Kalau melihat gerakan berjamaah Arab Saudi-Kuwait-Bahrain-Uni Emirat Arab-Mesir, memutuskan hubungan diplomatik kepada Qatar, ini khas permainan Inggris. Meskipun diperwalikan permainannya kepada Amerika Serikat.
Betapa tidak aneh. Negara-negara boneka AS seperti Arab Saudi Cs yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk, tiba tiba mengorbankan salah satu anggota Dewan Kerjasama Teluk yaitu Qatar.
Namun, 10 ribu serdadu AS berikut CENTCOM yang merupakan pusat operasi Angkatan Udara AS di Timur Tengah, tetap bercokol di Qatar.
Berarti, tujuan sebenarnya dari Inggris dan AS adalah menciptakan aksi destabilisasi di kawasan Timur Tengah. Dengan semakin mempertajam pengkubuan antar negara-negara Islam. Arab Saudi-Kuwait-Bahrain-Uni Emirat Arab-Mesir versus Iran-Qatar-Suriah. Berarti terkandung di dalamnya politik adu domba alias Devide et Impera antar negara-negara Muslim di Timur Tengah.
Yang menarik itu, mencermati peran dan kiprah Turki sebagai irisan dari dua kutub yang bertarung ini.
Dalam membangun cipta kondisi, Inggris lah jagoannya. Selain itu, ada satu lagi yang aneh. Gerakan isolasi dan embargo terhadap Qatar, dilancarkan hanya beberapa minggu sejak berlangsungnya KTT Islam Arab Amerika.
Hal ini memperkuat dugaan saya semula, bahwa KTT tersebut agenda sesungguhnya adalah membahas tata ulang ekonomi-politik-pertahanan di Timur Tengah.
Agaknya, gerakan embargo dan isolasi kepada Qatar, baru episode awal. Tahap pemetaan dan pematangan situasi,Terkesan di atas permukaan, polarisasi antar dua kubu itu adalah antara negara-negara Arab pro AS dan blok Barat versus pro Iran-Suriah-Rusia-Cina.
Padahal, kalau kita cermati dengan seksama, Qatar sejatinya juga bagian dari negara boneka AS yang sebelumnya juga tergabung dalam negara-negara Dewan Kerjasama Teluk atau Gulf Cooperation Council/GCC.
Isu yang digulirkan seiring dengan gerakan berjamaah mengisolasi dan mengembargo Qatar, adalah soal dukungan negeri kaya minyak tersebut terhadap ihwanul Muslimin maupun dukungan Qatar bersama-sama dengan Iran mendukung Presiden Mesir Bashar al Assad menghadapi pemberontakan para Jihadis binaan AS.
Namun alasan atau dalih semacam itu hanya di tataran siasat dan taktiis untuk menebar isu. Agenda sesungguhnya adalah mencipakan aksi destabilisasi di kawasan Timur Tengah. Sebuah prakondisi yang dibutuhkan untuk melakukan tata ulang di kawasan tersebut. Membenturkan dua kubu di kalangan negara-negara di Tmur Tengah, namun saat yang yang sama, AS beserta Ingggris dan blok Barat, tetap mengendalikan geopoliitik Timur Tengah.
Penulis: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments