PNPB Hanyalah Provokator di Papua

Bagikan artikel ini

Wildan Nasution, Pengamat Politik, tinggal di Batam, Kepri

Parlemen Nasional Papua Barat (PNPB) telah mengeluarkan seruan umum yang mengajak masyarakat Papua untuk berunjuk rasa pada 31 Mei 2016. Mereka beranggapan status darurat sudah terjadi di wilayah Papua Barat yang menurut mereka diciptakan oleh TNI, Polri, FPI dan Barisan Merah Putih.

Dalam seruannya, PNPB telah merespon dan mengumumkan tuntutan rakyat Papua Barat untuk adanya intervensi internasional mengawasi pelaksanaan referendum di Papua Barat oleh IPWP/International Parliament for West Papua dalam deklarasi Westminster tanggal 3 Mei 2016 di gedung Parlemen Inggris. Untuk itu diserukan kepada semua organisasi perlawanan bukan waktunya untuk membeda-bedakan siapa pemimpin gerakan perlawanan,  organ apa yang menguasai lapangan hari ini dan siapa penanggungjawab politik saat ini.

Selebaran yang ditandatangani Buchtar Tabuni (Ketua PNPB) menyatakan aksi tanggal 31 Mei 2016 adalah momen persatuan semua dan seluruh orang Papua Barat yang pro memisahkan diri dari penjajah Indonesia. Buchtar Tabuni meminta seruan ini agar didengar oleh semua pimpinan organisasi perlawanan yang ada di Papua Barat untuk mengkonsolidasikan diri untuk turun ke jalan melumpuhkan seluruh pusat-pusat kota di seluruh Papua Barat.

Perlu Dipertanyakan dan Penuh Kebohongan

Seruan PNPB yang disebarkan oleh Buchtar Tabuni jika dicermati secara intens sebenarnya menggambarkan bagaimana lemahnya organisasi perlawanan di Papua, yang hal tersebut dibuktikan dengan 3 pertanyaan yang diajukan Buchtar Tabuni dalam seruannya, yaitu siapa pemimpin gerakan perlawanan,  organ apa yang menguasai lapangan hari ini dan siapa penanggungjawab politik saat ini.

Kelemahan dari organisasi perlawanan di Papua seperti PNPB, KNPB, PRD dan ULMWP maupun IPWP sudah diprediksi dan dipetakan oleh aparat intelijen dan aparat keamanan di Indonesia. Indikasi kelemahan organisasi perlawanan di Papua ini antara lain : pertama, organisasi perlawanan ini sering menebarkan berita bohong kepada masyarakat Papua sehingga ajakan unjukrasa mereka tidak digubris masyarakat Papua, bahkan masyarakat Papua menilai PNPB cs adalah komunitas maniak politik yang gila karena mempolitisir nasib rakyat Papua.

Kedua, organisasi perlawanan ini dipimpin oleh avonturir-avonturir politik Papua yang selama ini diduga dalam menjalankan aktivitasnya hanya memperjuangkan “nasib perutnya sendiri”.

Ketiga, PNPB cs adalah organisasi tanpa bentuk dan illegal sehingga bergabung dengan mereka akan menyengsarakan bagi masyarakat Papua karena akan berhadapan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

Keempat, modus operandi aksi unjuk rasa PNPB cs yang selalu disetting untuk terjadinya chaos dengan aparat keamanan, karena bila hal tersebut terjadi aksi mereka akan mendapatkan dukungan internasional. Menyadari hal ini, aparat keamanan yang bertugas di Papua akan bertindak dewasa dan tidak terpancing oleh PNPB cs. Namun, jika aksi tersebut sudah mengarah anarkis, menyuarakan separatis dan mengganggu kedamaian di Papua, maka aparat keamanan akan menindak tegas mereka karena masyarakat adat  di Papua mendukung langkah aparat keamanan menangkap dan mengusir para perusak kedamaian di Papua yang tergabung dalam PNPB cs.

Kelima, adanya intervensi internasional mengawasi pelaksanaan referendum di Papua Barat oleh IPWP dalam deklarasi Westminster tanggal 3 Mei 2016 di gedung Parlemen Inggris seperti yang tertulis dalam seruan tersebut adalah tidak masuk akal dan propaganda politik murahan bagi kelompok pendukung OPM ini, karena tidak mungkin parlemen Inggris mendukung kemerdekaan Papua sebab hal itu akan merusak hubungan diplomatik antara Inggris dan Indonesia. Oleh karena itu, seruan PNPB penuh kebohongan dan angin kosong belaka.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com