Georgia, Salah Satu Opsi Pangkalan Militer Israel Untuk Menyerang Iran

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Belakangan ini santer kabar bahwa Israel sedang menyiapkan sebuah serangan Preemptive  yang ditujukan untuk menghancurkan instalasi-instalasi dan reaktor persenjataan nuklir Iran.  Pertanyaannya sekarang, kapan dan dengan cara bagaimana Israel bakal melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap Iran.

Joe Ribakoff dari dalam artikelnya yang menari berjudul  How will Israel bomb Iran? Lewat situs http://www.examiner.com/eurasian-affairs-in-los-angeles/how-will-israel-bomb-iran, menganalisis berbagai skenario kemungkinan yang sedang dirancang oleh para arsitek strategi di Tel Aviv.  Menurut catatan Ribakoff, setidaknya Israel memang pernah dua kali menggempur instalasi nuklir negara-negara yang dianggap sebagai musuh utamanya. Dan kedua serangan militer tersebut dilancarkan melalui serangan udara.

Pertama pada 1981, ketika Israel melancarkan serangan udara terhadap reaktor nuklir  Osirak di Irak. Dalam melancarkan serangan udaranya ke Irak tersebut, angkatan udara Israel dengan seenaknya melewati dan mengabaikan begitu saja kedaulatan wilayah udara Jordania dan Arab Saudi. Dari fakta ini saja sudah mengundang Tanya, benarkah Israel dengan mudahnya melanggar wilayah udara Israel tanpa sepersetujuan diam-diam dari Jordania dan Arab Saudi yang notabene termasuk sekutu Amerika di kawasan Timur Tengah?

Serangan udara Israel yang kedua, tulis Ribakoff selanjutnya, malah lebih misterius lagi. Sasarannya adalah konstruksi reaktor nuklir (Construction Site) Korea Utara yang ada di Suriah, daerah yang kebetulan berbatasan lansung dengan Turki. Anehnya, serangan Israel tersebut begitu tiba-tiba dan tanpa adanya sinyal tanda bahaya menjelang datangnya serbuan serangan udara Israel tersebut. Tahu-tahu angkatan udara Israel muncul tiba-tiba entah darimana.

Bahkan yang lebih aneh lagi, begitu serangan udara Israel itu tuntas sudah, pesawat-pesawat penggempur Israel tersebut dengan bebasnya kembali entah menuju kemana, dan alarm tanda bahaya di Suriah tersebut sama sekali tidak diaktifkan sama sekali. Wah , Luar biasa sekali anehnya memang.

Lalu bagaimana sekarang dengan santernya rencana Israel menggempur reaktor-reaktor nuklir Iran? Menurut analisis Ribakoff, tentu saja serangan udara ke Iran tidak akan semudah menggempur Irak atau instalasi konstruksi Korea Utara di Suriah. Setidaknya Israel harus menemukan cara-cara baru yang cukup inovatif jika hasilnya ingin sama gemilangnya dengan kedua serangan udara terhadap reaktor nuklir Irak dan Korea Utara tersebut.

Yang pasti, jarak tempuh ke Iran lebih panjang daripada ke Irak dan Suriah. Setidaknya harus menempuh jarak 1400 km antara Tel Aviv dan perbatasan Iran. Dan untuk menuju ke sasaran di Iran, pesawat-pesawat penggempur Israel harus tetap terhindar dari deteksi dan pelacakan angkatan udara Iran. Dan yang lebih krusial lagi, setelah tuntas serangan udara Israel ke Iran, pasukan udara Israel pun harus menyusun skenario terbaiknya agar bisa kembali ke Israel atau pangkalan militer negara sekutunya dengan selamat. Karena bisa dipastikan pasukan udara Israel akan dikejar dengan penuh kemarahan oleh pasukan udara Iran.

Segi lain yang membedakan Iran dan kedua negara yang berhasil diserang Israel sebelumnya adalah karekteristik dari targetnya itu sendiri. Kalau Irak dan Suriah, praktis hanya satu reaktor nuklir yang jadi target serangan. Sedangkan Iran, mempunyai reaktor nuklir yang cukup banyak dan berhasil disembunyikan di tempat-tempat yang tak terduga.

Serangan terhadap beranekaragam reaktor nuklir seperti di Iran, tentunya memerlukan pola serangan dan daya dukung peralatan tempur udara Israel yang jauh berbeda dengan ketika menggempur Irak dan Suriah.

