober 2015.  Perlu untuk diketahui proses negosiasi TPP sendiri berlangsung sangat alot. Ada 19 kali proses negosiasi selama kurang lebih 7 tahun. Sudah begitu, kesepakatan itu belum mendapat restu dari parlemen semua negara anggota TPP. Belum pasti berapa lama proses itu akan berlangsung mengingat proses domestik di masing-masing negara berbeda. Namun diperkirakan perjanjian itu baru dapat berlaku paling cepat tahun 2017. Itu pun dengan asumsi parlemen semua negara, terutama negara-negara kunci yang memegang peranan penting seperti AS dan Jepang, menyetujui.
Di dalam TPP ada 12 negara anggota yang tersebar di seluruh kawasan Pasifik yaitu Amerika Serikat, Australia, Kanada, Brunei, Chile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam. Ekonomi 12 negara anggota TPP itu mewakili 40 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Seperti kerjasama perdagangan yang lain, TPP pun mempunyai perjanjian yang sudah diatur ke dalam sebuah dokumen perjanjian yang terdiri dari 29 bab, yang mencakup kerjasama perdagangan yang sangat luas.
Meskipun konteksnya kerjasama perdagangan, namun jika ditelisik lebih dalam sebenarnya TPP mencakup lebih dari sekadar isu perdagangan. Dalam 29 bab perjanjian yang disepakati ada banyak isu lain yang juga diatur, seperti Intellectual Property Rights (IPRs), Investor-State Dispute Settlement (ISDS), State-Owned Entreprises (SOEs), Government Procurement, environment, dan labour. Mengingat cakupan isu kerjasama yang sangat luas dan standar yang sangat tinggi, TPP digadang-gadang sebagai prototipe perjanjian kerjasama dagang abad 21. TPP juga dipandang sebagai terobosan baru di tengah seretnya negosiasi di World Trade Organization (WTO) yang telah berlangsung bertahun-tahun. Presiden AS Barrack Obama mengatakan digagasnya TPP sebagai upaya dan strategi untuk meningkatkan peran AS di kawasan Asia Pasifik dengan kebijakan rebalance Asia.  Apa saja isu yang disepakati dalam TPP ? Mari ungkap satu per satu.
1. Negosiasi Tertutup. Proses negosiasi dalam TPP berlangsung sangat tertutup. Dokumen dan detail kesepakatan TPP tidak pernah dibuka dan disebarluaskan untuk publik. Bahkan, berdasarkan pengakuan anggota Senat Amerika Serikat Ron Wyden, mayoritas anggota Kongres AS tidak bisa mengakses dokumen negosiasi TPP. Justru sebaliknya, 600 perwakilan korporasi, seperti  Halliburton, Chevron, PHRMA, Comcast, dan  Motion Picture Association of America, bebas mengakses dan memberi masukan dalam proses negosiasi TPP tersebut. Namun ibarat bau kentut yang bisa dirasakan namun tidak bisa dilihat, akhirnya, pada tahun 2013 lalu, Wikileaks berhasil membocorkan sejumlah dokumen yang disembunyikan.
2. Akses Pasar TPP berusaha menerapkan secara penuh prinsip perdagangan bebas. Oleh karena itu TPP mengatur agar negara-negara anggota memangkas tarifnya hingga 98% (target 0%) secara bertahap untuk 11.000 komoditas. Komoditas dagang tersebut termasuk termasuk susu, daging, gula, beras, produk hortikultura, makanan laut, produk pabrikan, sumber daya alam serta energi. Jadwal pemangkasan tarif untuk masing-masing negara berbeda-beda, tergantung kesepakatan mereka secara bilateral satu sama lain. TPP juga menghendaki negara menghilangkan semua kebijakan yang berusaha melindungi produk dalam negeri, termasuk larangan kampanye membeli produk lokal. Jika perjanjian kerjasama perdagangan bebas yang lain seperti ASEAN Economic Community umumnya memungkinkan negara anggota untuk melindungi komoditas sensitif seperti produk pertanian, TPP meniadakan kemungkinan tersebut. Implikasinya, semua produk tanpa kecuali harus dibebaskan. Dalam kondisi negara tersebut dapat bersaing, aturan itu akan menguntungkan. Namun jika produk-produknya tidak kompetitif, negara itu hanya akan jadi pasar bagi produk-produk negara lain. TPP berpotensi menggilas habis industri dalam negeri yang sangat mungkin menjadi korban karena tidak mampu bersaing dengan barang-barang impor.
3. Investasi. Berbekal prinsip perdagangan bebas TPP meliberalisasi seluas mungkin perdagangan termasuk investasi. Dalam kesepakatan TPP terdapat komponen Investor-State Dispute Settlement (ISDS). TPP mengatur agar negara membentuk ISDS guna menyelesaikan sengketa antara investor asing dengan pemerintah. ISDS adalah instrumen hukum internasional di mana investor dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap pemerintah sebuah negara bila menilai bahwa kebijakan pemerintah bersangkutan menghambat investasi mereka. Dengan adanya mekanisme ISDS ini tentu akan semakin menekan dan mengebiri peran pemerintah dalam mengatur kebijakan ekonomi. Secara singkat, kekuatan korporasi sangat besar dan punya kekuasaan untuk menggugat negara yang mengeluarkan regulasi atau menggugat negara yang mengeluarkan regulasi atau kebijakan yang mengganggu prospek keuntungannya. TPP juga akan menjamin kemerdekaan investor di atas kepentingan publik dan negara. Di sini ada beberapa yang akan dilakukan: satu, setiap anggota TPP diharuskan membuka semua sektor ekonominya bagi investor asing, termasuk layanan publik (pendidikan, kesehatan, dll) dan barang publik (listrik, air, dll); dua, mempreteli hak istimewa BUMN dan memperlakukannya sama dengan usaha swasta; dan tiga, menderegulasi semua aturan yang menghambat atau merintangi kebebasan berinvestasi, termasuk menghilangkan aturan yang melindungi hak-hak buruh dan proteksi terhadap lingkungan. Sudah ada banyak negara yang menjadi korban dari mekanisme ISDS ini. Tahun 2012, perusahaan energi asal Swedia, Vattenfall, menggugat pemerintah Jerman senilai 5 milyar USD karena kebijakannya menghentikan penggunaan energi nuklir. Di tahun 2012 juga, perusahaan pengolah limbah asal Perancis, Veolia, menggugat pemerintah Mesir sebesar 110 juta USD karena kebijakan negeri itu menaikkan upah minimum dan memperbaiki UU ketenagakerjaannya. Atau yang lain, korporasi rokok raksasa Philip Morris menggugat pemerintah Australia sebesar 50 juta USD karena kebijakan melarang merek dagang di pembungkus rokok.
4. Government Procurement TPP menghendaki negara anggotanya melakukan deregulasi terhadap segala macam aturan yang menghambat perdagangan dan investasi. Government procurement atau pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah merupakan sektor industri yang amat besar. WTO memperkirakan secara rata-rata sektor itu mencakup 15-20 persen dari GDP setiap negara. Pada umumnya, seperti halnya di Indonesia, sektor itu tertutup untuk asing guna melindungi industri dalam negeri. Namun TPP menghendaki agar sektor itu dibuka untuk asing.
5. Intellectual Property Rights (IPRs)  TPP menghendaki pengaturan yang lebih ketat untuk IPRs, perluasan pengertian investasi dan perlindungannya, seperti hak cipta dan hak paten. Misalnya, copyright untuk buku diperpanjang dari 50 tahun menjadi 70 tahun sejak kematian penulis sehingga mempersulit akses publik terhadap konten bersangkutan. Paten untuk obat dapat diperpanjang jadi lebih dari 20 tahun sehingga menyulitkan akses publik terhadap obat-obat generik murah. Aturan itu dipandang terlalu pro-korporasi farmasi dengan mengorbankan kepentingan publik.
