Suhendro, Pengamat dan Pemerhati Masalah Demokrasi
Kampanye Pemilu Legislatif (Pileg) sudah berakhir 5 April 2014, sebagai persiapan pemungutan suara pada 9 April 2014. Banyak calon legislatif yang bisa dipilih karena profil atau program-programnya, bukan karena duitnya. Sedangkan masyarakat luas sekarang ini seperti raja, karena bebas memilih siapa saja caleg yang sudah berkampanye.
Dalam suasana pemilu seperti sekarang, pilihan masyarakat bisa berbeda. Mereka bisa saja sangat fanatik terhadap pilihannya, sehingga tidak menghargai pilihan orang lain. Kondisi pilihan yang berbeda bisa mempengaruhi suasana dan ujung-ujungnya kerukunan antar masyarakat akan terancam. Ada hal utama yang mendasar untuk diperhatikan oleh masyarakat luas yakni pilihan boleh beda, tetapi beda pilihan jangan mempengaruhi persatuan.
Masyarakat satu dengan lainya boleh memiliki beda pilihan, tetapi biarlah perbedaan itu hanya ada saat pilihan. Setelah pilihan selesai, masyarakat tetap harus rukun dan masyarakat tidak perlu pragmatis seperti terjebak dalam praktek money politic. Pilihlah sesuai dengan hati nurani masing-masing, jika hati nurani sudah yakin terhadap satu pilihan, pilihan tersebut tidak boleh dibelokkan oleh faktor lain. Jangan sampai larut dalam perbedaan, karena akan mempengaruhi program-program pembangunan dan bisa mengancam pada tatanan sosial masyarakat. Selain itu, ancaman disintegrasi di tengah pilihan yang berbeda akan bisa dihindari.
Program pembangunan tentu juga tidak akan bisa berlanjut jika masyarakat sudah terkotak-kotak. Ketika pembangunan terus berlanjut, maka kesejahteraan warga akan semakin meningkat. Komunikasi dilakukan demi menghimbau masyarakat agar tetap menjaga persatuan di tengah pilihan yang berbeda saat pelaksanaan Pemilu. Memilih Caleg dan Presiden berkualitas dan berintegritas, memberantas korupsi dan turut menjaga keutuhan NKRI. Lebih penting, harus datang ke TPS, 9 April 2014. Jika tidak memilih atau tidak datang ke TPS saat pelaksanaan Pemilu, hal itu juga bukan sikap warga yang baik karena mereka memiliki hak suara.
Untuk itu, gunakan hak pilih dengan sebaik-baiknya untuk menentukan masa depan bangsa. Penyelenggaraan pemilu sebagai salah satu pola hidup berbangsa yang demokratis, akan terlukai dengan munculnya karakter-karakter yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, termasuk dalam hal ini adalah munculnya radikalisme dengan mengatasnamakan agama.
Bentuk-bentuk radikalisme yang selama ini muncul, tidak perlu dipungkiri dan disembunyikan. Yang lebih penting dan bijaksana adalah bagaimana kita bisa menurunkan atau bahkan menghilangkan sama sekali munculnya bentuk-bentuk radikalisme yang nyata-nyata memberi dampak negatif bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti sekarang ini.
Salah satu bentuk radikalisme di wujudkan dalam radikalisme pemhaman atas teks keagamaan misalkan mengenai sistem dan bentuk negara khilafah dimana kelompok yang menganut pemahaman ini secara terang terangan mengharamkan demokrasi dan NKRI.
Pemilu kali ini berada pada posisi yang membingungkan bahkan agama digunakan sebagai topeng para caleg-caleg, untuk itu harus berhati-hati dan tetap harus menyampaikan pilihan, karena agama merupakan tunggakan yang paling empuk digunakan oleh politisi yang busuk. Selain itu, radikalisme pemahaman mengenai politik yang terjadi juga diperlihatkan oleh beberapa kelompok yang menyerukan untuk golput dalam Pemilu. Gerakan ini jelas sangat mengancam peta demokrasi dan keutuhan NKRI. Hal ini tentu sangat mengancam kelangsungan NKRI kedepannya.
