Press Release Nisan Buat TUM

Bagikan artikel ini

Pemakaman Untoroloyo, Solo
Jumat 28 Juni 2013, pukul 09.00-10.00 WIB

“Ada yang senantiasa harus diberi tanda”, demikian nukilan dari sajak “Epitaf” milik penyair Dorothea Rosa Herliany yang menyiratkan sebuah jejak bagi mereka yang telah berpulang ke kubur. Pembangunan nisan dan prasasti untuk Tuminah merupakan langkah untuk mengangkat isu “ianfu” dan menegaskan pengertian terminologi “ianfu” sebagai sebuah bentuk perbudakan seks sistematis yang dilakukan militer Jepang kepada perempuan Indonesia.

Tuminah merupakan penyintas (survivor) “ianfu” pertama di Indonesia yang bersuara akan kekerasan seksual yang menimpa dirinya tahun 1992 berkat dorongan Dr.Koichi Kimura, seorang teolog dari Jepang. Tuminah telah berpulang di tahun 2003, namun seperti sejarahnya kondisi kuburan Tuminah saat ini terabaikan, hanya berupa gundukan tanah tanpa nisan. Pembangunan nisan Tuminah ini merupakan prakarsa bersama masyarakat pulau Kyusyu dan masyarakat pulau Jawa.

Tim produksi film dokumenter TUM bekerjasama dengan Jejer Wadon beserta keluarga besar Tuminah akan melakukan syukuran atas pembangunan kijing dan nisan untuk Tuminah, bertempat di Pemakaman Untoroloyo pada hari Jumat 28 Juni 2013 pukul 09.00-10.00 WIB. Menghadirkan EkaHindra peneliti independen “ianfu” Indonesia yang akan meresmikan nisan Tuminah.

Keberanian Tuminah untuk berbicara pertama kali merupakan peristiwa penting dalam sejarah gerakan “ianfu” Indonesia. Pembangunan nisan dan prasasti buat Tum merupakan simbol perhargaan generasi muda atas keberanian dam ketabahan hati Tuminah membuka suara ke publik akan pengalaman pahit yang menimpanya. Sehingga berkat suaranya, para penyintas lain di Indonesia juga ikut bersuara lantang atas praktek sistem perbudakan seksual militer Jepang di Indonesia 1942-1945.

Fanny Chotimah
Jejer Wadon/ Produser film TUM
Hp. 0819 590 3 2929
E. fannychotimah@ymail.com

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com