Selain itu, kempuan angkata udara Israel sendiri bukannya tidak cukup rawan. Sejauh ini kemampuan keamanan Israel sangat tergantung pada superioritas angkatan udaranya. Sedangkan Iran, memiliki sekutu-sekutu militernya di Suriah dan maupun dua paramiliter andalannya yaitu Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Palestina. Bisa dipastikan, Hizbullah dan Hamas akan memanfaatkan momentum serangan Israel ke Iran tersebut semaksimal mungkin untuk mendukung penuh Iran.

Skenario serangan Israel ke Iran semakin menarik ketika muncul dua pertanyaan selanjutnya. Pertama, bagaimana agar Israel bisa sampai ke Iran? Kedua, rute mana yang akan ditempuh Israel ketika akan menyerang Iran?

Rute langsung dan terdekat yang bisa ditempuh Israel tentu saja Jordania, setelah itu Irak, maka selanjutnya Iran. Soalnya kemudian apakah Jordania akan mengizinkan wilayahnya dijadikan basis serangan udara Israel? Besar kemungkinan Jordania akan menolak mentah-mentah permintaan Israel. Namun dari pengalaman sebelumnya ketika menyerang reaktor Irak semasa Saddam Hussein masih berkuasa, meski tanpa izin dan persetujuan Jordania, Israel tetap saja melintasi kedautalan wilayah udara Jordania ketika menggempur reaktor nuklir Irak.

Namun kali ini, ketika harus melewasi rute Irak dalam rangka menggempur Iran, nampaknya Israel tidak semudah itu. Karena saat ini kedaulatan wilayah udara Irak sepenuhnya berada dalam kendali komando pasukan Amerika Serikat di Irak. Dan nampaknya akan sial bagi Israel, karena selain Amerika cukup memegang kendali penuh dalam menguasai wilayah udara Israel, agaknya Amerika pun akan menolak rencana gila-gilaan Israel tersebut.

Untuk tataran ini, saya masih meragukan analisis dan prediks Ribakoff. Karena bagaimanapun ada persekutuan strategis AS-Israel yang sudah teruju setidaknya tiga dekade lebih. Tapi baiklah, kita telusuri terus analsisi Ribakoff ini.

Rute alternatif yang kemungkinan akan ditempuh Israel adalah lewat Arab Saudi. Namun ada dua kendali cukup serius terhadap opsi ini. Kendala pertama adalah lagi-lagi soal jarak tempuh. Karena jarak tempuhny jauh lebih panjang karena Arab Saudi tidak termasuk rute langsung dan terdekat dari Israel. Selain itu, meski Saudi Arabia adalah sekutu Amerika di Timur Tengah, namun sudah jadi rahasia umum bahwa Arab Saudi sama sekali tidak suka terhadap Israel. Mengingat sejarah panjangnya yang selalu mendukung berbagai kekuatan yang bermaksud menghancurkan negara Zionis Israel, mengapa juga harus mengizinkan wilayah udaranya sebagai basis serangan udara Israel terhadap Iran? Ya masuk akal juga memang.

Begitupun ada beberapa fakta menarik yang berhasil diungkap Ribakoof. Pertama, ada beberapa informasi bahwa sebenarnya Arab Saudi sudah memberikan hak terbang melintasi Arab Saudi. Bahkan sebenarnya juga, Arab Saudi sudah memberikan pangkalan militernya di Tabuk, sebagai basis untuk serangan udara Israel ke Iran.

Memang aneh juga hubungan Saudi dan Iran ini. Pada satu sisi Arab Saudi adalah musuh Israel, namun sebagai negara kaya minyak di Timur Tengah, Saudi mengganggap Iran sebagai ancaman yang cukup berbahaya. Apalagi Iran dengan kemampuannya yang canggih dalam persenjataan nuklir, Saudi jauh lebih takut kepada Iran daripada kepada Israel.  Hmm, aneh juga.

Dalam situasi ketika Amerika gagal memberlakukan sanksinya kepada Iran dan Amerika gagal menerapkan opsi serangan militer kepada Iran, maka Israel sebagai mush Saudi pada perkembangannya akan menjadi sahabat Arabia Saudi. Meski sejatinya Israel adalah musuh Arab Saudi juga.

