Meluruskan Pro Kontra Cerita Terkait Pemberontakan PKI

Bagikan artikel ini

Riska Prastya, peneliti muda di Forum Dialog (Fordial) Jakarta

Pendukung PKI selalu mengumandangkan slogan pelurusan sejarah tentang Gerakan 30 September 1965, karena peristiwa G 30 S Tahun 1965 adalah rekayasa Jenderal Soeharto untuk berkuasa. Baru-baru ini di Universitas Hasanuddin Makasar telah berlangsung sebuah diskusi yang temanya adalah meluruskan sejarah G 30 S yang terjadi pada tahun 1965 dengan menggunakan sebagai acuan sebuah buku yang berjudul “1965”. Buku tersebut tentu ditulis oleh seseorang yang tidak mengetahui apa itu gerakan 30 September 1965, sehingga isinya pasti banyak mengandung data-data asumsi dan manipulasi.

Patut disyukuri diantara para generasi baru masih ada figur-figur seperti Wakil Ketua Umum PB NU DR (Hc) As’ad Said Ali, yang berani dan mampu menulis buku dan diterbitkan sebagai Buku Putih PBNU, tentang korban yang dialami PKI dalam peristiwa pemberontakan PKI Tahun 1948 dan dalam peristiwa gerakan 30 September 1965, sebagai koreksi atas angka-angka yang ditulis oleh penulis-penulis Barat. Buku yang ditulis oleh mantan Wakil Kepala BIN ini pasti ilmiah dan kredibel sehingga perlu disosilisasikan secara meluas untuk menghilangkan pro kontra cerita terkait pemberontakan PKI.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As’ad Said Ali mengakui penerbitan buku putih NU yang berjudul “Benturan NU-PKI 1948-1965” melawan arus utama saat ini. As’ad mengklaim buku yang diterbitkan PBNU itu membalik angka korban yang dinilai dimanipulasi oleh peneliti barat. “Buku ini mengungkap adanya dramatisasi jumlah korban dalam beberapa catatan sejarah yang ada. Dari sekitar belasan atau puluhan ribu menjadi ratusan ribu, bahkan peneliti barat mengasumsikan jumlah korban menyentuh angka hingga satu juta orang,” kata As’ad dalam pembukaan peluncuran buku di Gedung PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/12).

As’ad mengungkapkan jumlah korban yang dilansir oleh peneliti barat dianggap hanya mencari efek spektakuler. Dia mengklaim buku putih NU itu telah menelusuri semuanya dan yakin adanya dramatisasi. “Beberapa tulisan yang diterbitkan dan dijual bebas memang sengaja memilih asumsi angka korban yang paling besar agar memunculkan efek spektakuler. Hingga saat ini jumlah dibiarkan simpang siur dan masyarakat barat heboh dengan ulah para peneliti mereka sendiri,” papar As’ad. Bagi PBNU, buku putih itu akan dibukukan dengan berseri. Menurutnya dalam kasus PKI, NU dianggap sebagai pelaku pembantaian dan buku itu untuk membalik data-data dan pandangan akan hal itu.

“Tim buku putih telah melakukan penelusuran dan mengungkapkan adanya proses dramatisasi jumlah korban itu. Bahkan di beberapa daerah yang menjadi basis PKI, asumsi jumlah korban yang dimunculkan itu lebih banyak dari jumlah penduduk yang terdata saat itu,” terang As’ad (sumber : merdeka.com tanggal 10 Desember 2013).

New Left Masih Aktif Bergerak

Dalam laporan tentang aktivitas para bekas anggota PKI yang masih hidup, para anak kerturunan PKI dan para intelektual generasi baru yang meminjam istilah lama patut kita beri sebutan kelompok “The New Left”, diantaranya yang tinggal di Eropa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur nampak aktif mepersoalkan masalah hak asasi para PNS yang dipecat oleh Pemerintah Orde Baru, karena diklasifikasi sebagai simpatisan PKI Golongan C. Mereka ini oleh MA dibenarkan dan MA memutuskan mewajibkan Pemerintah merehabilitasi para PNS yang dipecat, karena diklasifikasi sebagai simpatisan PKI Golongan C. Dalam hubungan ini tersiar kabar, Presiden SBY didukung Ketua MPR Sidarto Danusaputro akan menerbitkan Keppres yang merehabilitasi mereka.

Perlu untuk mengingatkan Presiden SBY supaya masalah ini tidak usah ditanggapi, karena tujuan akhir para bekas anggota PKI yang masih hidup, anak keturunan PKI dan kelompok “The New Left” adalah menghidupkan kembali organisasi PKI.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com