Beberapa Catatan Penting Tentang Kejahatan Terbesar Tentara Jepang di Indonesia

Bagikan artikel ini

Batara R. Hutagalung, Ketua Umum Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB)

Setelah berhasil mengalahkan tentara sekutu di Pulau Jawa, maka tentara Jepang telah menguasai seluruh negara-negara di Asia Tenggara, yang sebelumnya merupakan jajahan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Selama masa pendudukan tentara Jepang di bekas jajahan Belanda, selain juga menguras kekayaan Bumi Nusantara, banyak terjadi kejahatan yang dilakukan oleh tentara Jepang. Jepang memaksa para pemuda untuk dijadikan pekerja-paksa (Romusha), yang dikirim a.l. ke Birma, untuk membangun jembatan dan bangunan-bangunan yang diperlukan oleh Jepang. Untuk memenuhi kebutuhan seksual para prajuritnya, pimpinan militer Jepang mengangkap gadis-gadis untuk dipaksa menjadi budak pemuas nafsu seksual para prajuritnya. Gadis-gadis tersebut dinamakan “wanita penghibur” atau Jugun Yanfu.

Kejahatan terbesar yang dilakukan oleh tentara Jepang adalah pembantaian ribuan kaum intelektual pribumi di Kecamatan Mandor, dekat Pontianak, Kalimantan Barat. Di Mandor terjadi pembantaian atas kaum intelektual serta tokoh-tokoh masyarakat, yang dianggap menentang kebijakan tentara pendudukan Jepang. Diperkirakan lebih dari 1000 orang yang tewas dibunuh oleh tentara Jepang sehubungan dengan hal ini.

Tanggal 22 Januari 1942, balatentara Dai Nippon mendarat di Pemangkat, muara sungai Kapuas, Singkawang dan Ketapang, dan kemudian merebut Pontianak tanggal 2 Februari 1942. Tanpa mendapat perlawanan dari tentara Belanda yang segera melarikan diri, dalam waktu singkat tentara Jepang dapat menguasai seluruh Kalimantan Barat. Pemerintahan di Kalimantan Barat awalnya dipegang oleh Rikugun (Angkatan Darat), kemudian sejak 15 Juli 1942, di bawah Kaigun (Angkatan Laut). Penangkapan pimpinan Indonesia yang dianggap menentang kebijakan Jepang dimulai tanggal 14 April 1943, sedangkan penangkapan besar-besaran dilakukan tanggal 24 Mei 1944, dan eksekusi dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 1944.

Kaum intelektual, penguasa setempat (Sultan serta Panembahan), pengusaha, politisi dll. yang menjadi korban tentara Jepang antara tanggal 23 April 1943 – 24 Mei 1944, tidak dapat dipastikan jumlahnya. Angkanya bervariasi antara 1534 orang sampai 1.838 orang. Namun penduduk Kalimantan Barat yang tewas selama masa pendudukan Jepang dari tahun 1942 – 1945 berjumlah 21.037 jiwa. Ketika disidangkan di Mahkamah Militer tentara Sekutu pada bulan Oktober-November 1945, Yamamoto, Komandan Kempetai di Pontianak mengakui, bahwa target jumlah pimpinan masyarakat setempat yang akan dibunuh adalah 50.000 orang.

Salahsatu kekejaman yang dirasakan rakyat Indonesia di berbagai daerah adalah dengan diberlakukannya program kerja paksa (romusha). Kebanyakan romusha direkrut dari kelompok pemuda desa/petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur, untuk dipekerjakan di berbagai proyek pembangunan militer. Mereka tidak saja dikirim ke Sumatera dan ke pulau-pulau di bagian timur, bahkan banyak yang dikirim sampai ke Birma dan Thailand. Mengenai jumlah yang dikirim, ada beberapa versi, dari mulai 300.00 sampai 500.000 orang. Menurut Prof. W.F. Wertheim, dari sekitar 300.000 orang yang dikirim ke luar Jawa, hanya sekitar 70.000 orang yang kembali ke kampung halamannya. Di banyak tempat, kurangnya tenaga untuk mengerjakan sawah/ladang tentu berakibat negatif bagi penghasilan keluarga; di samping itu, tentara Jepang juga banyak menyita beras serta kebutuhan makanan lain secara paksa dari rakyat.

