Rijal Mumazziq Z, Direktur Penerbit Imtiyaz Surabaya
Pasca Perang Dunia II, negara-negara di dunia terdesain ikut dua kubu: Uni Sovyet (US) dan Amerika Serikat (AS), dua negara yang sebelumnya bersekutu menghancurkan Jerman, Jepang, dan Italia.
Korea Utara-Selatan, Jerman Timur-Barat, lalu Vietnam Utara-Selatan. Semua tak berdaya dan terpaksa ikut model kubu-kubuan ini.
Tahun 1950-an, Bung Karno yang memang cerdas memainkan gerakan Non-Blok dengan menghimpun negara yang baru merdeka. Konferensi Asia Afrika adalah langkah awal membentengi kecenderungan blok-blokan ini. BK menghambat upaya AS dan US memecah negara-negara sebagaimana yang terjadi di Korea beberapa tahun sebelum KAA, maupun menghindari intervensi ideologis sebagaimana perang saudara di China!
Sebelum Korea dipecah, AS dan US berebut memainkan politik domino di Asia. Indonesia adalah target utama. US mengawali melalui kaki tangannya di Madiun 1948, gagal! AS masih menunggu bola panas dan baru menggiringnya tatkala menunggangi PRRI/Permesta, 1958, dengan harapan bakal memecah Indonesia dalam banyak kubu pasca Pemilu 1955 dan tatkala faksi ideologis sibuk debat kusir di konstituante! Kesatuan Indonesia terancam. BK tetap memainkan politik Internasional dengan cerdas dengan Konferensi Asia Afrika!
Ini gerakan sangat, sekali lagi sangat membahayakan eksistensi dua negara yang secara geografis dan geopolitik mirip dengan Indonesia. Non-Blok bukanlah gerakan netral blok, melainkan upaya membentuk blok alternatif selain US dan AS. Netral bukanlah tidak berposisi, melainkan sebuah posisi alternatif. Ia adalah antitesa!
BK ingin Indonesia menjadi alternatif kekuatan di antara US dan AS. Lihatlah tatkala BK menukar ke AS menemui Eisenhower lalu penggantinya, JF Kennedy. BK memperpanjang penahanan Allan Pope, pilot CIA yang membantu PRRI/Permesta & ditangkap TNI, lalu menggunakannya sebagai alat tawar meningkatkan militer Indonesia. Dengan menemui Kennedy, BK menukar Allan Pope dengan alutsista dan dengan lobinya pula, Indonesia menjadi negara PERTAMA di luar AS yang bisa memakai pesawat Hercules!
Habis menemui Kennedy, BK ke Kuba. Kongkow sama Castro dan Guevara, saling tukar topi-kopyah, dan melihat gegap gempita revolusi Kuba. Tak berselang lama BK ke Moskow, nemui Nikita Khruschev. Apa yang dilakukan BK? Mendesak agar pemerintah komunis memugar makam Imam Bukhari, sekaligus melakukan pembelian pesawat MiG dan beberapa kapal selam! Tujuannya? Untuk merebut Irian Barat! Operasi Djajawidjaja, Mandala dan Trikora sudah ada di pikiran BK. Tunggu apalagi, amunisi dan alutsista sudah full gear!
Kunjungan ke AS juga strategi memperalat agar Paman Sam menekan Belanda di sidang PBB agar melepas Irian Barat. Maklum, sebagai sekutu dekat yang porak poranda pasca Perang Dunia II, Belanda tergantung Marshal Plan dari AS.
Ini belum lagi langkah BK menggerakkan NEFOS sebagai penyeimbang NATO dan Pakta Warsawa, kemudian menyelenggarakan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade, lalu menjalin Poros Jakarta-Peking-Moskow yang “kiri”, plus memilin simpul di Delhi, AS bertambah gerah.
Unsur terkuat yang berkompetisi di sekitar BK saat itu ada dua: militer (AD) dan PKI. AS tinggal memanfaatkan satu tangan untuk mengunci tangan yang lain. Akhirnya terjadilah peristiwa G30S/PKI. Kekuatan Sukarnois dipreteli, cita-cita BK amblas seiring geopolitik ekonomi Orde Baru yang condong ke Washington.
Puluhan tahun berlalu, Gus Dur jadi presiden. Yang ia lakukan pertama kali adalah menghimpun ulang kekuatan Asia Afrika dan menghidupkan poros Jakarta-Peking (Beijing)-Moskow. GD ke Venezuela, belajar nasionalisasi ala Hugo Chavez. Ia ke Brazil, membuka peluang impor kedelai langsung dari Brazil, sekaligus memotong impor kedelai dari AS (yang juga impor dari Brazil). Ia pergi ke AS, bertemu Clinton, lobi pencabutan embargo militer. Ia ke Kuba, belajar kepada Castro seputar program kesehatan pro rakyat. GD juga ke Palestina, mencoba mendamaikan Fatah dan Hamas. Semua dilakukan. Di Indonesia, politisi senayan geger, menyebut GD cuma darmawisata. Ini statement paling dungu! GD kesulitan melihat, Bu Shinta juga memakai kursi roda, mau menikmati wisata apa di luar negeri?!
Ambon bergolak. GD tahu ini bukan konflik agama, tapi perebutan SDA dan endingnya pada pemekaran wilayah. Aktornya juga orang Jakarta. Untuk mengecoh fokus media yang malah merumitkan permasalahan, GD bikin statemen jika Jenderal K adalah aktor konflik. Media penasaran, GD menjawab Jenderal berinisial K adalah Jenderal “Kunyuk”. Media dan politisi semakin mumet. Saat konsentrasi media dan politisi terpecah inilah GD mengutus KH. Tolchah Hasan menginvestigasi kasus Ambon. Selain itu ada fakta menarik bahwa logistik konflik Ambon mengalir dari Arab kepada Laskar Jihad. Langsung saja GD kontak “klik”-nya di Arab agar menyetop dana logistik perang. Karena sumber logistiknya macet, Laskar Jihad bubar. Macetnya dana ini juga pernah disampaikan Jakfar Umar Thalib.
Upaya GD membentengi agar Indonesia tetap bersatu sebagai bangsa persis yang dilakukan BK. Sungguhpun upaya keduanya menghadapi manusia bebal sesama anak bangsa, yang berpikiran sumbu pendek, yang menyebabkan kejatuhan mereka berdua! BK dan GD sering kontroversial dalam statemen, tapi perbuatan mereka selalu KONSISTEN dalam rel KeBangsaan dan jalur keIndonesiaan!