Pada tanggal 3 sampai 5 Juni 2025 akan diselenggarakan ASEAN Coal Industry Conference di Jakarta. Ini merupakan salah satu konferensi paling krusial bagi pemerintah Indonesia terkait kebijakan di bidang mineral. Apakah akan mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis di bidang mineral dan batubara yang independent/mandiri dari pengaruh dan kendali arahan kepentingan-kepentingan korporasi asing, terutama dari Amerika Serikat dan blok Barat.
Jika pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia gagal menghasilkan kebijakan-kebijakan strategis di bidang mineral dan batubara yang mandiri/independent dari pengaruh kepentingan-kepentingan korporasi global AS dan Eropa Barat, maka industri mineral Indonesia sangat rawan untuk menjadi sasaran utama kolonisasi kepentingan-kepentingan asing yang beroperasi di Indonesia. (as a top destination for sustainable investment). Padahal, keberlanjutan investasi asing di Indonesia selama ini, berarti pelestarian dominasi dan hegemoni korporasi-koporasi global AS dan beberapa negara Eropa Barat dalam bidang industri strategis dan sumberdaya alam di Indonesia.
Maka itu, ASEAN Coal Industry Conference yang akan diselenggarakan di Jakarta pada awal Juni 2025 mendatang, diharapkan bisa menciptakan suatu terobosan baru. Setidaknya, tonggak-tonggak yang sudah dibangun antara pemerintah Indonesia dan Cina sejak Desember 2024 dapat dikembangkan melalui ASEAN Coal Industry Conference 2025.
Misalnya saja kerja sama RI-Cina di bidang batu bara dan energi terbarukan. Dalam Forum Energi Indonesia-Cina ke-7 yang diselenggarakan di Bali pada bulan September 2024 lalu, Menteri Energi dan Pertambangan Indonesia Bahlil Bahadalia, menekankan bahwa kerja sama energi antara Tiongkok dan Indonesia memiliki sejarah panjang dan telah mencapai asil yang luar biasa.
Baca: China-Indonesia Perkuat Hubungan Kerja Sama di Bidang Energi Terbarukan dalam ICEE
Meski pandangan Menteri Energi dan Pertambangan Bahlil Lahadalia masih terkesan muluk dan masih harus diuji validitasnya, namun fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa Cina merupakan salah satu negara di dunia dengan perkembangan energi terbarukan yang perkembangannya cukup progresif.
Menariknya, Wakil Sekretaris Jenderal Masyarakat Riset Strategi Pengembangan dan Inovasi Nasional Cina, Cao Wei menegaskan pada Desember 2024 lalu, banyak perusahaan besar di Cina akan memperkuat kerja sama dengan industri energi terbarukan di Indonesia. Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut juga ingin membantu Indonesia membangun sistem industri energi modern.
Seiring dengan ASEAN Coal Industry Conference 2025, sebelumnya akan diselenggarakan pula Pameran Indonesia Batubara dan Energi Expo akan digelar pada 15 hingga 17 Mei 2025. Pameran ini bertujuan untuk menampilkan platform layanan yang profesional dan efisien, yang mengintegrasikan pengadaan, perdagangan, dan kerja sama internasional.
Namun sepertinya bukan itu saja. Ada hal yang jauh lebih strategis dan produktif yang coba diupayakan melalui kedua event yang berlangsung antara pertengahan Mei hingga awal Juni 2025 tersebut. Seperti diutarakan oleh Cao Wei, Wakil Sekretaris Jenderal Masyarakat Riset Strategi Pengembangan dan Inovasi Nasional Cina:
“Kami akan membawa pengalaman sukses Cina dan pencapaian teknologi canggih di bidang batu bara dan energi terbarukan ke Indonesia. Kami juga akan mempromosikan industri batu bara dan energi Indonesia menjadi industri kelas atas, terdiversifikasi, dan rendah karbon.”
Kalau komitmen Cao Wei bisa kita pegang dan menjadi kerangka kerja sama strategis Indonesia-Cina di bidang industri mineral dan batubara, berarti Cina siap berkomitmen untuk melakukan Transfer of Technology kepada Indonesia. Satu hal yang selama ini hal itu selalu ditolak mentah-mentah oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat.
Nampaknya kita patut bersikap optimistik bahwa pemerintah Indonesia mampu membebaskan diri dari jeratan pengaruh dan kendali kepentingan-kepentingan beberapa perusahaan trans-nasional AS dan Barat dalam proses pembuatan kebijakan dan regulasi di bidang mineral dan batubara.
Dengan itu, ASEAN Coal Industry Conference 2025 dan Pameran Indonesia Batubara dan Energi Expo akan digelar pada 15 hingga 17 Mei 2025, kiranya bisa menjadi momentum bagi kerja sama RI-Cina baik di bidang mineral, batubara dan energi terbarukan secara setara, adil, saling menguntungkan kedua negara.
Segi lain yang tak kalah penting, pemerintah Indonesia sejak era Jokowi yang sekarang dilanjutkan Presiden Prabowo Subianto, berupaya keras untuk menciptakan Transformasi Ekonomi, melalui Kebijakan Hilirisasi, untuk mendorong Pembangunan Industri yang punya nilai tambah/the Development of High Value-Added Industry. Sehingga pembangunan yang mendayagunakan sumberdaya alam strategis seperti minyak, gas, dan tambang-batubara, tidak lagi menjadi obyek eksploitasi kepentingan-kepentingan korporasi-korporasi asing yang beroperasi di Indonesia.
