Andrepenna
Pemilihan legislatif (Pileg) 2014 yang di gelar 09 April 2014, berjalan dengan sukses dan aman, namun hasil akhirnya tidak satupun partai politik yang meraih 25 persen suara sah nasional sebagai syarat untuk mengajukan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) sebagaimana disayaratkan dalam UU Pemilu.
Hasil hitung cepat atau quick count yang dirilis enam lembaga survey telah menempatkan tiga partai politik di papan atas yakni PDI-P dengan raihan suara rata-rata 19,02 persen, Partai Golkar dengan raihan suara rata-rata 14,72 persen dan Partai Gerindra dengan raihan suara rata-rata 11,89 persen. Selanjutnya Partai yang berada di papan tengah adalah Partai Demokrat dengan raihan suara 9,78 persen, kemudian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan raihan sekitar 9,21 persen dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan raihan sekitar 7,51 persen. Sedangkan di papan bawah bertengger Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan raihan rata-rata 6,75 persen, Partai Nasdem dengan 6,67 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan raihan 6,62 persen dan terakhir Partai Hanura dengan raihan 5,28 persen suara. Menurut quick count ada dua partai yang tidal lolos ke senayan karena raihan suaranya di bawah Parlaimentary Threshold (PT) atau ambang batas parlemen 3,5 persen yakni Partai Bulan Bintang (PBB) dengan raihan suara 1,5 persen dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang hanya memperoleh 0,97 persen suara.
Setelah pemungutan suara Pemilu Anggota DPR-RI, DPRD dan DPD pada 9 April 2014, direncanakan tiga bulan kemudian yakni pada 9 Juli 2014 akan digelar pemungutan suara pemilihan presiden dan wakil presiden putaran pertama. Jika tidak ada pasangan calon yang berhasil memperoleh suara lebih dari lima puluh persen dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi di Indonesia, maka harus dilakukan pemilhan putaran kedua. Oleh karena itu, dalam persiapan pemilihan presiden dan wakil presiden nanti, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mengantisipasi kemungkinan Pilpres berlangsung dua putaran. Tahapan Pilpres putaran pertama baru akan dimulai setelah partai politik membentuk koalisi untuk menentukan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung, mengacu pada hasil pemilihan legislatif hampir tidak mungkin ada partai politik yang bisa mencalonkan pasangan Capres/Cawapres sendiri-sendiri. Setelah tahap pencalonan selesai, akan dilanjutkan dengan tahap kampanye dalam rangka penajaman visi, misi dan program masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden dan masa tenang. Setelah itu dilakukan pemungutan suara dan penghitungan suara putaran pertama. Direncanakan pemungutan suara Pilpres akan dilaksanakan pada 9 September 2014 dan setelah perhitungan suara dilakukan, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih masa bakti 2014-2019 akan dilakukan pada 20 Oktober 2014.
Hasil hitung cepat diatas membaantah perkiraan pengamat sebelumnya bahwa hasil pemungutan suara Pemilu legislatif, akan didominasi oeh PDI-P dan Partai Golkar. Meski perolehan suara Partai Demokrat menurun, namun berdasar hitung cepat tak seburuk yang diperkirakan, sedangkan suara partai-partai berbasis massa Islam berhasil menjungkirbalikan beberapa survey, yang sebelumnya diduga tidak akan lolos PT. Secara mengejutkan suara Partai berbasis massa Islam naik signifikan rata-rata di atas 6 persen kecuali Partai Bulan Bintang. Sebaliknya PDI-P yang diperkirakan akan meraih 27–30 persen suara setelah mencapreskan Jokowi, ternyata perolehan suaranya tidak mampu menembus 20 persen. Hasil Pileg ini telah merubah konstelasi politik menjelang Pilpres mendatang. Pilpres tidak lagi miliknya PDI-P dan Partai Golkar sebagai lokomotif utama, diperkirakan akan memunculkan Capres dan Cawapres ketiga dan ada kemungkinan Capres dan Cawapres keempat.