Bangsa Indonesia yang akan mempunyai hajatan besar, yakni pesta demokrasi dalam bentuk penyelenggaraan pemilihan umum, dibutuhkan sekali pendidikan karakter karena dengan karakter yang baik yang dimiliki setiap warga negara, maka akan memberi dukungan positif atas tanggung jawab kita terhadap suksesnya hajatan besar tersebut, berupa pesta demokrasi. Tanpa karakter yang terpupuk dengan baik, bisa jadi pesta demokrasi yang seharusnya memberi manfaat, justru yang muncul adalah tidak bermanfaat.
Salah satu penyokong tumbuhnya “ketidakmanfaatan” dalam penyelenggaraan pemilu adalah munculnya radikalisme dengan mengatasnamakan agama. Kekerasan yang senantiasa dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi kelangsungan hidup bangsa selanjutnya. Sebagai imbas dari ini semua, maka akibat buruk dari munculnya kekerasan tersebut akan menjalar ke seluruh kehidupan bangsa, termasuk dalam dunia pendidikan. Dan kenyataan sekarang, di dunia pendidikan sudah banyak bermunculan tindakan-tindakan yang mengarah pada fenomena kekerasan. Kecenderungan anak bangsa ke arah negatif sudah semakin nyata, Perkembangan kehidupan masyarakat masih ditandai dengan berbagai ketimpangan moral, akhlak, masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, dan juga munculnya tindak kekerasan.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia belum mampu mengembangkan manusia dan masyarakat Indonesia sebagaimana yang diharapkan, tidak sedikit generasi muda yang gagal menampilkan akhlak terpuji sesuai harapan orang tua. Kesopanan, sifat-sifat ramah, tenggang rasa, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial dan sebagainya yang merupakan jati diri Indonesia. Kurangnya akhlak terpuji (karakter) pada diri bangsa, akan membawa dampak negatif dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penyelenggaraan pemilu sebagai salah satu pola hidup berbangsa yang demokratis, akan terlukai dengan munculnya karakter-karakter yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, termasuk dalam hal ini adalah munculnya radikalisme dengan mengatasnamakan agama. Bentuk-bentuk radikalisme yang selama ini muncul, tidak perlu dipungkiri dan disembunyikan. Lebih penting dan bijaksana adalah bagaimana bisa menurunkan atau bahkan menghilangkan sama sekali munculnya bentuk-bentuk radikalisme yang nyata-nyata memberi dampak negatif bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti sekarang ini.
Untuk itu, perlunya peranan penting pondok pesantren dalam membangun bangsa, mencerdaskan bangsa, dan telah memiliki andil besar dalam proses kemerdekaan RI. Pondok Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan yang berbasis kerakyatan dan keagamaan yang telah dikembangkan jauh sebelum Indonesia merdeka yang memiliki nilai strategis dalam membangun bangsa dan merupakan ide besar dalam mengembangkan dunia pendidikan serta kemajuan bangsa.
Perjuangan pesantren harus dihindarkan dari kepentingan kelompok atau politik tertentu bahkan harus dihindarkan dari paham radikalisme dan terorisme. Lulusan pondok pesantren harus menjadi contoh ditengah masyarakat, harus memiliki sikap santun, memiliki ketrampilan, dan dapat menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya. Jangan menjadi terorisme yang merusak tata kehidupan bangsa dan pesantren.
Untuk itu, para kyai dan dan seluruh pengasuh pondok pesantren memiliki peran penting dalam pencegahan terorisme. Menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak dengan kecerdasan moral, dapat dilakukan melalui tujuh kebajikan utama, meliputi empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Sehingga pelaksanaan Pemilu yang merupakan agenda rutin setiap 5 tahun sekali oleh bangsa Indonesia, ternyata juga tidak melepaskan dari nilai-nilai karakter. Jadi pemuda, pelajar dan mahasiswa mengharapkan jangan hanya beraninya demo saja apalagi dengan anarkis, tetapi berani membuat teori langkah yang tegas dan cerdas untuk menggerakkan masyarakat agar pelaksanaan pemilu berjalan berkualitas dan menghasilkan yang sesuai harapan bersama.