Menyoal Radikalisme dan Maraknya Bentrok Massa

Bagikan artikel ini

Titi Viorika, peneliti muda Fordial, Jakarta

Salah satu persoalan klasik yang masih dihadapi oleh Indonesia yaitu masih adanya kelompok tertentu yang menolak ideologi negara dan kemudian melakukan perlawanan secara diam-diam untuk mengubahnya dengan memanfaatkan momentum reformasi dan demokrasi beserta cover sebagai kegiatan pembinaan mental dan akhlak atau dalam rangka menjalankan perintah suatu agama.

Selain itu, bentrok massa yang mudah terjadi yang disebabkan karena persoalan sepele, juga menyebabkan kohesi sosial masyarakat akan semakin melemah dan ini akan menjadi titik masuk infiltrasi asing kesejumlah daerah di Indonesia.

Aparat keamanan dan aparat intelijen yang ditempatkan di daerah tersebut dituntut keseriusannya untuk memonitor dan meredam kelompok radikal dan mudah pecahnya bentrok massa, jika tidak mau dinilai hanya “makan gaji buta”.

Sejumlah kelompok radikal terus melakukan berbagai kegiatan untuk mewujudkan agendanya. Kegiatan yang dimaksud antara lain melakukan kajian rutin, mengadakan khitanan dan pengobatan gratis kepada masyarakat. Sementara di salah satu pondok pesantren di Labuhan Haji, Lombok Timur, NTB, mereka mengadakan latihan beladiri untuk i’dad, yang juga di isi dengan ceramah mengenai penolakan terhadap sistem Pemilu 2014.

Sedangkan di Desa Cibeber, KecamatanCikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat, juga diinformasikan bahwa jama’ah Negara Islam Indonesia (NII) yang dipimpin salah seorang Camat NII Cikalong mengadakan tausiah rutin membahas kebenaran aqidah Islam dan hukumnya.

Walaupun beberapa kelompok radikal terus melakukan kegiatannya, namun sedemikian jauh aktivitas mereka masih bersifat pembinaan internal dalam rangka memupuk aqidah, fanatisme dan sikap-sikap militan. Aktivitas semacam ini tidak bisa dilarang, dibubarkan dan ditindak, karena secara hukum masih dalam batas-batas hak asasinya.

Secara politis mereka masih dalam batas-batas membina ideologi yang tidak dilarang atau menjadi musuh masyarakat, bahkan merupakan agama yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia.

Secara ideologis merupakan keseimbangan aktivitas masyarakat yang mengembangkan ideologi nasional  yang disana sini juga bisa bersifat militan, serta ideologi komunis yang secara historis harus dilarang.

Pembinaan watak-watak fanatik, militan dan radikal selama masih dalam tataran pembinaan internal bukan sebuah bentuk konspirasi yang bertujuan makar, masih sulit ditindak. Meskipun demikian disetiap daerah aparatur teritorial harus mempunyai data dimana titik-titik potensial untuk terjadinya aksi-aksi radikal dalam masyarakat.

Bentrokan Massa

Kasus bentrokan yang dipicu masalah beragam masih terus terjadi dibeberapa daerah. Di awal Desember 2013 di Kelurahan Oepura, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, NTT, terjadi bentrok antar warga Kampung Kuanfau, mengakibatkan 1 warga tewas serta 3 unit motor dan mobil rusak. Insiden tersebut dipicu aksi penganiayaan sekelompok warga yang sedang mabuk saat berlangsungnya acara pesta pernikahan.

Sementara itu, di Kecamatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, terjadi bentrok antara warga desa Pesaku dengan Desa Rarapadende Kecamatan Dolo Barat, dipicu perselisihan antar kelompok pemuda. Dalam aksi tersebut, sebuah bengkel milik warga dibakar massa.

Sebelumnya di Surabaya, JawaTimur, sekitar 500 orang dari kelompok pesilatterlibat bentrok dengan sejumlah warga penjaga portal jembatan Branjangan Benowo, mengakibatkan 2 orang luka serta satu unit sepeda motor rusak.

Menurut penulis, didaerah-daerah yang secara tradisional masih kuat penghormatan terhadap masalah-masalah kepahlawanan/heroisme dan kehormatan atas identitasnya masih sangat kuat, bentrok massal antar golongan sangat mudah terjadi. Sikap semacam itu sangat sensitif dan mudah merasa terhina apabila bergesekan dengan pihak lain.

Potensi bentrok massal antar kelompok menjadi lebih besar dengan munculnya isu-isu yang mudah menggugah kehormatan pribadi, misalnya gangguanterhadap wanita dari kelompoklain, konflik tapal batas desa, sesuatu monumen yang dimitoskan serta identitas-identitas lain yang erat dengan harga diri.

Potensi konflik antar golongan di kota-kota besar juga masih potensial terjadi dengan motif-motif yang adakalanya tidak prinsipiil dan sepele, sehingga jelas sekedar pembelaanterhadap identitas diri dari sesuatu kelompok masyarakat.

Sejauh ini mungkin diberbagai kota eksistensi sesuatu gang yang terkenal brutal dan kriminal telah menjadi sebab sesuatu aksi brutal yang klasik dikota tersebut, namun sebuah identitas yang luas eksistensinya dengan ciri-ciri brutal dan kriminal nampaknya belum ada dan harus secara cepat dieliminasi apabila ada gejala muncul kearah terjadinya gang semacam itu.

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com