Kekejaman yang dilakukan selama tiga setengah tahun, tidak kalah dibandingkan kekejaman yang dilakukan Belanda selama masa penjajahan yang –di beberapa daerah di Indonesia- berlangsung lebih dari 200 tahun. Berbagai kesengsaraan diderita oleh rakyat Indonesia akibat penindasan tentara pendudukan Jepang. Di samping kerja paksa (romusha) yang sangat tidak manusiawi, serta perlakuan yang sangat merendahkan martabat wanita, yaitu memaksa gadis-gadis Indonesia menjadi wanita penghibur (jugun yanfu) untuk memuaskan nafsu tentara Jepang.

Kekejaman Tentara Jepang Melalui Unit 731

Kekejaman lain yang dilakukan oleh militer Jepang adalah yang dilakukan oleh Unit 731. Unit yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Shiro Ishii ini merupakan satu Divisi khusus dari tentara Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia ke II. Markas Divisi 731 terletak di Harbin, Manchuria (Manchukuo) Selatan. Unit 731 ini melakukan percobaan, pengujian dan pengembangan senjata biologi, namun “kelinci percobaan” mereka adalah manusia. Diperkirakan lebih dari sepuluh ribu orang tawanan perang yang menjadi subyek eksperimen mereka, baik sipil maupun militer yang berasal dari Cina, Korea, Mongolia, dan bahkan dari Rusia. Diperkirakan, percobaan seperti ini juga dilakukan di bekas jajahan Belanda di India Belanda. Ribuan orang yang menjadi “kelinci percobaan”meninggal dengan cara yang sangat sadis, a.l. karena penyakit Pes, Antraks, kolera dan penyakit lainnya yang diuji-cobakan kepada mereka. Menjelang akhir Perang Dunia II, di Jakarta terjadi peristiwa di mana sekityar seratusan romusha meninggal karena virus, yang diduga disuntikkan kepada mereka. Direktur Eijkman Institut, Dr. Achmad Mochtar dijadikan kambing hitam oleh Jepang, di mana kemudian Dr. Mochtar dieksekusi dengan dipenggal kepalanya.

Demikianlah sekilas mengenai keganasan yang telah dilakukan oleh tentara pendudukan Jepang di wilayah bekas jajahan Belanda.

Ketika perang masih berkecamuk di Eropa dan Afrika, kekuatan tentara sekutu dan Rusia terpecah, sehingga tidak bisa mengerahkan kekuatan penuh untuk menghadapi Jepang di Asia. Namun setelah Jerman ditundukkan pada bulan Mei 1945, sekutu dan Rusia dapat mengalihkan kekuatannya ke Asia untuk menundukkan Jepang.

Pada 6 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima, dan pada 9 Agustus menjatuhkan bom atom di Nagasaki. Amerika mengancam, apabila Jepang tidak menyerah, maka bom atom berikutnya akan dijatuhkan di Tokyo, Ibukota Jepang. Pada 15 Agustus 1945 Kaisar Jepang Hirohito menyatakan Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu,dan menghentikan secara sepihak semua tindakan militer.

Namun penandatanganan dokumen menyerah tanpa syarat (unconditional surrender) kepada sekutu baru ditandatangani oleh Jepang pada 2 September 1945 di atas kapal perang AS Missouri, di Teluk Tokyo. Ini berarti, antara tanggal 15 Agustus sampai 2 September 1945, terdapat vacuum of power (kekosongan kekuasaan) di wilayah yang diduduki oleh Jepang antara tahun 1942 – 1945, termasuk bekas jajahan Belanda, Nederlands Indië (India Belanda).

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com