Unjuk Rasa Buruh Dalam MAY DAY: Jangan Anarkis

Bagikan artikel ini

Toni Ervianto, alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indonesia

Sejak Januari s.d. akhir April 2013, aksi unjuk rasa buruh bahkan mogok kerja marak terjadi di beberapa daerah sebagai bentuk ketidakpuasan atas sejumlah permasalahan perburuhan, sehingga perlu disikapi secara proporsional oleh pihak-pihak terkait untuk meredam munculnya ekses negatif. Sejumlah elemen buruh juga akan melakukan aksi unjuk rasa secara massif memanfaatkan momentum Mayday 1 Mei 2012 dengan mengangkat sejumlah tuntutan baik normatif ataupun tuntutan yang bersifat politis. Berlanjutnya aksi unjuk rasa buruh perlu diwaspadai karena rentan dipolitisasi kelompok kepentingan, termasuk kepentingan untuk mengganggu persiapan Indonesia memasuki Asean Economic Community pada 2015 mendatang.

Sepanjang yang dapat dibaca dari berbagai pemberitaan di media massa, aksiunjuk rasa elemen buruh menuntut penerapan UMK 2013 terjadi di Jakarta, Surabaya dan Bekasi, seperti misalnya di depan PT MI, Jakarta Utara, sekitar 300 orang dari Federasi Serikat Buruh Indonesia dan Forum Buruh DKI menuntut peningkatan upah minimum sektoral provinsi sesuai Pergub DKI Jakarta Nomor 207 Tahun 2012. Di depan Kantor PT WA, Surabaya, Jatim, sekitar 500 orang dari PUK Federasi Serikat Tekstil, Sandang, dan Kulit (PUK-FST) PT WA Unit II menuntut pembayaran upah sesuai UMK 2013. Sebelumnya, pada 10 Maret 2013 di Kawasan Industri MM 2100 dan Kawasan Industri Ejiep, Kab. Bekasi, sekitar 700 buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dipimpin Said Iqbal menuntut penolakan gugatan Apindo Jatim terhadap UMK Jawa Timur di Mahkamah Agung.

Elemen buruh juga melakukan aksi menolak PHK dan meminta pengangkatan sebagai karyawan tetap. Di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kab. Karawang, sekitar 200 buruh PT APF, dipimpin Suparno menuntut pihak manajemen PT APF untuk tidak menangguhkan pembayaran gaji karyawan yang telah di PHK. Sebelumnya, pada 13 Maret 2013 di depan Pintu Gerbang PT Dptex, Pekalongan, sekitar 750 buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) menuntut pembatalan PHK sepihak terhadap 6 pengurus PSP SPN. Apabila tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan, SPN Kabupaten/Kota Peklongan menginstruksikan kepada seluruh anggota SPN Kota/Kab. Pekalongan untuk mogok pada 21 s.d. 22 Maret 2013. Di PT Paiho Indonesia, Kab. Sukabumi, sekitar 200 warga Sukamulya menuntut perekrutan karyawan PT PI melalui Lumbung Desa. Dalam orasinya, mereka menilai selama ini penerimaan karyawan langsung dilakukan oleh PT PI, sehingga warga Desa Sukamulya tidak bisa bekerja di pabrik tersebut. Dalam aksi tersebut, pengunjuk rasa melakukan aksi kekerasan dengan memecahkan beberapa kaca pabrik. Aksi unjuk rasa dengan tuntutan yang sama terjadi di Kab. Pekalongan (Jateng) Surabaya dan Kab. Mojokerto (Jatim), dan Mataram (NTB).

