Bocoran Program Rahasia NSA Bukti Nyata Prediksi GFI Adanya Persekongkolan Instansi Keamanan dan Perusahaan IT Internet AS

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Analis Senior Global Future Institute (GFI)

Beberapa waktu lalu, penulis sempat  menginformasikan adanya manuver yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan (Pentagon) mendorong beberapa perusahaan pengelola media internet, untuk mengembangkan semacam program rintisan (Pilot Project), agar secara sukarela berbagi informasi  terkait dengan semua aktivitas media internet. Berarti ini merupakan semacam upaya dari Pentagon agar perusahaan perusahaan pengelola internet untuk memainkan peran sebagai unsur unsur garis depan dari operasi  intelijen pemerintahan Amerika Serikat.

Sekarang, hal ini terbukti sudah. Harian terkemuka Inggris the Guardian, memberitakan adanya kerjasama perusahaan-perusahaan pelayan jasa internet seperti Google, Skype, Facebook dan yang lainnya dengan badan-badan intelijen Amerika Serikat dan Inggris, memaksa salah satu jejaring sosial internet terbesar untuk membocorkan informasi warga masyarakat.

Dalam tulisan kami pada 9 April 2012, Global Future Institute mensinyalir bahwa Pemerintah Amerika Serikat nampaknya sudah mulai terganggu dengan maraknya media media alternatif yang mampu mengimbangi infomasi informasi  yang disebarkan oleh pihak resmi di Washington terhadap sepak terjang AS di beberapa negara.

Bukan itu saja. Bahkan Pentagon mencanangkan kepada publik bahwa  media cyber atau internet sebagai wilayah pertempuran  baru. Ini tentu saja harus dibaca sebagai indikasi bahwa Pentagon, yang selama ini hanya menangani bidang pertahanan dan kemiliteran ataupun perang militer, ternyata sekarang mulai terjun juga di ranah perang media yang notabene masuk kategori perang non-militer yang seharusnya militer  tidak berhak ikut campur.

Ketika itu kita belum punya gambaran rinci dengan cara bagaimana  angkatan bersenjata AS  akan melancarkan perangnya lewat situs situs di media internet. Namun berita terkini dari The Guardian maupun kantor berita Inggris Reuters, telah mengkonfirmasi sinyalemen GFI setahun yang lalu.

Kantor berita Inggris, Reuters sebagaimana dikutip Mehr News (22/6) melaporkan, direksi Facebook mengaku, informasi pribadi enam juta penggunanya, termasuk nomor telepon mereka, tahun lalu diserahkan kepada sejumlah pihak tak bertanggung jawab.

Tentu saja berita ini cukup mengejutkan dan jauh lebih mengerikan daripada yang kita bayangkan semula. Waktu itu, memang sudah terlihat gelagat bahwa Departemen Pertahanan AS sudah bertekad untuk menghadapi berbagai serangan serangan opini dan informasi yang berasal dari berbagai negara dan kelompok-kelompok strategis  non negara yang mampu menyajikan informasi informasi tandingan terhadap sajian berita berita resmi media arus utama di  AS seperti The Washington Post, The New York Times,  Miami Herald, Wall Street Journal, Times dan sebagainya.

Bisa dimengerti  jika  AS sangat  kuatir dengan aksi informasi  tandingan  yang dilancarkan berbagai negara dan aktor aktor non negara yang melawan dominasi korporasi korporasi  AS yang berada di belakang media media arus utama tersebut di atas. Karena berbagai korporasi raksasa minyak milik Rockefeller group seperti Exxon Mobi, Chevron, Shell dan sebagainya, memang sangat mengandalkan sajian sajian informasinya dari  media media internet

Seperti terurai dalam dokumen rencana Pentagon tersebut, pemerintah AS berpandangan bahwa media internet telah digunakan oleh intelijen intelijen luar negeri  untuk membuka dan membongkar jaringan jaringan rahasia mereka.

Namun sungguh di luar dugaan, bahwa pihak Pentagon maupun CIA melakukan tindakan-tindakan yang jauh lebih parah daripada itu.
Seperti juga dilansir oleh Reuters, Facebook memiliki sekitar 1,1 milyar user di seluruh penjuru dunia, dan sejak 2012 telah bekerjasama dengan pemerintah Amerika Serikat dalam rangka melakukan spionase atas warga dunia.

Inilah isu yang paling krusial dalam tulisan ini, yaitu adanya bukti nyata kerjasama beberapa perusahaan jasa internet dengan badan intelijen Amerika.

