Perang Mosul dan Jurus Mabuk Erdogan

Bagikan artikel ini
Rekam jejak sosok Erdogan cukup panas di Irak dan Suriah. Pelanggaran kedaulatan Irak dan Suriah oleh Turki menjadi perkara yang enteng di mata Erdogan. Dalam krisis Suriah, kebenciannya kepada presiden negara ini Bashar al-Assad membuatnya tak segan-segan memberikan dukungan secara terselubung maupun terbuka kepada kelompok teroris ISIS agar kobaran api perang tetap memanggang Suriah.
Penyelundupan senjata dan militan dari wilayah Turki ke Suriah, bisnis minyak Ankara dengan ISIS, dan bahkan pelarian dan perawatan militan takfiri yang terluka di Suriah ke wilayah Turki sudah menjadi rahasia umum di Timteng. Tak ketinggalan, Turki juga gencar menggempur para pejuang Kurdi Suriah yang gigih memerangi ISIS.
Sekarang, Erdogan memperagakan jurus mabuknya di tengah perkembangan situasi kota Mosul. Garis teritorial antarnegara Timteng yang sudah ditetapkan dan diakui internasional pasca Perang Dunia I lantas dia persoalkan. Irama nostalgia imperium Ottoman berputar lagi, dan mencerminkan besarnya ambisi Erdogan di belahan bumi Timteng.
Jurus mabuk Erdogan ini bisa jadi juga tak lepas dari kekalutannya di tengah situasi dalam negeri Turki pasca kudeta gagal. Upaya kudeta itu sendiri masih berselimut kabut misteri. Belum ada kepastian mengenai siapa sesungguhnya dalang yang bermain. Kepastian yang ada hanyalah bahwa insiden itu menjadi alasan untuk melakukan penangkapan, interogasi, dan pemenjaraan sekira 35,000 orang dari dalam anatomi pemerintahan Turki sendiri, karena mereka diketahui atau diduga terkait dengan kelompok Fethullah Gulen yang digadang-gadang Ankara sebagai dalang kudeta.erdogan-dan-ottoman
Di tengah gejolak operasi pembebasan Mosul, jurus mabuk Erdogan terlihat luar biasa manakala dia mengaku prihatin terhadap kondisi kaum Sunni Irak, terlebih di Mosul. Dia menyatakan gelisah menyaksikan keterlibatan relawan al-Hasdh al-Shaabi yang disebutnya sebagai milisi Syiah dalam operasi pembebasan Mosul. Dia mengklaim bisa terjadi perubahan demografi yang menguntungkan kalangan Syiah di Mosul pasca pendudukan ISIS nanti.
Klaim Erdogan yang menciderai semangat al-Hashd al-Shaabi dalam operasi pembasmian ISIS di Irak ini berdampak besar. Dengan isu yang sama, Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir mengerahkan upaya diplomatiknya agar Amerika Serikat (AS) menghalangi keterlibatan al-Hashd al-Shaabi dalam perang Mosul melawan ISIS, atau setidaknya mencegah relawan itu masuk ke kota terbesar kedua di Irak ini.
Tindakan Erdogan dan al-Jubeir serta dukungan AS kepada keduanya mengundang reaksi dari Perdana Menteri Irak Haider Abadi. Dia menyebut Turki dan Arab Saudi mengucurkan air mata buaya untuk Sunni Irak, karena dulu kedua negara itu bungkam dan bahkan terkesan puas menyaksikan ISIS yang berhaluan Wahabi berhasil menyerbu dan menduduki Mosul lalu menindas penduduk Sunni serta menghancurkan ikon-ikon peradaban Sunni di sana.
Abadi serta para pejabat Irak lainnya dan bahkan para petinggi Kurdistan dan pasukannya, Peshmerga, memastikan Turki tak pernah diminta membantu operasi militer pembebasan Mosul. Selain itu, partisipasi al-Hashd al-Shaabi dalam perang Mosul juga kian terbatasi akibat tekanan AS sehingga Turki semakin tak beralasan untuk tetap ngotot.
