Umumnya kita, cuma tahu Anwar Tjokroaminoto adalah salah satu putra HOS.Tjokroaminoto, motor penggerak Sarekat Islam.
Padahal sejak 1927 ketika Pak Tjokro mengelola suratkabar Fajar Asia, Anwar sudah sering membantu ayahnya sebagai korektor. Waktu itu, Fajar Asia berkantor di Senen 117 Jakarta.
Namun Anwar merasa nggak bakat nulis. Padahal Pak Tjokro yang jeli melihat karakter atau bakat orang malah berpandangan sebaliknya. “Padahal kau itu bisa nulis lho. Ini dapat kulihat dari surat-suratmu yang selama ini kau kirimkan kepadaku. Dan juga laporan-laporan yang kau kirim ke sekretariat partai.”
Pak Tjokro nggak mengada-ada atau cuma menyenangkan putranya. Waktu terjadi gempa bumi di Gunung Seminung di Rinau, Lampung, Anwar mengirim laporan tertulis yang cukup informatif kepada ayahnya.
Sehingga oleh Pak Tjokro laporan itu diperbanyak dan dimuat di Harian Mestika, Yogyakarta. Maka mengalirlah sumbangan dari berbagai penjuru tanah air untuk para korban bencana alam.
Sekadar info. Suratkabar Mestika diasuh HOS Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim pada 1930, ketika keduanya bermukim di Yogyakarta.
Sampailah cerita saat Anwar yang sudah lebih percaya diri, kemudian melamar ke harian Pemandangan yang waktu itu pemimpin redaksinya adalah Mohammad Tabrani. Jurnalis lulusan Jerman. Kelak Tabrani merupakan salah satu.perintis pers perjuangan.
Tabrani setuju. Dan inilah kesepakannya. Anwar diterima sebagai korektor. Dan ini atas permintaan Anwar sendiri. Tapi juga boleh ikut nulis buat Pemandangan. Inipun usulan Anwar.
Tabrani menilai tulisan-tulisan Anwar oke juga. Sebegitu bagus tulisan tulisannya, dalam tempo setahun.Anwar dipromosi sebagai redaktur pertama. Istilah Belanda-nya waktu itu,eerste redakteur.
Sejak mulai dipercaya nulis di harian Pemandangan yang dipimpin Tabrani, Anwar tugasnya menulis pojok dan menyalin kawat-kawat berita dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia. Kalau istilah sekarang kilasan berita. Dulu di era Anwar, semua berita dunia dilansir dari kantor berita Belanda, Aneta.
Anwar gabung dengan Pemandangan merupakan pengalaman jurnalistik amat berharga. Di Pemandangan selain Tabrani sebagai big bos, juga ada Mohammad Sin, Zen Zanibar dari Pagaralam, Soendoro Tirtosiwojo dan A Hamid. Juga Asa Bafagih dan Koesoemaningrat.
Setiap hari Anwar nulis dua atau tiga artikel. Kadang Tajuk Rencana, berita berita luar negeri yang ia tulis dalam gaya feature atau pojok.
Ulasan ulasan Anwar tentang berita berita luar negeri menurut wartawan senior Subagyo IN dalam bukunya Jagad Wartawan Indonesia, sangat ditunggu para pembaca.
Menurut cerita Subagyo, pernah suatu kali artikel telaah luar negeri yang selalu ditulis dengan inisial A.Tj yang siapa lagi kalau bukan Anwar Tjokroaminoto, ditegor pembaca-pembaca-nya lantaran artikel itu tidak muncul. Salah satunya, Djohan Johor. Itu waktu termasuk seorang pengusaha Indonesia yang cukup bonafit
Rupanya artikel artikel liputan luar negeri dianggap bermanfaat bagi para pedagang lantaran ramalan ramalannya ihwal perkembangan dunia dianggap cukup jitu.
Namun ada dimensi lain yang terungkap dalam episode Anwar di Pemandangan. Ternyata Anwar juga diminta bikin ulasan luar negeri di Persatuab Pemancar Radio Ketimuran yang dipimpin oleh Mr Soetardjo Kartohadikoesoemo dan Mr Soebardjo.
