Ada Apa dengan Iran?

Bagikan artikel ini

Dina Y Sulaeman, Pengkaji Kawasan Timur-Tengah

Selamat tahun baru, teman-teman. Sebenarnya, tahun baru ini ingin istirahat dulu, tidak banyak menulis di medsos karena sedang banyak kerjaan di ‘dunia nyata’.

Tapi melihat ZSM hore-hore mengomentari demo di Iran, saya merasa perlu nulis juga deh. Apalagi banyak yang bertanya-tanya juga, apa yang sebenarnya terjadi? Yang saya tulis ini, infonya dari media-media Iran. Kenapa kok bukan BBC atau CNN?
Lha kalau itu kan Anda sudah baca? Biasanya orang membaca tulisan saya karena ingin mendapatkan versi anti-mainstream kan. Langsung saja. Begini, setiap tanggal 30 Desember (dalam kalender Iran, ‘9 Dey’) warga Iran di berbagai kota berdemo untuk mengenang peristiwa 30 Desember 2009. Istilahnya, “Demo 9 Dey”.
Pada tanggal itu, pemerintah Iran resmi menyatakan bahwa upaya kudeta yang dilakukan kelompok Mir Mousavi sejak Juni 2009 sudah gagal total. Mir Mousavi adalah kandidat presiden, lawan dari Ahmadinejad. Gaya kampanyenya mirip-mirip kelompok tertentu di Indonesia, “Kalau saya sampai kalah, artinya ada kecurangan!” Eh, ternyata dia benar-benar kalah.
Dengan segera, ia menuduh ada kecurangan. Pemerintah AS pun –anehnya (atau “pantas saja”) langsung bersuara seragam dengan Mousavi, “Kami tidak mengakui hasil pilpres Iran!” Pengakuan atau penolakan AS jelas tidak berefek apapun. Ahmadinejad tetap jadi Presiden Iran untuk periode kedua.
Mir Mousavi lalu menggalang aksi-aksi demo yang anarkis, sampai membakar sebuah TK, masjid, dan akibatnya korban jiwa berjatuhan. Media massa dunia saat itu pun heboh sekali, seperti sekarang ini. Prof James Petras dari AS menulis, “Media Barat berpegang pada reporternya yang meliput langsung demonstrasi kaum oposan di Iran, namun mereka mengabaikan demosntrasi balasan yang lebih besar lagi, yang dilakukan oleh pendukung Ahmadinejad.
Lebih buruk lagi, media Barat mengabaikan komposisi sosial para pelaku demonstrasi. Mereka mengabaikan fakta bahwa Ahmadinejad meraih dukungan dari kaum pekerja miskin, petani, tukang, dan pekerja publik, yang jumlahnya jauh lebih banyak dari kaum oposan yang datang dari kalangan mahasiswa kelas (ekonomi) menengah ke atas, kaum bisnismen, dan kaum professional.”[1]
Tapi akhirnya, gerakan yang meniru-niru “Revolusi Berwarna” ala Balkan (di Iran, mereka menggunakan simbol warna hijau) ini bisa ditaklukkan secara resmi pada 30 Desember 2009. Nah, tanggal 30 Desember 2017, demo memperingati “kemenangan sistem” kembali digelar. Persiapan dan sosialisasinya sudah berlangsung jauh-jauh hari, sehingga warga memang sudah siap demo. Tapi, tanggal 28 Desember (Kamis) tiba-tiba muncul demo di kota Mashad (disusul di beberapa kota lain). Sebagian peserta demo adalah orang-orang yang mengira ini rangkaian demo “9 Dey”.
Tapi sebagian yang lain memang berdemo untuk memprotes kondisi ekonomi yang semakin sulit. Perlu diketahui, akibat embargo luar biasa dari AS, Iran kesulitan memajukan perekonomiannya. Selain itu, Presiden Rouhani (dia ini presiden dari kubu ‘reformis’ yang lebih disukai Barat dan memang punya kecenderungan untuk berbaik-baik dengan Barat) memang payah kinerja ekonominya. Harga-harga pangan di Iran semakin naik, berbagai subsidi dikurangi, dan nilai tukar ke dollar juga terus jatuh.
Sama sekali tidak aneh bila warga berdemo memprotes pemerintah, menuntut perbaikan ekonomi. Di negara-negara lain demo seperti ini dianggap biasa kan? Cuma, yang aneh adalah ketika Trump pada Januari 2017 mengambil kebijakan rasis, melarang orang Iran masuk ke AS; tapi di Desember 2017 tiba-tiba ia berkata, “AS berdiri bersama rakyat Iran.” Yang aneh adalah ketika ditemukan demonstran bersenjata, serta provokator-provokator yang ternyata berpaspor ganda.
Ada sekitar 50 orang ditahan oleh polisi Iran karena kasus ini. Yang aneh adalah ketika BBC dan CNN mengambil posisi “terdepan mengabarkan” [atau mengaburkan?]. Kedua media ini yang paling masif mengulang-ulang narasi ‘rakyat Iran berdemo menginginkan pergantian rezim’.
Meski tetap berusaha sok ‘cover both side’ dengan mencantumkan kalimat “Sebagian besar informasi tentang apa yang sedang terjadi bertebaran di media sosial, sehingga sulit untuk mengkonfirmasinya”, namun kalimat ini tenggelam di tengah banjir disinformasi yang mereka lakukan. [2] Yang mengikuti konflik Suriah, akan sangat-sangat familiar dengan gaya reportase ala BBC dan CNN ini. Selain itu, persis seperti Suriah, tweet-tweet yang ‘memberitakan’ sikon di dalam negeri justru lebih banyak berbahasa Inggris, dikirim dari luar negeri. Dan terakhir, perlu dicatat: tanggal 30 Desember 2017,
“Demo 9 Dey” tetap berlangsung, jauh lebih masif, diadakan di 1200 titik di seluruh penjuru Iran. Foto-foto yang dirilis media Iran memperlihatkan lautan manusia membanjiri jalanan. Dan spanduk yang mereka bawa bertuliskan: Marg Bar Amrika, Marg Bar Inggilis, Marg Bar Fitnegar (matilah Amerika, matilah Inggris, matilah para pembuat konspirasi). [lihat foto di kolom komen paling atas]Apakah demo masif pro-sistem ini diberitakan dengan proporsional oleh BBC dan CNN (dan kawan-kawannya, termasuk media-media Indonesia yang selama ini memang hanya copas-terjemah dari media Barat?]. Tentu tidak. — [1] https://dinasulaeman.wordpress.com/…/kebohongan-kecurangan…/ [2] https://www.tempo.co/…/iran-dilanda-demo-anti-pemerintah-ak…
NB:
Karena sistem pemerintahan Iran unik, perlu saya jelaskan: saat saya menulis demo memprotes ‘pemerintah’, maka yang dimaksud adalah ‘eksekutif’, yaitu Presiden dan timnya.
Seperti saya bilang, Rouhani memang payah kinerja ekonominya, jauh beda dengan era Ahmadinejad. Tapi, ketika saya sebut ‘demo pro-sistem”, artinya demo mendukung sistem Pemerintahan Islam [tidak peduli siapa presidennya].
Sebaliknya, ketika media Barat menyebut “rakyat Iran menghendaki perubahan rezim”, yang mereka maksud adalah “perubahan sistem” [dari pemerintahan Islam ke pemerintahan liberal]. Untuk memahami struktur pemerintahan Iran, baca tulisan saya: “Sistem Demokrasi Ala Iran” https://dinasulaeman.wordpress.com/…/sistem-demokrasi-ala-…/
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com