Maraknya kecaman terhadap ekspansionisme dan arogansi Erdogan di Irak belakangan mendorong Perdana Menteri Turki Binali Yelderim membuat pernyataan resmi bahwa tentara Turki tidak akan terlibat dalam operasi darat di Mosul. Dia menegaskan bahwa Turki hanya akan berpartisipasi dalam bentuk serangan udara anti ISIS sebagaimana serangan pasukan koalisi pimpinan AS.
Serangan udara Turki sendiri ternyata juga tak jelas juntrungnya. Beberapa situs Kurdi Irak bahkan menyebutkan serangan jet tempur Turki pada Selasa pagi (25/10/2016) justru telah merenggut empat personil Peshmerga.
Turki terlena oleh romantisme sejarah kebesaran imperium Ottoman dan Erdoganpun lantas lupa daratan sehingga cenderung berperilaku sektarian. Seperti disebutkan Foreign Policy 23 Oktober lalu, dalam dua kesempatan dia mengecam Perjanjian Laussane yang telah menetapkan perbatasan teritorial Turki modern karena telah membuat negara ini menjadi sangat mengecil.
Dia juga melontarkan pernyataan bahwa Mosul secara historis terkait dengan Turki. Tak lama kemudian, dengan lihainya dia menarik pernyataan mengenai Mosul itu, tapi dari situ saja sudah terlihat betapa dia sangat tertekan oleh kewajiban mengindahkan perbatasan yang sah di mata dunia.
erdogan-dan-ottoman3Jurus mabuk Erdogan ini disusul dengan meningkatnya lagi sepak terjang Arab Saudi dalam menyokong terorisme dan pemberontakan di Suriah serta menyudutkan kelompok-kelompok bersenjata Muslim Syiah, terutama al-Hashd al-Shaabi dan Hizbullah. Akibatnya, meskipun operasi pembasmian ISIS di Mosul terus berjalan, namun kecepatan gerak maju operasi pasukan Irak menjadi berkurang akibat dibatasinya keterlibatan al-Hashd al-Shaabi. Kelompok relawan besar Irak ini lagi-lagi ditekan dengan isu Sunni-Syiah sehingga terpaksa mengalah, termasuk dengan berkomitmen untuk tidak ikut menyerbu masuk ke dalam kota Mosul.
Jelas ironis, ketika pasukan Irak sendiri dapat mengatasi perlawanan ISIS, Turki bersikukuh mencoba melibatkan pasukannya dalam perang Mosul di tengah kecurigaan banyak kalangan di Irak bahwa Turki bermain mata dengan ISIS. Hingga kini Turki masih mempertahankan pasukannya di pangkalan Bashiqa di timur laut Mosul dengan berbagai alasan, termasuk melindungi warga bersuku Turkmen.
Abu Mahdi al-Muhandis, komandan al-Hashd al-Shaabi, Senin lalu mengingatkan bahwa pasukan relawan ini akan memperlakukan pasukan Turki seperti ISIS jika sampai terlibat dalam perang Mosul. Reaksi demikian, meskipun semata-mata bertolak dari semangat patriotik dan perlawanan terhadap intervensi asing, tapi jelas menyita energi dan waktu relawan itu dalam perjuangan membasmi ISIS.
Belakangan ini dikabarkan bahwa Mosul pasca ISIS nanti akan diserahkan kepada klan al-Nujaifi yang pro-Turki dan Arab Saudi, dan inilah memang yang akan terjadi ketika al-Hashd al-Shaabi tidak masuk ke Mosul dan ISIS dibiarkan kabur begitu saja dari kota ini.
Terbentuknya karakter Erdogan memang tak lepas dari latar belakang pemikiran Ikhwanul Muslimin, tapi dukungan AS kepadanya serta keberhasilannya memulihkan hubungan Ankara dengan Moskow belakangan juga sangat menunjang nyali antagonistiknya terhadap Irak dan Suriah. Parahnya, di saat bermusuhan dengan semua negara jirannya, Turki  justru memulihkan hubungan dengan rezim Zionis Israel.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com