Prediksi Pengamat
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari memprediksi pemilihan presiden akan berjalan dua putaran, satu putaran kalau calonnya cuma dua pasangan. Menurutnya hasil Pilpres itu sangat ditentukan oleh siapa wakilnya, koalisinya, dan strategi kampanyenya jitu apa tidak. Hasil survei Capres Indo Barometer terbaru, elektabilitas Jokowi mencapai 34,8%, disusul Prabowo Subianto 17,4 % dan Abu Rizal Bakrie 12,5 %. Artinya belum ada Capres yang bisa memenangi Pilpres satu putaran. Sementara itu pengamat politik UGM, Ary Dwipayana mengatakan, kalau melihat hasil survei terakhir elektabilitas Jokowi memang belum menembus angka 50 persen, tidak seperti SBY pada 2004 silam. Masih ada sekitar 14 persen masyarakat yang belum menentukan pilihannya. Kalau Jokowi bisa merebut suara tersebut, maka Pilpres cukup satu putaran, namun kalau terdistribusi ke sejumlah calon lain, maka Pemilu diprediksi berlangsung dua putaran.
Direktur Eksekutif IDE Research and Consultant, Sukmahari, mengatakan popularitas dan elektabilitas SBY saat Pemilu 2009 sangat tinggi, saat itu SBY bisa memenangkan Pilpres hanya dengan satu putaran. Tapi pilpres satu putaran diprediksi tidak akan terjadi tahun ini. Hal itu merujuk pada peta persaingan Capres-Cawapres yang terbilang merata. Sementara untuk parpol peserta Pemilu, diprediksi tidak akan ada yang bisa memenangkan Pemilu dengan mutlak. Menurutnya, perolehan suara parpol hanya akan bisa membantu agar bisa mencalonkan sendiri Capres dan Cawapresnya. Sebelumnya Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Partai Golkar Indra J Piliang Indra mengatakan yakin bahwa Pilpres akan diselenggarakan hingga dua putaran. Ia menilai saat ini belum ada calon presiden yang akan mampu memperoleh suara lebih dari 50 persen, termasuk bagi Joko Widodo yang digadang-gadang sebagai calon favorit presiden saat ini. Elektabiltas Jokowi hanya 31 persen, sedangkan untuk menang satu putaran itu harus 51 persen di 18 provinsi, untuk menang satu putaran itu memang sulit.
Konsekuensi
Perkiraan pelaksanaan Pilpres dalam dua putaran membawa konsekwensi tersendiri terutama dari sisi pembiayaan, baru-baru ini pemerintah telah memberikan tambahan dana kepada KPU sebesar 1,7 triliun dari Kementerian Keuangan untuk honorarium satuan perlindungan masyarakat (Satlinmas) dan tambahan pembuatan tempat pemungutan suara. Dari jumlah itu, Rp 1,3 triliun untuk honorarium Satlinmas dan Rp 409 miliar untuk tambahan pembuatan TPS, kata Anggota Komisi Pemilihan Umum, Sigit Pamungkas. Sementara itu disisi lain pihak kepolisian sebagai pengamanan utama Pemilu mendapatkan anggaran Rp 1,6 triliun. Menurut Kepala Polri, Jenderal Sutarman anggaran sebesar itu masih kurang. Semula Polri meminta Rp 3,5 triliun untuk distribusi logistik, pengamanan kampanye, masa tenang, hingga pasca-pelantikan presiden.
Belajar dari pelaksanaan Pemilu Legislatif, terdapat berbagai permasalahan seperti terhambatnya distribus surat suara, adanya money politic, kecurangan yang dilakukan oleh anggota PPK dan sebagainya. Diperkirakan praktek kecurangan seperti ini akan meningkat pada pelaksanaan Pilpres, karena itu sangat diperlukan kehadiran aparat keamanan terutama Polri disetiap TPS. Permintaan penambahan dana untuk operasional kepolisian perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Kita semua berharap Pileg yang diperkirakan berlangsng dua putaran akan berlangsung lancar, aman dan demokratis sehingga muncul pemimpin yang dikehendaki rakyat.