6. State-Owned Enterprises TPP melarang negara memberikan keistimewaan kepada state-owned enterprises (SOEs) atau badan usaha milik negara (BUMN). Bagi Indonesia yang memiliki banyak BUMN dan kerap memberikan perlakuan khusus terhadap BUMN, hal ini dapat amat merugikan. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan swasta harus dipriotaskan dan dianggap lebih penting daripada BUMN.  TPP menempatkan kekuasaan korporasi terutama swasta di atas negara dan warga negara. Lembaga pemantau kebijakan publik Public Citizen menulis di website mereka, bahwa perjanjian TPP menempatkan seorang investor asing setara dengan negara berdaulat. Sebagai contoh, investor bebas menggugat negara berdaulat jika mengeluarkan aturan atau regulasi yang berpotensi mengurangi keuntungan mereka.
7. Agenda Neoliberalisme Dalam pandangan Noam Chomsky TPP akan semakin memperkuat agenda neoliberalisme. Hampir semua agenda TPP sejalan dengan tiga agenda besar neoliberalisme, yaitu: satu, perdagangan bebas barang dan jasa;dua, sirkulasi bebas kapital; dan tiga, kemerdekaan dalam berinvestasi (Susan George, 1999). Ironisnya, sebagian besar yang diuntungkan oleh agenda neoliberalisme ini adalah korporasi asal AS. TPP akan membuat barang dan jasa Made in America membanjiri negara- negara anggota TPP. TPP akan memaksa negara anggotanya untuk membongkar semua aturan pajak dan atauran ekspor/impor yang merintangi masuk dan keluarnya barang/jasa. Seperti diklaim oleh AS sendiri, sedikitnya 18.000 aturan pajak di 11 negara anggota TPP akan dibongkar untuk memudahkan masuknya komoditas barang dari AS.  Selain itu TPP juga menjamin arus bebas kapital, termasuk melarang adanya pembatasan repatriasi profit atau dana. Ketentuan ini dapat menyulitkan negara anggota untuk mendorong kebijakan kontrol kapital guna melindungi mata uangnya, membatasi arus keluar-masuk uang panas (hot money), dan memberlakukan pajak atas transaksi keuangan.
8. Regulatory Convergance Konsekuensi dari bergabung dengan TPP adalah negara anggota harus mengubah seluruh peraturan perundang-undangnya yang bertentangan dengan aturan-aturan TPP. Dengan kata lain, negara anggota harus mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh negara lain, dan lagi-lagi kedaulatan menjadi isu. Aturan TPP belum tentu baik buat negara anggota, dan mengubahnya demi TPP dengan mengorbankan kepentingan nasional tentunya tidak dikehendaki oleh publik. Di bawah TPP, setiap negara anggota dilarang membuat aturan atau regulasi yang mengganggu ekspektasi profit investor, termasuk upah dan hak-hak dasar lainnya. Selain itu, investor bisa merelokasi pabriknya kapan saja untuk mencari negara yang menyediakan tenaga kerja murah, akses bahan baku, perizinan dipermudah, dan lain sebagainya.
9. Membendung Kekuatan Tiongkok ? Di kawasan Asia Pasifik, TPP berpotensi menimbulkan ketegangan lantaran tidak dilibatkannya Tiongkok. Pada dasarnya, AS memang menggunakan TPP sebagai strategi untuk menekan peran Tiongkok di kawasan Pasifik. Pada saat yang sama, Tiongkok bersama ASEAN dan 5 negara lainnya (tidak termasuk AS) tengah membahas pejanjian dagang bebas yang dinamakan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Di mata Tiongkok, TPP adalah saingan untuk RCEP sekaligus bentuk “perang terbuka” AS melawan Tiongkok. Implikasinya, stabilitas di kawasan bisa terganggu karena persaingan yang makin meruncing antara AS dan Tiongkok. Hal itu akan menambah rumit konstelasi geopolitik di kawasan Asia Pasifik yang telah dibikin runyam oleh isu Laut Tiongkok Selatan.
Daftar Pustaka Karya Tulis ini bersumber dan mengutip sebagian besar dari artikel-artikel di internet dan berita online:
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com