Penulis : Drs. Toni Ervianto, MSi*
Kekuatan militer sebuah negara seringkali menjadi faktor strategis yang perlu diperhatikan oleh “potential adversaries” untuk menyerang atau setidaknya mengganggu negara tersebut, sehingga tidak mengherankan jika negara yang memiliki kemampuan dan kekuatan militer yang sangat kuat dapat menghegemoni dunia, mengatur dunia bahkan “mempermainkan” serta menginfiltrasi kebijakan luar negeri suatu negara. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika beberapa negara terus menerus memperkuat dan memodernisasi kekuatan militernya sebagai faktor menggertak lawan agar tidak coba-coba mengganggu apalagi menyerang negara tersebut.
Berangkat dari pemahaman global tersebut, maka sejumlah negara terus menerus memperkuat kekuatan militer mereka, seperti misalnya Rusia. Kementerian Pertahanan Rusia menempatkan pesawat tempur pencegat jarak jauh MiG-31 Foxhound yang mempunyai daya jelajah 1.450 km dengan menggunakan bahan bakar internal, bisa ditambah hingga 5,400km jika melakukan pengisian bahan bakar di udara di pangkalan Rogachyovo, Arktik, pada akhir tahun ini untuk memperkuat pertahanan di wilayah utara. MiG-31 mampu melesat pada ketinggian jelajah hingga 2,4 mach atau lebih dari 2.400 kilometer perjam.
Selain pesawat terbang, Rusia juga terus menerus memperbanyak rudal-rudal mereka, seperti pada awal tahun 2012, Angkatan Udara Rusia menguji rudal udara ke udara yang canggih, yang menurut para pakar mungkin adalah K-37M (dikenal juga dengan RVV-BD atau AA-X).
Sementara itu, Cina juga telah mengoperasionalisasikan kapal induk pembawa pesawat tempur Liaoning. Penggunaan kapal ini merupakan bagian dari peningkatan kemampuan militer Cina dalam fungsi pertahanan, di tengah ketegangan maritim di kawasan tersebut. Kementerian Pertahanan Cina menyatakan, penggunaan kapal ini akan “meningkatkan kemampuan pertahanan (Cina), mengembangkan kapasitas kerjasama di kawasan laut dalam kaitannya dengan ancaman keamanan dan akan lebih efektif dalam membela kepentingan bangsa, seperti kedaulatan negara, keamanan, dan pengembangan.”
Upaya Cina memperkuat kapal perangnya juga disebabkan karena memanasnya sengketa pulau Diaoyu atau Senkaku dengan Jepang. Selain itu, juga dilakukan di tengah-tengah ketegangan maritim di kawasan Laut China Selatan antara China, Jepang, Vietnam, dan Filipina.
Timur Tengah Target Penjualan Alat Militer
Sedangkan kawasan Timur Tengah berubah menjadi target pasar paling potensial bagi Sikorsky Aircraft, produsen pesawat Amerika untuk menjual helikopter-helikopternya. Menurut World Tribune seperti dikutip Farsnews (25/09) dalam laporan khususnya menulis, bersamaan dengan program pengurangan anggaran militer yang dilakukan Barat, perusahaan pesawat terbang Sikorsky Aircraft menjadikan kawasan Timur Tengah sebagai pasar yang potensial bagi penjualan helikopter tempurnya dalam beberapa tahun ke depan. Direktur pelaksana Sikorsky mengumumkan keikutsertaan Turki dan beberapa negara lain dalam produksi helikoter tempur model Black Hawk S-70 untuk keperluan tentara mereka. Pihak Saudi menjelaskan bahwa mereka memesan helikopter jenis S-70 untuk keperluan tentara dan aparat keamanan negaranya. Sementara itu pihak Sikorsky mengatakan tidak akan mengirimkan pesanan Saudi tersebut hingga awal tahun 2014.
Negara lainnya di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara yang terus menerus memperkuat militer mereka antara lain Republik Islam Iran, Israel, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Mesir dan Yaman.
Iran misalnya telah mengoperasikan kapal selam berat Tareq 901 pada 18 September 2012 atas instruksi Panglima Besar Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei. Selain Kapal Selam Tareq, kapal perusak Sahand, Jamaran dan Velayat juga menambah perbendaharaan pertahanan Republik Islam Iran, khususnya di angkatan laut negara ini. Keempat produk ini kian meningkatkan kemampuan pertahanan Iran di kawasan. Saat ini Republik Islam Iran memiliki angkatan laut terkuat di Timur Tengah. Alasan Iran memperkuat militernya adalah angkatan bersenjata harus menggapai kemampuan besar sehingga tidak ada yang berani mengganggu Iran.
Arab Saudi dan Qatar misalnya membeli tank Leopard yang bernilai beberapa miliar euro tercatat sebagai penjualan senjata paling penting Jerman di Timur Tengah. Sedangkan, Uni Emirat Arab membeli 60 pesawat tempur Typhoon dari Jerman senilai 6 miliar euro. Mesir sendiri membeli dua kapal selam dari Jerman.
Manuver Jerman yang menjual alat tempur kepada “musuh-musuh Israel” ternyata membuat Israel ketakutan, seperti terungkap oleh Amos Gilad, salah satu perwira tinggi intelijen dan militer Israel dalam lawatannya ke Berlin bertemu dengan petinggi Jerman, departemen pertahanan dan luar negeri serta Angela Merkel, dimana dirinya meminta petinggi Jerman sebelum melakukan penjualan senjata ke negara Arab terlebih dahulu melakukan konsolidasi dengan Tel Aviv.
