Tahun 1980-an muncul polemik hangat saat Prof Mubyarto menggulirkan wacana Ekonomi Pancasila. Gagasan itu sesungguhnya merupakan elaborasi lebih lanjut dari pidato pengukuhan guru besar almarhum di UGM, 19 Mei 1979.
Selain mengutip Bung Hatta tentang “bangun negara berkeadilan”, dalam pidato itu Mubyarto juga memaparkan lima mazhab ekonomi klasik sampai sekarang dengan menekankan bahwa awal sejarah lahirnya ilmu ekonomi 1776 disebut ilmu ekonomi politik (political economy), bukan economics.
Lima mazhab yang digagas John Stuart Mill (1806-1873), Alfred Marshall (1842-1924), John Maynard Keynes (1883-1946), Gunnar Myrdal (1898-1987) dan John Kenneth Galbraith (1908-2006) menjadi bahan atau landasan Mubyarto dalam mendefinisikan Ekonomi Pancasila.
Bukan bermaksud tidak menggubris teori ekonom besar lain seperti David Ricardo, Pareto, Samuelson, Milton Friedman dan lain-lain (juga Marx), satu hal yang ingin ditekankan Mubyarto adalah bahwa pada kelima mazhab itu bersifat ekonomi terapan dan bersandar pada etika dan keadilan.
Selain membuka polemik dengan banyak ekonom dan sosiolog antara lain Arief Budiman di Harian Kompas, Mubyarto kemudian banyak menjelaskan Ekonomi Pancasila di banyak forum ilmiah dan politik. Tulisannya yang berjudul: Moral Ekonomi Pancasila (Idayu, 1982), Beberapa Ciri dan Landasan Pikir Sistem Ekonomi Pancasila (UGM, 1984), Liku-liku Perjalanan Sejarah Bangsa Indonesia Menuju Perwujudan Sistem Ekonomi Pancasila (Lemhannas 1987) dan banyak lagi makalah ilmiah lainnya.
Kendati idenya tidak mendapat sambutan luas, namun Mubyarto tidak gundah atau berkecil hati. Ia mengutip sebuah nyanyian dari Brasil:
When we dream alone
It is just a dream
When we dream together
It is the drawn of reality
——————————————
(Suwidi Tono: Mengenang Prof Mubyarto)