Acara Idol di TV dan Pemahaman tentang Pemilu

Bagikan artikel ini

Pipit Apriani, mahasiswa Program Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia, Research Associate Global Future Institute (GFI)

Pada satu acara buka puasa bersama, saya berbincang-bincang dengan seorang penyelenggara pemilu level kabupaten/kodya yang hadir di sana. Obrolan singkat itu semakin meyakinkan saya betapa rendahnya pemahaman para mantan caleg mengenai pemilu legislatif yang baru saja lewat. Menurut sejumlah penelitian mengenai hal ini, memang begitulah adanya. Jangankan caleg, bahkan aleg atau anggota legislatif yang sudah duduk di parlemen pun kurang dan tidak memahami kerja dan jobdesk anggota parlemen baik parlemen level nasional maupun level di bawahnya.

Bahkan lebih parah lagi, lontaran kalimat seperti ini sering kali terdengar, “Saya sudah beberapa kali jadi caleg dan gagal. Sebutkan uang yang anda minta, saya berikan. Yang penting saya lolos dan jadi aleg.” Atau, “Tim sukses saya bilang, kalau kenal dengan anggota KPUD, maka lebih enak. Posisi saya akan aman.”
Bapak dan Ibu, Caleg dan mantan Caleg yang terhormat, menjadi caleg tidak otomatis menjadi aleg (anggota legislatif). Cara yang mudah untuk menghitung probabilitas seorang caleg mendapatkan kursi di parlemen adalah dengan menghitung kursi yang tersedia di parlemen, apapun levelnya, untuk dapil itu dan membandingkandengan jumlah orang yang berminat pada kursi tersebut alias menjadi caleg. Hal ini sama seperti ketika seorang lulusan SLTA berminat untuk kuliah di PTN, maka dia harus mengikuti ujian SNMPTN. Kalau SNMPTN, ujiannya tertulis dan nilai seorang peserta diadu dengan nilai peserta lain. Dalam pemilu, “nilai” kita dihitung dari pilihan pemilih terhadap kita, bukan oleh penyelenggara pemilu. Penyelenggara pemilu cuma mengurusi masalah administrasi caleg saja. Setelah caleg dinyatakan lolos seleksi administrasi dan diajukan oleh partai, caleg harus berjuang agar pemilih memilih dia. Caranya terserah caleg dan tim suksesnya, yang penting sesuai dengan rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh KPU. Jangan-jangan para caleg ini tidak pernah baca Peraturan KPU dan UU Pemilu. Apalagi baca buku-buku tentang pemilu, demokrasi, kebijakan publik, hukum dan sebagainya.
Acara-acara “idol” di TV merupakan latihan pemilu yang baik dan paling sederhana untuk dipahami baik oleh caleg maupun rakyat biasa yang menjadi pemilih dan bakal caleg di pemilu legislatif mendatang. Dalam acara idol, setiap penampilan peserta idol dikritik oleh juri dan penonton memilih salah satu dari peserta. Yang lolos digembleng lagi untuk dicela dan dikritik pada sesi tampilan berikutnya. Kata kuncinya adalah latihan dan gemblengan, bukan menyuap juri.
Caleg juga harusnya juga seperti itu. Belajar yang benar di sekolah yang benar supaya lolos seleksi administrasi, belajar tambahan melalui baca buku, seminar, diskusi dan lain-lain untuk memperkaya kompetensi diri, latihan berbicara di depan publik agar mampu menyampaikan visi misi sesuai platform partai bergaul dan berinteraksi di masyarakat supaya pemilih kenal dengan calon wakilnya. Bukan menyuap penyelenggara pemilu, bukan menyuap rakyat dengan sogokan atau money politics. Pikiran nakal saya yang lain adalah, jangan-jangan mereka juga tidak tahu apa itu platform partai dan apa saja platform partai mereka sendiri. Lalu untuk apa ikut-ikutan jadi anggota parlemen?
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com