Jika pemerintah Jokowi sungguh akan melaksanakan Trisakti sebagaimana digariskan Bung Karno, maka 60 tahun Dasasila Bandung menjadi strategis untuk menggalang kekuatan dan kebersamaan negara-negara berkembang seantero Asia-Afrika, yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia memadai. Hal ini penting sekali, mengingat dewasa ini di beberapa negara Asia dan Afrika tengah terjadi perubahan politik kekuasaan dengan cara kekerasan bersenjata yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Bandung. Demikian siaran pers bersama Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI) Hendrajit dan Ketua Dewan Pakar Pengurus Daerah Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Raya Giat Wahyudi di Jakarta, Senin (13/4/2015) siang.
Siaran pers itu menyebutkan, perkaranya terhadap peristiwa peringatan 60 tahun Dasasila Bandung, publik sama sekali tidak tahu, apakah perhelatan yang tengah disiapkan pemerintah via panitia yang diketuai Luhut Binsar Panjaitan sekadar peringatan saja, atau sekaligus sebagai ajang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika?
“Bila yang akan ditempuh adalah peringatan sekaligus konferensi, berarti kita melakukan Konferensi Asia-Afrika (KAA) ketiga. Pernyataan ini perlu diketahui publik, sebab KTT Asia-Afrika yang diselenggarakan sekarang tidak boleh terputus dengan KAA pertama di Bandung dan KAA kedua yang akan dilaksanakan di Aljazair tahun 1965, tetapi tidak terselenggara karena terjadi kudeta di sana, kemudian dipindah ke Kairo, Mesir. Hal lain yang perlu dikritisi pada peringatan KAA kali ini, terpampangnya poster Nelson Mandela di seantero Bandung, padahal Nelson Mandela bukan peserta KAA 1955,” demikian bunyi siaran pers itu.
Dalam siaran pers itu juga dinyatakan kalau KTT Asia-Afrika yang kini tengah disiapkan tidak dinyatakan sebagai KAA ketiga, berarti ada upaya terorganisir melalui institusi pemerintah untuk memanipulasi dan menggelapkan visi-misi dan sejarah Dasasila Bandung. Berkaitan dengan hal itu Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia perlu membuat pernyataan resmi agar khalayak menjadi mafhum.
Sebagaimana dinyatakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada wartawan beberapa waktu lalu, bahwa ada tiga agenda yang akan dibahas dalam KTT Asia-Afrika di Bandung pada 18 – 24 April 2015 mendatang, yaitu perumusan misi Bandung, perumusan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya, serta kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara Asia-Afrika.
Menurut Hendrajit dan Giat Wahyudi dalam pernyataan bersamanya itu, menjadi masalah besar bila kesempatakan yang dirumuskan bertentangan dengan Dasasila Bandung. Apalagi jika Misi Bandung dirumuskan untuk mengganti kedudukan Dasasila Bandung yang mungkin dianggap kadaluarsa. Hal ini perlu dicermati, pada 8 – 9 April 2015 Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membuka seminar di Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, yang bertajuk: Bandung Conference and Beyond 2015 yang tertutup untuk wartawan. Bukan mustahil hasil seminar ini menjadi rujukan Misi Bandung? Jika hal ini terjadi, anekdot aktivis Bandung bahwa Dasasila Bandung akan diubah menjadi “Dasasila Yogya” dalam rupa Misi Bandung, bukan isapan jempol!
Sebaliknya menjadi sangat strategis bila yang dirumuskan merupakan implementasi dari Dasasila Bandung sebagai upaya merespon perkembangan geo-politik, geo-ekonomi, dan geo-strategis dalam peta hubungan internasional dewasa ini. Di sini kita tidak boleh lengah, meski Blok Timur bangkrut, namun neo-kolonialisme-neo-imperialisme belum gulung tikar, sebaliknya semakin merajalela.
Berbanding lurus dengan hal itu, yakni munculnya perubahan politik kekuasaan di Irak, Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, Yaman yang bersimbah darah sarat kekerasan bersenjata, perseteruan di Afganistan, pemberontakan Macan dan Elang Tamil yang terus menghantui Srilanka, dan ketegangan antara Filipina dan Malaysia, sudah saatnya dibahas dalam 60 tahun KAA. Maka layak dibentuk Komisi Perdamaian, Komisi Kemanusiaan dan Komisi Anti Teroris dan Narkoba untuk menangkal gerakan terorisme sebagai ISIS dan kejatahan Trans-Internasional mafia Narkoba.
Hendrajit dan Giat Wahyudi menyatakan, KAA dengan Dasasila Bandung harus implementatif, transformatif, dan inkuslif agar mampu menyelesaikan perkara politik, ekonomi, keamanan, sosial budaya yang membelit seantero negara-negara Asia-Afrika dengan berpokok pada kedaulatan, keberagaman, kebersamaan dan perdamaian dunia.