Masih terkait dengan kebijakan hilirisasi industri, pemerintah Indonesia akan membangun basis-basis industri yang punya nilai-tambah tinggi, untuk mendukung semakin pesatnya ekonomi berbasis digitalisasi dan semakin menguatnya tren meuju ekonomi hijau yang ramah lingkungan. Seraya membentuk sentra-sentra perekrutan sumberdaya manusia yang berbakat melalui program screening bagi para mahasiswa tingkat sarjana yang mengambil studi dalam bidang ilmu pengetahuan dan rekayasa technologi. Sehingga mampu bersaing menghadapi perusahaan-perusahaan asing dalam bidang teknologi.
Amerika Serikat dan Uni Eropa memang berupaya keras untuk menekan dan memaksan negara-negara berkembang untuk tetap mengendalikan arah kebijakan tambang-batubara dan mineral termasuk Indonesia di bawah skema Kemitraan Keamanan Mineral (MSP). Pada Juli 2024 lalu, wakil Menteri Negara Bidang Pertumbuhan Ekonomi, Energi, dan Lingkungan Hidup Jose W. Fernandez dan Wakil Direktur Jenderal Bidang Perdagangan Leopoldo Rubinacci menyelenggarakan acara Forum MSP tingkat tinggi pertama. Para menteri dan pejabat tinggi dari negara mitra MSP dan negara penghasil mineral berpartisipasi secara virtual.
Sejak didirikan pada Juni 2022, MSP telah melibatkan negara-negara penghasil mineral dalam pertemuan dengan mitra MSP dan perusahaan sektor swasta. Menteri Luar Negeri Antony J. Blinken dan Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa Valdis Dombrovskis meluncurkan Forum MSP pada April 2024 untuk memperdalam dan memperkuat kemitraan MSP dengan negara-negara penghasil mineral yang berkomitmen pada standar lingkungan, sosial, dan tata kelola yang tinggi serta siap untuk memajukan dialog dan kerja sama yang saling menguntungkan terkait mineral yang cukup krusial dan vital. Dalam perspektif AS dan Uni Eropa, mineral yang krusial antara lain Nikel. Terbukti ketika pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel ke AS, wakil presiden Kamala Harris sampai harus tergopoh-gopoh menemui Presiden Joko Widodo ke Jakarta.
Baca:
Statement on the First High-Level Minerals Security Partnership (MSP) Forum Event
Sejak awal Pertemuan Tingkat Tinggi tersebut, nampak jelas bahwa Amerika Serikat dan Uni Eropa mengendalikan arah dan hasil pertemuan. Misalnya dengan menggalang dukungan negara-negara penghasil mineral strategis ke dalam kerangka kerja sama dengan negara-negara anggota forum MSP untuk mengoordinasikan pengembangan proyek mineral penting yang lebih berkelanjutan dan beragam serta mempromosikan kebijakan yang membantu kita mencapai tujuan bersama selama transisi energi. Nampak jelas bahwa AS dan Uni Eropa berusaha menggiring dukungan negara-negara penghasil mineral melalui frase kalimat mempromosikan kebijakan yang membantu kita mencapai tujuan bersama selama transisi energi.
Apa yang dimaksud AS dan Uni Eropa sebagai “transisi energi?” Nampak jelas AS, Uni Eropa dan korporasi-korporasi global yang bermain di sektor pertambangan, mineral dan batu-bara, sedang merasa gelisah akan terjadinya perubahan tatanan dunia baru yang masih sulit diprediksi di masa depan. Sehingga dalam strategi global-nya, kekuatan-kekuatan korporasi global AS dan Uni Eropa berupaya semaksimal agar dalam masa transisi energi tersebut tetap memegang inisiatif dan melestarikan hegemoni globalnya dalam penguasaan Sumberdaya Alam negara-negara berkembang. Termasuk Indonesia.
Beberapa negara yang nampaknya berpotensi untuk masuk dalam jebakan kendali pengaruh AS dan Uni Eropa adalah: Argentina, Greenland, Kazakhstan, Meksiko, Namibia, Peru, Ukraina, dan Uzbekistan. Maka itu, Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar di ASEAN dan mempunyai wilayah yang terluas di kawasan Asia Tenggara, kiranya perlu memainkan peran pro aktif menggalang persatuan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN untuk bersatu menggagalkan langkah-langkah AS dan Uni Eropa untuk melestarikan dominasi dan hegemoni globalnya dalam bidang pertambangan, batu-bara dan mineral untuk kepentingan korporasi-korporasi global yang memainkan peran dari belakang layar pemerintah AS dan Uni Eropa.
Frase kata yang digunakan AS dan Uni Eropa seperti Mineral Security Partnership atau Kemitraan Keamanan Mineral, merupakan indikasi kuat bahwa bagi AS dan Uni Eropa, mineral maupun sektor pertambangan pada umumnya, bukan sekadar sebatas isu ekonomi. Melainkan juga menyentuh isu politik dan keamanan.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)