Penulis: Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)
Kerjasama strategis ASEAN-Rusia nampaknya memasuki babak baru yang cukup menggembirakan. Draf deklarasi usulan Rusia The Declaration on the Framework Principles of Strengthening Security and Developing Cooperation in the Asia-Pacific Region telah diterima dan siap dipelajari lebih lanjut penerapannya oleh seluruh negara-negara anggota ASEAN.
Proposal yang diprakarsai oleh Rusia tersebut berisi panduan sekaligus kode etik terkait kerjasama di tingkat regional dan internasional bagi negara-negara ASEAN. Harus diakui ini merupakan sebuah terobosan baru yang cukup strategis dan menguntungkan bagi peran dan kehadiran Rusia di kawasan ASEAN.
Sekaligus menandai semakin intensifnya Rusia dan Cina, yang sejak 2001 lalu tergabung dalam aliansi strategis di bawah payung kerjasama Shanghai Cooperation Organization (SCO), untuk menggalang kerjasama keamanan dengan mitra strategisnya dari ASEAN, termasuk Indonesia.
Pada perkembangannya, perkembangan kerjasama ASEAN-Rusia menyusul disetujuinya The Declaration of Strengthening Security and Developing Cooperation in the Asia Pacific Region, bisa menciptakan keseimbangan kekuatan baru di kawasan Asia Tenggara, dan Asia Pasifik pada umumnya.
Sejak 2011, para perancang kebijakan strategis bidang keamanan berupaya merumuskan sebuah kebijakan strategis dalam rangka membangun keseimbangan atau balancing policy sehingga ASEAN mempunyai posisi tawar yang kuat baik terhadap Amerika Serikat, Jepang, Rusia dan Cina.
Rusia secara resmi menjadi salah satu mitra dialog ASEAN sejak Juli 1996 pada ASEAN Ministerial Meeting . Namun kerjasama ASEAN-Rusia secara komprehensif baru terbentuk pada 2005, sejak ditandatanganinya Joint Declaration of The Heads of State and Government of ASEAN and Russian Federation on Progressive and Comprehensive Partnership Comprehensive Programme of Action to Promote Cooperation between ASEAN and Russian Federation 2005-2015 dan Agreement between the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Government of the Russian Federation on Economic and Development Cooperation.
Kemajuan kerjasama ASEAN-Rusia yang berkelanjutan dalam bidang dialog politik antara lain dapat dilihat dengan adanya penandatanganan Joint Declaration on Partnership for Peace, Stability and Security in the Asia-Pacific Region pada 2003 dan Joint Declaration on Cooperation to Combat International Terrorism pada 2004 serta aksesi Rusia terhadap Treaty of Amity and Cooperation (TAC) in Southeast Asia pada 2004.
Dengan demikian, tonggak-tonggak kerjasama ASEAN-Rusia sebenarnya sudah dirintis jauh-jauh hari. Karena itu, beberapa langkah strategis sebenarnya sudah pernah ditindak-lanjuti beberapa waktu yang lalu. Sebagai acuan bagi kegiatan kongkret dari Programme of Action between ASEAN and Russian Federation 2005-2015, pada penyelenggaraan Post Ministerial Conference+1 Session (PMC) with Russia di Singapura pada 23 Juli 2008 telah diadopsi Roadmap on the Implementation of Comprehensive Programme of Action to Promote Cooperation between ASEAN and Russia 2005-2015.
Pada kesempatan ASEAN Post Ministerial Conference+1 Session with Russian Federation di Phuket, Thailand tanggal 22 Juli 2009, juga telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) mengenai pendirian ASEAN Centre di Moscow State University of International Relations (MGIMO) oleh Sekretaris Jenderal ASEAN dan Rektor MGIMO. ASEAN Centre ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat Rusia terhadap ASEAN sehingga dapat mendorong hubungan yang lebih luas antara ASEAN dan Rusia.
Pada kesempatan tersebut pula koordinator ASEAN-Rusia telah diserahterimakan dari Filipina kepada Myanmar yang akan memegang coordinatorship untuk periode 2009-2012. Rusia telah menunjuk Mr. Alexander A. Ivanov, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, sebagai Duta Besar Rusia untuk ASEAN. Penunjukan tersebut diharapkan dapat semakin meningkatkan hubungan ASEAN dan Rusia (Baca Tabloid Diplomasi, edisi Agustus 2011).
Pada 2010, Presiden Cina Hu Jintao dan Presiden Rusia Dmitri Medvedev, bersepakat bahwa perlu adanya struktur keamanan baru untuk menciptakan perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Pasifik. Bahkan setahun kemudian, Presiden Cina Xi Jinping bahkan lebih jauh lagi, dengan menegaskan arah baru kebijakan politik luar negerinya yang mendesak negara-negara adidaya maupun negara-negara tetangganya di kawasan Asia Pasifik, untuk menciptakan inovas-inovasi dalam kebijakan politik luar negerinya untuk mencegah terjadinya konflik di kawasan ini. Seraya mendorong terciptanya perdamaian di kawasan ini (Peace Building).
