Galakkan Pancasila di Semua Kalangan Masyarakat Indonesia

Bagikan artikel ini

Titi Viorika, peneliti muda di Forum Dialog (Fordial), Jakarta

Merupakan kenyataan sejarah siapakah PKI itu, bagaimana sejarah pertumbuhannya di Indonesia, bagaimana strategi, taktik dan teknik kegiatannya untuk menyebar luaskan faham komunis dan untuk berkuasa di Indonesia sudah merupakan tulisan sejarah yang terdapat pada semua dokumen sejarah Indonesia, yang tidak mungkin ada manusia yang mampu mengubahnya.

Oleh sebab itu sungguh bodoh generasi yang hidup dewasa ini yang percaya dan mengatakan sejarah tentang G 30 S/PKI yang ada sekarang adalah kreasi dari Orde Baru. Mereka mengatakan akan meluruskannya, tetapi tidak tahu pada bagian mana dari tulisan tentang sejarah PKI yang ada sekarang yang bengkok, karena tidak benar.

Semua golongan yang ingin tampil setelah reformasi mencoba menggunakan taktik mencaci maki mantan Preisden Soeharto dan secara tidak sadar telah merehabilitasi PKI, dengan mengatakan peristiwa G30S/PKI adalah strategi dan taktik Jendertal Soeharto untuk berkuasa. Tuduhan dan isu ini memang sangat sulit dihapus dari fantasi politik para politisi yang ingin mengambil muka pada saat dimulainya reformasi hingga saat ini. Meskipun kembali mereka hanya mampu menjelaskan isu tersebut, tetapi hingga saat ini belum pernah ada tulisan lengkap yang mengklaim sebagai koreksi atas sejarah G 30 S yang didokumentasi selama masa Orde Baru.

Sebenarnya masalah ini akan sudah selesai apabila pemerintahan pasca Orba berani tergas menyatakan yang mana sejarah yang benar mengenai G 30 S yang terjadi pada tahun 1965. Sayangnya Presiden SBY seorang Presiden dari TNI yang mengalami hidup pada masa-masa jayanya PKI, semasa Orde Baru dan kini memimpin masa reformasi juga belum pernah turun tangan mengenai sejarah G 30 S tahun 1965 tersebut.

Sebuah buku putih tentang G 30 S tahun 1965 yang resmi diterbitkan oleh Orde Baru dalam hal ini Sekretariat Negara pada masa Mensesneg Moerdiono dengan judul “Gerakan 30 September 1965/PKI dan Penumpasannya” tidak satu orangpun mampu mermbantah dan mengomentari. Buku tersebut diterbitkan dalam dua edisi, bahasa Indonesia dan Inggris, seharusnya diperbanyak dan digunakan sebagai bacaan resmi di semua perpustakaan.

Kabinet KIB I dan KIB II nampaknya juga lupa bahwa komunisme adalah bahaya yang harus diwaspadai untuk tidak bangkit kembali di Indonesia. Namun demikian  tidak jelas kementerian mana masalah kewaspadaan terhadap ancaman ideologi komunis diserahkan tanggung jawabnya.

Tidak ada larangan bagi Perguruan Tinggi melakukan studi terhadap faham Marxisme/Leninisme dan Komunisme dalam kuliah masalah ekonomi dan hukum, bukan berarti rakyat Indonesia boleh menyebar luaskannya kembali. Inilah salah satu kesalahan pengertian setelah reformasi. Oleh karena itu, sangat disesalkan adanya pendapat seorang mantan anggota DPR-RI yang mengatakan, setelah reformasi bangsa Indonesia bebas memilih aliran ideologinya, termasuk memilih untuk menganut Marxisme. Sayang tidak serorangpun mengoreksi pernyataan yang ngawur tersebut.

Untuk mencegah bangkitnya kembali PKI, bukan harus dilakukan dengan menangkap semua aktivis politik yang dewasa ini merintis lahirnya organisasi embrio sebuah PKI baru, tetapi mengumandangkan kembali bahwa Pancasila adalah falsafah dan ideologi nasional yang tepat.

Oleh sebab itu Pusat Kajian Pancasila yang dapat berfungsi sebagai Lembaga P-4, yang pernah diresmikan gedungnya oleh Presiden SBY perlu diaktifkan. Gedung ini pernah diresmikan keberadaannya pada awal tahun ini (2013) di daerah Bogor, tetapi setelah itu belum pernah terdengar aktivitasnya.
Presiden SBY tampaknya perlu mendapatkan informasi yang strategis tentang gambaran adanya potensi bangkitnya kembali PKI dan oleh sebab itu musuh itu harus dibunuh, ketika masih berada pada tingkat potensi, dengan cara kita menggalakkan Pancasila dikalangan masyarakat Indonesia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com