Aksi mogok kerja dan unjuk rasa elemen buruh menuntut hak-hak normatif buruh dan penghentian tindak kekerasan terhadap buruh terjadi di beberapa daerah. Di depan Kantor PT MTU, Kota Tangerang, sekitar 100 karyawan PT tersebut melakukan aksi mogok kerja menuntut pengelola perusahaan menaikkan upah karyawan secara keseluruhan menjadi Rp 82.000.000,-. Mereka menyatakan akan terus melakukan mogok kerja jika tidak dicapai kesepakatan terkait hal tersebut. Di depan Kantor Bupati Bekasi, Kab. Bekasi, sekitar 500 buruh dari Komite Kriminalisasi dan Anti Premanisme (Kakap) dan Sekber yang dipimpin Sultoni, Ketua Progresif menuntut dihapuskannya kriminalisasi dan premanisme terhadap buruh. Sebelumnya, pada 10 Maret 2013 di halaman PT Dptex, Kab. Pekalongan, sekitar 2.000 orang dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) se-Kota/Kab. Pekalongan, menuntut penyertaan dalam program Jamsostek bagi seluruh karyawan, pembayaran uang lembur bagi karyawan, serta pemberian hak cuti kepada karyawan yang hamil dan melahirkan. Di Gedung DPRD Kota Bitung, sekitar 180 buruh dari perusahan pengalengan ikan PT DPIT, menuntut realisasi pembahasan perjanjian kerja bersama, hak pekerja yang sudah pensiun, dan pemberian pesangon pekerja yang sudah meninggal dunia.  Aksi unjuk rasa dengan tuntutan yang sama terjadi di Kota Bandung (Jabar), Kab. Tuban dan Kab Mojokerto (Jatim), Bandar Lampung, dan Samarinda (Kaltim).

Jangan Anarkis

Aksi unjuk rasa elemen buruh tersebut masih bersifat normatif, yakni menuntut hak-hak kesejahteraan pekerja serta dihapuskannya kriminalisasi dan premanisme terhadap buruh. Namun demikian, tidak diresponsnya tuntutan buruh tersebut rawan dimanfaatkan kelompok yang akan mendelegitimasi pemerintah dan kelompok kepentingan lainnya untuk memprovokasi buruh agar ikut dalam aksi unjuk rasa tersebut, mengingat buruh memiliki jumlah massa yang signifikan. Kondisi tersebut selain rentan menimbulkan gangguan kamtibmas, juga dapat memperburuk iklim investasi. Berlanjutnya aksi unjuk rasa elemen buruh lebih disebabkan karena belum adanya solusi penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi.

Sementara itu, momentum Hari Buruh Internasional atau Mayday 2012 akan dimanfaatkan oleh kalangan elemen buruh (Sekber Buruh se Jabodetabek, KSPSI, KSBSI, KSPI dan FSPMI) bekerjasama dengan elemen masyarakat lainnya dengan melakukan aksi unjuk rasa ataupun rapat akbar buruh untuk mengkritisi kebijakan pemerintah, terutama terkait dengan kesejahteraan buruh dan isu-isu ekonomi politis lainnya seperti direalisasikannya UU BPJS, penolakan terhadap rencana kenaikan harga BBM dll. Konsolidasi antara elemen buruh dan elemen lainnya juga sudah dilaksanakan secara intensif menjelang 1 Mei 2012 di berbagai daerah. Berlanjutnya konsolidasi ini berpotensi semakin mempersolid elemen buruh dan elemen lainnya untuk melakukan aksi unjuk rasa secara massif, dimana banyak kalangan menyarankan agar unjuk rasa 1 Mei 2013 tidak dilakukan secara anarkis dengan memblokade pusat-pusat perekonomian yang bisa mengganggu perekonomian daerah dan nasional, bahkan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jika pengangguran membengkak karena pihak pengusaha memindahkan investasi, modal dan pabriknya ke negara lainnya yang lebih aman dan terkendali.

Banyak kalangan juga menyarankan agar Kemenakertrans dan instansi terkait lainnya perlu didorong untuk terus melakukan pendekatan terhadap buruh agar tidak melakukan aksi unjuk rasa secara anarkis. Tindakan persuasif oleh aparat keamanan terhadap pengunjuk rasa perlu dikedepankan, guna menjaga kondusivitasnya situasi kamtibmas.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com