Semula ulasan ulasan luar negeri disampaikan oleh Mr Soemanang. Namun belakangan pekerjaan itu diserahkan kepada Anwar.
Menariknya, angle yang dipakai Anwar dalam ulasan ulasan luar negerinya selalu tidak pernah memihak Belanda. Bahkan saat Belanda sudah diserbu Jerman saat Perang Dunia II.
Tak heran kalau Belanda memandang Anwar sebagai musuh dan masuk target operasi Belanda. Waktu Pemandangan digrebeg Belanda, di laci meja Tabrani ada foto klise Mohammad Hoesni Thamrin. Namun ini cuma kebetulan saja. Karena Anwar lah yang diincer Belanda.
Saat oplaag Pemandangan makin meroket, beberapa harian terpaksa dilarang terbit saat Jepang menjajah Indonesia.
Namun beruntung buat Pemandangan boleh tetap terbit meski harus merger dengan Asia Raya yang dipimpin Soekardjo Wirdjopranoto. Tokoh sentral Partai Indonesia Raya.
Di sini episode Anwar sebagai jurnalis bukannya memudar. Malah makin moncer. Meski pemimpin redaksi adalah Winarno Hendronoto, namun karena kendala kesehatan, prakteknya pimpinan sehari-hari dilakukan oleh Anwar.
Di sinilah Anwar praktis tergabung dalam jejaring para jurnalis pergerakan kemerdekaan Indonesia. Di Asia Raya bergabung juga BM Diah,: kelak pemilik Harian Merdeka. Rosihan Anwar yang di Asia Raya malah redaktur luar negeri, kerjaan Anwar waktu masih di Pemandangan. Rosihan setelah pecah kongsi setelah sama sama di harian Merdeka:, kemudian merintis harian Pedoman.
Di Asia Raya selain jadi pelaksana tugas Penimpin Redaksi, juga menulis pojok. Sentilannya tajam tapi dengan bahasa yang halus dan penuh humor. Tapi pembaca tahu ada maksud di balik yang tersirat.
Praktis selama era Jepang, Anwar tercatat sebagai wartawan perang bersama Adam Malik. Keduanya pernah ikut latihan kemiliteran. Dididik sebagai koresponden perang. Selain itu Anwar dan Adam Malik Cs dihimpun dalam Perkumpulan Wartawan. Shimbun Kaisha Kai. Anwar jadi ketuanya. Menarik bukan?
Perjalanan nasib Anwar sebagai ketua Shimbun Kaisha Kai ini kelak amat berguna bagi Anwar. Berdasar pengalaman di kewartawanan dan ketentaraan, Presiden Sukarno pada awal kemerdekaan menugaskan Anwar bersama Mayor Jenderal Urip Sumoharjo membangun markas besar tentara. Sekaligus jurubicara angkatan bersenjata.
Sebenarnya ada banyak lagi penggalan-penggalan cerita ihwal Anwar di luar kiprahnya dalam kewartatawanan dan ketentaraan. Misalnya pertemuan selintas dengan seseorang yang kelak baru ia sadari kalau itu adalah Tan Malaka.
Sewaktu di hotel Merdeka, Solo diselenggaran Kongres pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sontak Anwar melihat ada mobil berhenti di depan hotel. Dari dalam mobil keluarlah Rosihan Anwar.
“Bung Anwar, ini.pak Tan ada di dalam.” Tentu saja Anwar bingung siapa yang dimaksud Pak Tan. Waktu keluar mobil, muncullah wajah yang pernah ia lihat beberapa kali saat pendudukan Jepang dulu.
Rupanya bukan cuma Anwar yang familiar. Tan Malaka pun juga mengenali Anwar. Sontak bung Tan memeluk Anwar. “Mohon maaf bung Anwar. Waktu itu saya terpaksa tidak dapat berterus terang mengatakan siapa saya sesungguhnya.”
Waktu zaman Jepang, Tan berada di Banten:, menyamar sebagai mandor Romusha, bernama Ilyas Husein.
Anwar yang penyuka musik kroncong penggemar musik Hawaian ini, lahir pada 3 Mei 1909. Wafat pada Desember 1975. Dikaruniai 8 orang anak.
Hendrajit, wartawan senior