Bukti lain, tak kalah mengerikan. Lagi-lagi the Guardian, harian terkemuka Inggris berhaluan kiri dan selalu kritis terhadap praktek-praktek konspiratif dari pemerintah Inggris maupun Amerika, mengungkap kesaksian mantan aparat intelijen CIA Edward Snowden kepada publik. Snowden menyerahkan presentasi dalam format Power Point kepada Guardian dan Washington Post, total berjumlah 41 slide yang berisi rincian program PRISM. Program ini disebut-sebut sebagai operasi mata-mata internet yang dibesut oleh National Security Agency (NSA).

Sekadar informasi, NSA sebagai salah satu perangkat intelijen AS, pada kenyataannya dinilai berbagai pakar keamanan nasional jauh lebih berbahaya daripada CIA atau unit-unit intelijen lainnya. Karenanya nilai informasi Snowden terkait keterlibatan NSA secara kualitatif punya nilai yang cukup tinggi dan karenanya patut dicermati secara seksama oleh para stakeholders kebijakan luar negeri dan keamanan nasional di Indonesia. Dalam hal ini terutama Kementerian Koordinasi Politik, Keamanan dan Hukum maupun Badan Intelijen Negara (BIN).

Menurut informasi Snowden, PRISM diduga memiliki akses ‘pintu belakang’ ke 9 server perusahaan Server Provider AS kelas kakap di bidang teknologi seperti: Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, AOL, Skype, YouTube dan Apple. Yang fungsinya untuk mencegat lalu lintas data global yang melewati server itu untuk keperluan intelijen.

Tentu saja sembilan perusahaan tersebut langsung membantah berita yang dilansir oleh The Guardian tersebut. Namun yang pasti, jika informasi Snowden itu benar, maka  ada kemungkinan arus lalu-lintas data pribadi dan percakapan via internet di Indonesia ikut disadap dan dicegat oleh PRISM.

Seperti halnya penuturan Snowden sendiri:
“NSA telah membangun infrastruktur yang mengizinkan untuk menyadap hampir segalanya. Dengan kemampuan ini, sebagian besar komunikasi manusia secara otomatis ditelan tanpa sasaran. Jika saya ingin melihat surat elektronik Anda atau telepon istri Anda, apa yang saya lakukan adalah menyadap. Saya dapat surat elektronik Anda, kata sandi, catatan telepon, kartu kredit,” begitu tutur pria berusia 29 tahun dan yang di CIA bekerja sebagai kontraktor tersebut.

Nampaknya inilah yang dimaksud Pentagon tempo hari sebagai Perang Cyber. bahwa dinas keamanan AS memantau data tentang panggilan telepon dari data Verizon dan internet dari perusahaaan-perusahaan besar seperti Google dan Facebook.

Dari cerita tadi, tak diragukan lagi Washington sedang dilanda kepanikan. keterlibatan langsung Pentagon dalam perang cyber melawan yang mereka anggap sebagai musuh musuh di ranah informasi dan pemberitaan, menggambarkan secara jelas betapa AS mulai tersudut dalam perang informasi berskala global.

Melalui  rencana strategis Perang Informasi Pentagon  di ranah media internet, pada perkembangannya telah melibatkan juga Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (Department of Homeland Security).

Berarti, skema perang cyber tersebut telah berkembang menjadi gerakan lintas kementerian, dan juga melibatkan sektor sektor swasta strategis, untuk mengidentifikasi dan menjinakkan  aksi aksi informasi  dari  negara-negara dan kelompok kelompok strategis non negara, yang mereka anggap bakal menghancurkan infrastruktur strategis AS dan para sekutu barat lainnya.

Namun, justru ini pula yang mencemaskan berbagai kalangan warga masyarakat di Amerika Serikat itu sendiri. Karena pada perkembangannya manuver ofensif Pentagon tersebut akan mencampuri dan ikut mengatur kewenangan kewenangan pengelolaan media internet di AS itu sendiri.

Berita the Guardian tersebut telah memastikan kekhawatiran publik Amerika tersebut. Dalam prediksi GFI setahun yang lalu, sebagai efek dari Program Pertempuran Cyber ini, AS akan menggalang dan merekrut tenaga tenaga ahli  Information Technology (IT), yang tentunya dengan mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk menggaji pemanfaatan keahlian mereka.

Lagi-lagi, prediksi dan estimasi GFI terbukti sudah.

Lepas dari rencana strategis Pentaton tesebut maupun berita kesaksian dari Snowden, berita bagusnya bagi kita di Indonesia jelaslah sudah.

Betapa aksi informasi alternatif yang dilancarkan kawan kawan yang berhaluan kritis terhadap imperialisme Amerika, termasuk kami kami di Global Future Institute melalui media web kami The Global Review,  ternyata telah memberi kontribusi yang cukup berarti dalam rangka memberi panduan informasi perkembangan dunia, sebagaimana moto media cyber kami.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com