Opsi berikutnya yang kiranya bisa jadi rute alternatif Israel adalah Turki. Dulunya Turki memang pernah jadi sekutu Israel dan wilayahnya pun berbatasan dengan Iran. Dulu angkatan udara Israel beberapa kali mengadakan latihan di Turki. Bahkan sempat muncul spekulasi bahwa serangan udara Israel ke Suriah pada 2007 lalu sebenarnya merupakan latihan untuk bersiap-siap menyerang Iran. Sehingga muncul spekulasi bahwa sebagaimana halnya ketika menyerbu Suriah lewat Turki, maka ada kemungkinan Israel pun akan menyerbu Iran kali ini lewat Turki.

Namun saat ini, opsi ini sepertinya tidak akan terjadi. Meski Israel dan Turki dulunya pernah menjalin persekutuan, namun saat ini pemerintahan Turki dikuasai oleh kekuatan politik yang berhaluan Islam dan cenderung tidak bersahabat dengan Israel. Bahkan Juni tahun lalu, Turki telah mencabut kembali izin terbang Israel di wilayah udara Turki.

Pada 2008 lalu, Rusia melancarkan serangan terhadap Georgia, bekas wilayah negaranya ketika masih Uni Soviet. Berkat superioritas militernya, Rusia berhasil menggempur Georgia hanya dalam waktu seminggu. Dari sinilah Rusia menemukan sebuah dokumen yang masuk kategori rahasia. Yang mengungkap adanya persetujuan Georgia untuk dijadikan pangkalan militer bagi Israel untuk menggempur Iran.

Georgia memang tidak berbatasan secara langsung dengan Iran. Namun bagi Israel jauh lebih dekat untuk menggempur Iran daripada harus ditempuh melalui Tel Aviv.  Namun demikian, untuk menggempur Iran, Israel tetap saja harus melewati rute Turki, Armenia, dan Azerbaijan, sebelum menggempur Iran dari Georgia. Namun Turki bisa dipastikan akan menolak member izin Israel untuk melintasi wilayah udaranya. Sedangkan Armenia kelihatannya juga akan menolak. Karena meskipun bersahabat dengan Suriah, namun Armenia tidak suka dengan Israel.

Satu-satunya yang mungkin akan mendukung Israel adalah Azerbaijan. Selain karena secara etnis adalah Turki dan secara religious adalah Islam Shii, Azerbaijan selama ini cukup bersahabat dan menjalin hubungan baik dengan Israel. Selain apalagi Israel telah memasok beberapa pesawat tanpa awak yang bisa digunakan untuk pesawat patroli dan pesawat penggempur.

Dengan kondisi semacam ini, Azerbaijan akan member izin Israel untuk dilintasi wilayah udaranya, dan bahkan akan dijadikan basis militer untuk menyerbu Iran. Apalagi Juni lalu juga sempat diberitakan bahwa Iran telah memobilisasikan angkatan perangnya untuk mengantisipasi kemungkinan operasi militer bersama Amerika-Israel yang berbasis di Azerbaijan.

Rute alternatif berikutnya yang akan digunakan Israel adalah Turkmenistan. Turkmenistan merupakan salah satu negara relatif besar di Asia Tengah yang membentang di sepanjang laut Kaspia. Dan kabarnya menyimpan kandungan gas alam yang lumayan banyak. Negara eks Uni Soviet ini memang tergolong unik.

Meski bersahaat dengan Israel dan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, tapi anehnya tidak ada kedutaan besar Israel di Ashgabat, ibukota Turkmenistan. Ashgabat ini hanya 32 km jarak tempuh menuju perbatasan Iran. Sampai sejauh ini, masih terlalu awal untuk meyakini bahwa Turkmenistan akan dijadikan rute alternatif apalagi basis pangkalan menggempur Israel.

Selain itu, rute lain yang patut dipertimbangkan adalah wilayah Kurdi di Irak. Apalagi belakangan ini berkembang rumor bahwa Israel telah membantu kelompok kelompok Kurdi di Irak, sebagai imbalan atas akses yang diberikan kepada Israel untuk membangun kontak dan operasi rahasia di Iran.

Begitupun, amat diragukan Israel akan menggempur Iran lewat wilayah Kurdi di Irak. Kalaupun ada ase-aset Israel di wilayah Kurdi, hal itu semata untuk tujuan operasi intelijen Israel dan logistik.

Atas berbagai kemungkinan semacam inilah, adanya indikasi menjadikan Georgia sebagai wilayah transit penjualan senjata illegal ke berbagai negara di Asia dan Afrika sejak tahun lalu, kiranya cukup cocok dengan indikasi bahwa pangkalan militer Georgia sedang disiapkan sebagai pangkalan militer militer Israel menggempur Iran.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com