Amos Gilad yang juga Ketua bidang politik dan keamanan departemen peperangan Israel ini meminta petinggi Berlin sebelum menjual senjatanya ke negara Arab, khususnya setelah kontrak penjualan dua kapal selam ke Mesir, terlebih dahulu menarik simpati dan persetujuan Israel, seperti dikutip koran Haaretz cetakan Israel.
Di laporan ini mengutip salah satu petinggi Israel disebutkan, Tel Aviv sangat mengkhawatirkan penjualan dua kapal selam Berlin ke Kairo, karena Mesir saat ini sangat berbeda dengan Mesir di era Hosni Mubarak.
Sepertinya Jerman dalam penjualan senjatanya ke Timur Tengah memiliki dua tujuan. Pertama, mengingat kondisi ekonomi Jerman, pemerintah sayap kanan Angela Merkel selain menggenjot sektor industri senjata dengan transaksi luar negeri, khususnya ketika anggaran belanja militer dikurangi mencoba untuk meminimalkan pesanan senjata oleh militer negara ini. Dengan penjualan senjata seperti ini, Jerman secara langsung telah membantu rezim Arab pro Barat dan sekutu mereka di Timur Tengah serta ikut andil dalam menumpas gerakan rayat yang menentang pemerintah despotik.
Meski demikian, Israel masih tetap was-was, jangan-jangan ketika terjadi perubahan di negara-negara seperti Arab Saudi dan Qatar, senjata-senjata Jerman ini jatuh ke tangan kelompok yang anti Israel. Terkait penjualan kapal selam ke Mesir serta mengingat perubahan kebijakan di pemerintah baru negara ini terhadap Tel Aviv, Israel takut jika kapal selam tersebut mempengaruhi konstelasi strategis di kawasan serta merugikan Israel. Apalagi jika terjadi peperangan dan kapal tersebut digunakan untuk melawan Tel Aviv.
Angkatan Udara Yaman akan mendapat bantuan 20 pesawat glider dan lima helikopter untuk operasi keamanan, menjaga perbatasan dan mengamati garis pantai Yaman untuk membantu memerangi terorisme.
20 pesawat glider dan 5 helikopter akan tiba pada awal tahun 2013 dan akan digunakan untuk pemantauan, sebagai dukungan internasional bagi Yaman untuk memerangi ekstremisme.
Abdulrahman al-Helali, seorang insinyur utama di angkatan udara, mengatakan pesawat glider digunakan untuk pengawasan, bukan untuk serangan seperti drone. Helali mengatakan Yaman bisa melawan Al Qaeda sendiri, tapi karena beberapa negara menawarkan dukungan, itu harus diterima, terutama karena tekanan internasional untuk memerangi keberadaan Al Qaeda, yang membantu meningkatkan ketidakstabilan nasional.
Di kawasan Asia Timur, Korea Selatan dan Amerika Serikat akan menyutujui kesepakatan perluasan jarak misil Seoul hingga 800 kilometer, cukup untuk menutupi seluruh Korea Utara, dari jarak sebelumnya sejauh 300 kilometer. Amerika Serikat menempatkan 28.500 tentara di Korea Selatan dan menjamin sebuah “payung” nuklir dalam kasus serangan atomik.
Korea Selatan percaya bahwa Korea Utara memiliki 1.000 misil dengan berbagai jenis, banyak dari misil tersebut ditargetkan ke Seoul atau lokasi lainnya di Korea Selatan.
Pelajaran Strategis Bagi Indonesia
Posisi geopolitik, geoekonomi dan geostrategis Indonesia yang sangat krusial jelas membutuhkan penguatan militernya, baik secara hardware (peralatan tempur) ataupun software (mutu sumber daya manusia militer Indonesia dan hal-hal lainnya). Oleh karena itu, parlemen bersama pemerintah selalu setiap tahun terus menerus menambah anggaran pertahanan Indonesia.
Disamping itu, salah satu kesepakatan yang disampaikan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton saat melakukan kunjungan kenegaraan di Indonesia pada 4 September 2012 menyatakan, Amerika Serikat (AS) akan menghibahkan 30 pesawat tempur jenis F-16 kepada Indonesia.
AS dan Indonesia juga akan bekerjasama dalam bidang-bidang regional-global, iklim, pendidikan, ekonomi, pembangunan, serta pertahanan dan hukum. AS intensif mendekati Indonesia disebabkan karena peranan Indonesia yang penting di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik, termasuk kemungkinan AS ingin Indonesia, ASEAN dan Asia Pasifik tetap pro terhadap AS daripada kepada Cina atau Rusia. Kemungkinan besar niat AS ini disebabkan oleh kebutuhan mereka untuk mendapatkan ladang-ladang energi, water dan food di belahan dunia manapun.
Pelajaran strategis bagi militer Indonesia memperhatikan fenomena beberapa negara terus menerus meningkatkan anggaran pertahanan dan memperkuat/memodernisasi angkatan bersenjatanya adalah militer Indonesia juga patut diperkuat, diprofesionalkan serta terus ditingkatkan kemampuannya. Salah satu cara atau upaya untuk membuat militer kita semakin profesional adalah mereka tetap menekuni bidang tugas utama mereka, seperti misalnya meningkatkan kekuatan tempur, profesionalisme intelijen terutama terkait dengan intelijen tempur yang tupoksinya adalah mendapatkan informasi tentang cuaca, medan, dan musuh dll lebih penting diutamakan daripada militer sibuk dengan kegiatan atau operasi diluar militer seperti misalnya masalah politik, masalah luar negeri ataupun terkait dengan intelijen strategis karena sebenarnya masalah-masalah tersebut dapat ditangani oleh pihak di luar militer (sipil) dan tidak perlu melibatkan militer didalamnya.
* Penulis adalah alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indonesia