Sesungguhnya tidak ada perang agama di muka bumi melainkan karena faktor (geo) ekonomi. Isu agama, atau demokrasi, isu HAM, lingkungan hidup, dan isu-isu lainnya hanya sekedar dalih, tema atau modus —istilah kerennya: ‘geostrategi’— dalam rangka memasuki kedaulatan negara lain atas nama isu-isu dimaksud, sedang tujuannya tak lain guna menguasai serta mencaplok geoekonomi.
Apabila kolonialisme klasik doeloe —penjajahan purba— makna geoekonomi identik dengan merebut wilayah, menguasai teritori atau menduduki geografi; sedang pada fase (kolonialisme) berikutnya bergeser menjadi rempah-rempah. Dalam fase (rempah-rempah) ini, penguasaan teritorial negara target memang masih dilakukan oleh kaum kolonial. Akan tetapi, tatkala memasuki fase neo-kolonialisme atau skema penjajahan gaya baru, wilayah atau geografi tak mutlak menjadi sasaran penjajahan namun cenderung langsung menukik ke tujuan utama (ekonomi)-nya.
Nah, pada fase terakhir ini, geoekonomi identik dengan emas, minyak dan gas bumi. Jadi sekali lagi, tidak ada peperangan karena agama di dunia ini melainkan faktor (geo) ekonomi. Demikian juga yang terjadi di Aleppo, Suriah. Propaganda di permukaan oleh media-media mainstream memang perihal konflik antarmazab (syi’ah – sunni) dalam agama/Islam, padahal bukanlah demikian. Konflik antarmazab cuma modus atau geostrategi kaum kolonial dalam rangka memasuki wilayah kedaulatan Suriah. Pertanyaannya kini, “Kenapa Suriah menjadi rebutan para adidaya dunia?”
Sebagaima sekilas diurai di atas, bahwa geoekonomi yang menjadi tujuan pada fase penjajahan gaya baru kini ialah emas, minyak dan gas alam. “If you would understand world geopolitic today, follow the oil” (Deep Stoat). Jika ingin memahami geopolitik hari ini, ikuti aliran minyak. Kenapa? Karena disitu, simpul-simpul kepentingan para adidaya bertemu, bertabrakan bahkan beradu kuat. Agaknya, itulah yang kini berlangsung di Suriah. Dengan kata lain, selain karena geoposisi Suriah pada titik simpul Jalur Sutra (Silk Road), juga faktor geopolitik (jalur) pipa antar negara bahkan lintas benua menjadi alasan pokok kenapa Suriah sangat “menggiurkan” di mata global cq (geopolitik) para adidaya. Inilah yang disebut dengan istilah: what lies beneath the surface. “Apa yang terkandung di bawah permukaan.” Artinya, bahwa permainan dan dinamika politik di atas permukaan —entah isu HAM misalnya, atau konflik horizontal, korupsi, atau isu intoleransi, dan lain-lain— cuma untuk “lucu-lucuan” saja, sekedar deception (penyesatan) agar perhatian publik tidak paham hidden agenda sebenarnya. Inilah yang kerap berlangsung di pelbagai belahan dunia. Pertanyaan pamungkas, “Jadi, apa hidden agenda sesungguhnya di Aleppo, Suriah?”
Tidak lain dan tak bukan karena faktor geoekonomi terutama geopolitik jalur pipa. Secara rinci dan detail tentang “anatomi pipeline“-nya darimana, mana negara lintasan, siapa negara/kawasan tujuan, dimana outlet masing-masing jalur, termasuk fee per barel bagi semua minyak yang melintas di Suriah, dan lain-lain silahkan baca pada buku PERANG ASIMETRIS dan Skema Penjajahan Gaya Baru.
Penulis: M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments