PPP Semakin Mantap Meninggalkan SBY

Bagikan artikel ini

Arif Rahman Hakim

Langkah Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali (SDA) semakin mantap meninggalkan SBY. Tekadnya sudah bulat bergabung dengan koalisi besar yang digagas dari PDIP, Golkar, PAN, PPP, Gerindra, dan Hanura.

Kemantapan SDA itu terlihat ketika ia menemui Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri di rumah Megawati Jl. Teuku Umar, Jakarta Pusat, Kamis (30/4) siang.

Seusai pertemuan itu SDA mengatakan, PPP tidak akan mengajukan nama capres dan cawapres di koalisi besar. PPP tahu diri karena perolehan suaranya yang kecil. PPP akan mendukung siapa pun yang akan disepakati untuk maju sebagai capres dan cawapres.

Kemantapan langkah SDA untuk membawa PPP berkoalisi dengan siapapun itu diputuskan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PPP di Hotel Novotel, Bogor, Jawa Barat, Minggu (26/4). Rapimnas berlangsung ricuh. Kubu SDA menginginkan SDA diberi mandat menentukan PPP akan berkoalasi dengan siapa.

Sementara kubu Bachtiar Chamsyah yang pro SBY menghendaki mandat koalisi ditentukan oleh ketua umum, sekjen, dan ketua majelis pertimbangan partai (MPP). Namun, yang menang adalah kubu SDA.

Semula hubungan SDA dengan SBY baik. SBY-lah yang mengangkat SDA menjadi Menteri Negara Koperasi dan UKM dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Hubungan SDA dengan Bachtiar Chamsyah, ketua MPP PPP yang juga Menteri Sosial, pun semula bagus. Bachtiar berperanan besar membela SDA dalam Muktamar VI PPP tahun 2007 di Ancol, Jakarta Utara. Dalam muktamar tersebut SDA tampil sebagai pemenang setelah mengalahkan Arief Mudatsir yang didukung Hamzah Haz.

Hubungan SDA dengan SBY mulai kurang harmonis ketika PPP mengkritik kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) tanggal 24 Mei 2008. Banyak kalangan menyesalkan kritikan PPP itu, karena PPP  berada dalam lingkaran kekuasaan. Kepala Badan Intelijen Syamsir Siregar termasuk salah seorang yang bereaksi keras. Dia menuding ada menteri sontoloyo. Meski tak menyebutkan nama, publik tahu yang dimaksud adalah SDA.

Menjelang Pemilu Legislatif 2009 hubungan SDA dengan SBY semakin tak harmonis. Pasalnya, saat itu SDA mengadakan “Forum PPP Mendengar” untuk menjaring capres. Yang hadir dalam acara itu antara lain Megawati Soekarnoputri, Wiranto, dan Prabowo. Saat itu SDA sering bertemu dengan tokoh-tokoh tersebut.

Bahkan SDA mempelopori terbentuknya koalisi Segitiga Emas  yang terdiri dari PDIP, Golkar, dan PPP. Nantinya Segitiga Emas akan merangkul partai-partai lain. Sumber-sumber di Istana Presiden mengemukakan, SBY tak suka dengan manuver SDA itu, karena tidak etis SDA yang masih menjadi menteri mengundang tokoh-tokoh yang berseberangan dengan SBY. Di kalangan internal PPP sendiri kubu Bachtiar Chamsyah tak mau menghadiri acara tersebut.

Di bawah kepemimpinan SDA, PPP kurang populer. Hal ini berbeda saat dipimpin Hamzah Haz (1998-2003 dan 2003-2007). Bahkan Hamzah berhasil menjadi Wakil Presiden (2001-2004). SDA dinilai tak memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Waktunya banyak tersita untuk kegiatan sebagai menteri.

Di bawah kepemimpinan SDA perolehan suara PPP merosot drastis pada Pemilu 2009, yakni untuk sementara memperoleh 5,2%, berada di bawah urutan keenam setelah Partai Demokrat (20,6%), Golkar (14,6%), PDIP (14,0%), PKS (8,1%), dan PAN (6,2%). Sedangkan pada Pemilu 2004 saat PPP dipimpin Hamzah Haz partai Kabah ini menduduki urutan ketiga dengan perolehan 8,15% setelah Golkar 21,58% dan PDIP 18,53%.

Akibat anjloknya perolehan suara PPP, kader-kader PPP melakukan unjuk rasa di kantor DPP PPP, Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat, pertengahan April lalu. Mereka menuntut SDA mundur dari jabatan ketua umum, dan menuntut digelarnya Muktamar Luar Biasa.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com