Prakarsa bersama Rusia-Cina yang menawarkan dirinya sebagai kekuatan keseimbangan baru di ASEAN, yang pastinya sudah berkoordinasi terlebih dahulu melalui skema SCO, pada perkembangannya semakin relevan menyusul ketegangan yang semakin memanas antara Amerika versus Cina di wilayah Laut Cina Selatan.
Semakin jadi semakin runyam ketika pada 2009 lalu, Amerika memotori keluarnya Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia , sehingga negara Paman Sam ini pengaruhnya semakin mencengkram di kawasan ASEAN. Sehingga jika tidak ada kekuatan baru di kawasan ini yang bisa mengimbangi Amerika, maka praktis Washington akan menjadi satu-satunya kekuatan hegemoni di kawasan ini.
Inilah makna dan nilai strategis prakarsa Rusia dalam mengusulkan The Declaration on the Framework Principles of Strengthening Security and Developing Cooperation in the Asia-Pacific Region dalam upaya ikut serta menciptakan struktur kerjasama keamanan baru di kawasan Asia Pasifik. Dengan demikian, Rusia akan semakin mendapat sambutan hangat sebagai mitra strategis negara-negara ASEAN, terutama Indonesia.
Saatnya Menoleh ke Rusia Bagi Kepentingan Strategis Indonesia
Menghadapi KTT APEC di Bali pada Oktober 2013 mendatang, para stakeholders/Pemangku Kepentingan kebijakan luar negeri Indonesia harus jeli dan cerdas dalam memanfaatkan peran strategis Rusia dan Cina di Asia Pasfik, dan khususnya ASEAN di masa depan. Indonesia harus menyadari bahwa Rusia maupun Cina mempunyai agenda strategis yaitu membuat gerakan untuk meninggalkan pola konservatisme yang diperagakan oleh negara-negara maju yang tergabung dalam G-7.
Karena itu, forum regional seperti ASEAN Regional Forum maupun APEC, Indonesia harus bisa memaksimalkan peran diplomasinya, untuk meluruskan kembali APEC yang telah melenceng jauh dari tujuanya semula, karena APEC sekarang telah menjada ajang kepentingan negara-negara besar seperti AS, Uni Eropa dan Jepang.
Dalam diskusi terbatas dengan beberapa staf peneliti Global Future Institute menjelang berlangsungnya KTT G-20 di Rusia beberapa waktu lalu, Dr Santos Winarso Dwiyogo, Kepala Divisi Masalah Bilateral dan Hubungan Internasional Kantor Setwapres RI, mengatakan bahwa Indonesia dan Rusia sebenarnya berpeluang untuk mewujudkan kerjasama strategisnya secara lebih konkret.
Menurut data yang ada pada Santos, Indonesia sudah memiliki sekitar 14 kemitraan strategis dengan beberapa negara, termasuk Rusia, namun sayangnya hingga kini tidak ada follow up atau tindak lanjutnya.
Padahal kalau kita baca tren global saat ini, Rusia sangat berhasrat untuk menghadirkan dirinya di kawasan Asia Pasifik. Apalagi sekarang ada tren terjadinya pergeseran geopolitik dari Atlantik ke Pasifik.
Sejak Vladivostok Consensus yang dibuat semasa pemerintahan Gorbachev, Rusia memang berusaha membangun kembali kesadaran tradisi Rusia terhadap Asia Pasifik. Selain itu yang tak kalah penting, transformasi politik luar negeri sejak diberlakukannya Doktrin Primakov, mantan Perdana Menteri Rusia Yevgeny Maksimovich Primakov, untuk menciptakan aliansi strategis yang diperlukan agar Rusia bisa menjadi kekuatan penyeimbang dalam konstalasi global, terutama untuk mengimbangi Amerika dan Eropa Barat, maka perlu dibentuk poros Moskow-Beijing-New Delhi(Rusia, Cina dan India). Oleh Primakov doktrin ini disebut Strategic Triangle.
Itulah sebabnya Rusia kemudian menjalin komitmen bersama Cina melalui SCO. SCO dipandang Rusia sebagai saluran atau kran untuk mengeluarkan atau membebaskan Rusia dari kepungan negara-negara barat. Baik dari Eropa maupun dari Uni Eropa.
Inilah doktrin dan strategi kebijakan luar negeri Rusia dalam perspektif Doktrin Primaov yang perlu dipahami secara mendalam oleh Indonesia, sehingga bisa melihat celah-celah yang bisa dimanfaatkan untuk bersama-sama Rusia dan Cina, membangun sebuah kekuatan keseimbangan baru di kawasan Asia Pasifik, terutama ASEAN.