Khairun Fajri Arief
Sebetulnya, sebagaimana Tariq ramadhan pernah katakan, Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai sebuah organisasi dan Mursi sebagai kader IM yang di “karyakan” di pemerintahan, sedari dulu memang gak punya “langkah kanan” yang serius kok mengenai apa yang akan diperbuatnya jika mereka berkuasa. Tidak ada bangunan ideologi yang koheren dalam arti: visi mereka kedepan yang jelas dalam transformasi sosial sebuah masyarakat. Lebih lagi kita sama mengetahui, secara terus terang, bahwa Ikhwan memang nggak banyak berurusan dengan ide-ide abstrak semacam itu.
Dengan situasi semacam itu, mereka akhirnya hanya akan selalu berkutat dalam program-program jangka pendek yang Populis dan dalam titik tertentu ya “Oportunistik”. Tanpa bangunan konsep yang mangkus mengenai bagaimana masyarakat dan negara seharusnya dikelola, nasib transformasi di Mesir adalah sama dengan Reformasi di Indonesia.
Seandainya kita coba menakar kedalaman transformasi sosial di Mesir, kita akan tahu bahwa yang terjadi disana hanyalah pergantian rezim dengan sistem bermain yang tidak banyak berubah. Dalam konteks ini, RELASI SOSIAL yang ada di masyarakat sama sekali tidak banyak mengalami pergeseran. Tambah lagi, tidak adanya kepemimpinan yang kuat menyebabkan arah transformasi mengikuti ombang-ambing suara populer masyarakat yang tercermin dalam frame demokrasi liberal. Dengan situasi seperti ini, proyek besar IM paling-paling hanya akan berkutat di perbaikan akhlak dan isu-isu temporal populis selain juga hal-hal kasuistik mengenai perbaikan ketersediaan sandang-pangan atau menutup defisit anggaran.
Tentu saja untuk menunjang hal semacam itupun, pemerintahan tetap harus cukup stabil dari sisi hubungan eksternal antar negara, dan stabil pula dari sisi stabilitas politik nasional.
Gawatnya, mesir itu sendiri GDP-nya gak cukup besar. Konsumsi masyarakat rendah, Investasi Minim, Ekspor kecil sekali dan secara umum cenderung menggantungkan diri pada pariwisata dan yah tentu saja mengandalkan bantuan Amerika. Langkah yang tegas dan keras atas berbagai isyu yang beririsan dengan amerika-israel tentu saja beresiko tertutupnya dompet para pendonor, Mursi beresiko juga kehilangan stabilitas Nasional dan pastinya kehilangan popularitas karena gagal dari sisi Makro Ekonomi. Kegagalan Makro ekonomi akan menyebabkan pemerintahan tidak bisa dipertahankan dari serangan para oposan. Pilihannya? Ya kembali lagi kepada Frame awal Ikhwanul Muslimin, yaitu tanpa pilihan opsi yang keras secara ideologis; Mau diatur IMF, atau mau di demo el baradai dengan isyu pemerintahan yang gagal? Kita tahu kan jawabannya.
Jadi, kalau Mursi agak bongkok kepada IMF, gagal tegas kepada Amerika, malas membuka perbatasan Raffah secara penuh ke gaza (Kenapa, kaget ya Mursi yang Ikhwanul Muslimin itu tidak berani membuka perbatasan Raffah??) dan bahkan menyebut PM Israel sebagai “Sahabat”, ya karena memang frame-nya “mewajibkan” dia untuk berlaku begitu.