Indonesia Sedang Menuju Hiperinflasi

Bagikan artikel ini

Dina Y Sulaeman, mahasiswi Program Doktor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, research associate Global Future Institute, penulis buku ‘Prahara Suriah’

Sementara kita disibukkan oleh berbagai konflik internal (atau konflik di Timteng, tapi gelombang kebencian dibawa-bawa ke sini), ternyata sebenarnya negara kita sedang di ambang kebangkrutan, menurut info dari Trwn Rloz. Berikut paparannya (saya menggabungkan beberapa statusnya dan kalimatnya saya sederhanakan-penulis):

Lana Soelistianingsih, dari Samuel Sekuritas, mengatakan, “the rupiah is expected to depreciate further through the end of the year, with the lion’s share of corporate dollar demand to settle overseas debt peaking in the second half. Lana said that Indonesia’s foreign exchange reserves at at $98.1 billion as of June and the trade deficit still persists, so the only hope for foreign exchange is from the influx of foreign portfolio funds and loans.”
Bahasa Indonesia sederhananya: “Rupiah akan jatuh terus, satu satunya yang bisa menolong Indonesia adalah hutang dan investasi luar negeri.”
Padahal hutang atau investasi itu hanya masuk jika ada janji pengembalian yang lebih tinggi; jika produktivitas riil sebenarnya tidak meningkat, akhirnya apa yang terjadi? Akan terjadi penurunan pendapatan riil bagi masyrakat dan kaum buruh melalui mekanisme pelemahan mata uang dan daya beli (dan ini sudah terjadi!) Ujung-ujungnya adalah pelebaran jurang antara kaum kaya dan kaum miskin. Dan biasanya (di negara yang penduduknya ‘normal’ dan ‘nyadar’) akan terjadi revolusi.
Berikut ini data-data dari BPS ini menunjukan indikasi bahwa Indonesia sedang menuju kebangkrutan massal:
Rasio Jumlah Hutang keluarga kpd GDP: 25% 
Jumlah external Hutang LN agregate : naik 600% dari 2008 ke 2013;
Indonesia Current Account: ALL TIME LOW ; CPI : All time HIGH ; M2: All time HIGH ; 
Forex Reserve: 4 years low ; Loan to private sector: all time high ;
Gov Dept to GDP ratio: yang ini OK, menurun terus ; 
Industrial Production 20 tahun = Flat ; 
Consumer Spending = All time high.
Bahasa Indonesia sederhananya: Ini gejala sebuah negara yang sedang bergerak dari tahap inflasi menuju hiperinflasi. Berbeda dengan krisis thn 1997, kali ini krisis di Indonesia dipicu oleh rumah tangga yang berkonsumsi jauh melebihi output produktivitasnya. Rasio jumlah hutang keluarga terhadap GDP Indonesia ini termasuk paling tinggi di Asia.
Nah, kenapa kok keluarga banyak berhutang? Bisa jadi karena gaya hidup (sok-sokan beli barang mahal dg hutang) atau karena memang biaya hidup dasar (makan, sekolah, transport, rumah sakit) meningkat dan tidak tercukupi oleh penghasilan.
Data lain juga menyebutkan dana cadangan Bank Indonesia untuk membiayai negara hanya cukup beberapa bulan mendatang. Defisit akan berlangsung lama sehingga akan menekan rupiah. Pemerintah kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga dan efeknya adalah PHK massal dan kredit macet, yang ujungnya hiperinflasi.
Berikut tanggapan dari saya. Lalu, apa yang musti kita lakukan? Pertama, stop ribut untuk masalah-masalah yang sebenarnya pengalihan isu pihak-pihak tertentu supaya masyarakat nggak nyadar apa yang sedang mengancam mereka. Situasi ini sangat rentan, gampang dipicu untuk memunculkan perang saudara. Kita tingkatkan kewaspadaan atas upaya pemecahbelahan masyarakat yang ujungnya perpecahan NKRI (karena inilah yang diinginkan para kapitalis global, biar mereka semakin leluasa menguasai SDA kita). Kedua, perketat pengeluaran. Ketiga, berdoa dan bersedekah (kan ada hadisnya, sedekah itu menarik rizki). Keempat, ini adalah saran dari anak saya Reza (usia 7 th): “Ayo kita pindah ke luar negeri aja, supaya kalau Indonesia bangkrut, kita tetap berjaya” (bener, ini keluar dari mulut Reza.. karena saya mendiskusikan masalah ini bersama suami, di depan anak-anak saya).
Ada saran lainkah?
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com