Beberapa Simpul Pemikiran dari Diskusi Terbatas GFI dan Para Stakeholder Kebijakan Luar Negeri Indonesia 31 Januari 2013

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Kamis, 31 Desember 2013 di Jakarta, dalam rangka peluncuran Edisi II Jurnal The Global Review Quarterly, Global Future Institute menyelenggarakan Diskusi Terbatas dengan mitra strategis yang selama ini dijalin dan juga melibatkan para stakeholder kebijakan luar negeri Indonesia. Berikut simpul pemikiran dari diskusi terbatas GFI tersebut:

1. Para peserta diskusi bersepakat bahwa Laut Cina Selatan bukan sekadar medan tempur, melainkan berpotensi menjadi Mandala Perang baru antara Amerika Serikat dan Cina di Asia Tenggara.
2. Laut Cina Selatan mempunyai nilai yang jauh lebih strategis secara geopolik dibandingkan Lautan Hindia.
3. Mengantisipasi tren global tersebut di atas, Indonesia harus memainkan peran yang lebih aktif, dan perlu menjabarkan politik luar negeri Bebas-Aktif secara lebih lebih imajinatif.
4. Para Peserta Diskusi mengakui bahwa hingga kini Indonesia belum mempunyai blueprint atau cetak biru Politik Luar Negeri.
5. Terkait dengan komitmen dan upaya memberdayakan politik luar negeri Indonesia yang lebih berdaulat dan mandiri, maka arah kebijakan dan pola Kepemimpinan Nasional Indonesia ke depan harus dirubah secara menyeluruh dan mendasar.
6. Maka dari itu, Global Future Institute sepakat dan memberi apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap peringatan (warning signal) yang disampaikan oleh Letnan Jenderal (Purn) Suharto, mantan Komandan Jenderal Marinir, bahwa perlu adanya satu upaya mengobah arah kebijakan dan strategi nasional sebelum 2014. Sebab jika tidak, Indonesia akan memasuki fase Penjajahan tahap ketiga.
7. Meningkatnya eskalasi konflik antara Amerika Serikat dan Cina, disadari betul oleh seluruh peserta diskusi, akan berpotensi membawa dampak buruk bagi Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan ASEAN, dan Asia Tenggara pada umumnya.
8. Peserta diskusi menaruh kekhawatiran yang amat besar, terhadap semakin agresifnya manuver Angkatan Perang Amerika Serikat di beberapa negara di kawasan ASEAN terkait upaya AS untuk memperoleh pangkalan militernya. Dan khususnya, terhadap rencana Pembangunan kembali Gedung Kedutaan Besar AS di Jakarta. Yang menurut rencana, akan dijadikan “basis militer terselubung” dengan merancang gedung kedubes AS tersebut sedemikian rupa, sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai Kantor Cabang Pentagon terselubung di Indonesia.
9. Terkait konflik perbatasan(border dispute) antara Cina dengan beberapa negara di kawasan ASEAN terkait beberapa wilayah yang dilalui wilayah Laut Cina Selatan, peserta diskusi mempertimbangkan secara konstruktif kemungkinan peran Indonesia sebagai PEACE MAKER untuk memprakarsai upaya-upaya melalui jalan damai di laut cina selatan, agar konflik AS-Cina yang semakin meningkat eskalasinya, tidak menyeret dan melibatkan negara-negara di kawasan ASEAN. Dengan mengupayakan secara lebih efektif dan maksimal, mekanisme forum yang ada di ASEAN seperti KTT ASEAN maupun ASEAN REGIONAL FORUM.
10. Posisi Indonesia yang relatif tidak terkait langsung dengan konflik perbatasan dengan Cina, diyakini oleh para peserta diskusi berpotensi memainkan peran sebagai PEACE MAKER atau juru damai baik terkait konflik AS dan Cina di kawasan ini, maupun antara Cina dan beberapa negara di ASEAN yang terlibat dalam konflik perbatasan.
11. Terkait sikap dan peran Indonesia sebagai juru damai di ASEAN maupun penyelesaian konflik antar negara di wilayah Laut CIna Selatan tersebut di atas, seluruh peserta diskusi bersepakat harus ada perobahan mindset/pola pikir/cara pandang terlebih dahulu di tataran Kepemimpinan Nasional, maupun para Stakeholder atau Pemangku Kepentingan Kebijakan Luar Negeri baik di Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ekonomi, Kementerian Politik dan Keamanan, serta badan intelijen negara.
12. Adapun mindset dan cara pandang baru di tataran Kepemimpinan Nasional, harus didasarkan pada rasa Kedaulatan dan Kemandirian kita sebagai bangsa. Dan kesadaran bahwa Indonesia sejatinya merupakan bangsa dan negara yang memiliki nilai strategis secara geopolitik baik di kawasan Asia Tenggara maupun Dunia Internasional pada umumnya.
Daftar Peserta:
1. P2KP Organisasi Internasional KEMENLU RI, Bpk. Torang Pakpahan.
2. ASDEP Hubungan Internasional, Deputi Seswapres Bidang Politik, Sekretariat Wakil Presiden RI, Bpk. Ramli Kartianto.
3. Peneliti Tamu Universitas Parahyangan, Mr. Jann Christoph.
4. Gerakan Kebangsaan Rakyat Semesta, Ibu Indra Sugandhi.
5. Cikini Centre, Dr. Zulkifli.
6. Wartawan Senior, Bpk. Nurman Diah.
7. Majalah Indo Petro, Bpk. Kusairi.
8. Mitra Setara (Bumiputera Setara), Bpk. Dr. Ing Ilhamy Elias, SE.
9. Jakarta Int’l Law Office (JILO), Bpk. Luthfi Yazid.
10. UIN Syarif Hidayatullah, Ibu Isniati Kusmini.
11. Universitas Indonesia, Bpk. DT. Rimbawan.
12. Universitas Airlangga, Bpk. Dr. Tjuk Kasturi
13. Universitas Presiden, Dimas Chandra M dan Zahra Putri Irfinia.
14. Universitas Nasional, Dicky Reza, Rohman, Teguh Budi H
15. Guntur 49, Sdr. Huda.
16. Gerakan Menutup Lumpur Lapindo (GMLL), Bpk. Let. Jend (Purn) Suharto.
17. Penerbit Padasan, Ibu Laora Arkeman.
18. Pemenang Lomba Penulisan Artikel dalam rangka HUT GFI ke-5th, IGB Dharma Agastia sebagai Juara I dan Bunga Ramadani sebagai Juara II.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com