Pemerintah Jepang merevisi kebijakan tentang ekspor peralatan pertahanan. Cina “mewaspadai” kebijakan baru Jepang. Sementara Amerika Serikat menyambut hangat penghapusan 3 peraturan pemerintah Jepang terhadap ekspor senjata ini.
Marie Harf, Wakil Jubir Kementerian Luar Negeri Amerika, kepada wartawan pada Rabu (02/04/2014) mengungkapkan, Washington menyambut revisi kebijakan Jepang tentang ekspor peralatan pertahanan.
Harf mengatakan tindakan Tokyo ini akan memperlebar kesempatan dan menyederhanakan proses kerjasama industri pertahanan dengan Amerika Serikat dan negara-negara mitra lain. Dia menambahkan langkah kali ini dapat memodernisasi industri pertahanan Jepang dan ikut serta dalam akuisisi pasar global di abad ke-21.
Menurutnya, Amerika Serikat percaya revisi Jepang ini akan saling menguntungkan bagi Jepang dan negara-negara mitra kerja sama.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Cina mengatakan, pihaknya memberi “perhatian besar” terhadap pelonggaran pembatasan ekspor senjata Jepang. Ini terkait perubahan besar pertama yang dilakukan pemerintah Jepang dalam kebijakan perdagangan senjatanya sejak hampir setengah abad.
Hong Lei, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina pada jumpa pers rutin mengatakan, Jepang harus mengejar upaya mewujudkan perdamaian dan mengambil tindakan yang lebih kondusif untuk perdamaian regional. turan baru perdagangan senjata bisa dianggap sebagai langkah untuk meningkatkan peran Jepang di pasar global.
Sedangkan Yoshihide Suga, Sekretaris Kabinet Jepang mengatakan, kabinet Perdana Menteri Shinzo Abe telah menyetujui rencana baru untuk menggantikan larangan ekspor senjata yang diberlakukan sejak 1967.
Dengan kebijakan ekspor senjata yang baru, penjualan senjata tidak dilakukan ke negara-negara yang dilanda konflik yang dapat merusak perdamaian dan keamanan internasional. Selain itu, penjualan senjata harus memberikan kontribusi bagi perdamaian internasional dan meningkatkan keamanan Jepang.
“Berdasarkan prinsip-prinsip kebijakan baru itu, kami telah membuat prosedur untuk transfer peralatan pertahanan yang lebih transparan. Hal itu akan memberikan kontribusi untuk perdamaian dan kerjasama internasional dari sudut pandang pasifisme proaktif,” kata Suga.
“Dan kami akan berpartisipasi dalam pengembangan dan produksi bersama peralatan pertahanan,” ujarnya.
Para pendukung kebijakan baru perdagangan senjata itu berharap kelonggaran yang ada dalam kebijakan baru akan meningkatkan pertumbuhan pabrik produsen senjata di Jepang, seiring meningkatnya ketegangan regional, termasuk masalah sengketa wilayah dengan China dan kekhawatiran atas tindakan Korea Utara yang tak terduga.
Aturan perdagangan senjata baru itu memungkinkan Jepang untuk memasok persenjataan ke negara-negara yang berada di sepanjang jalur laut penting guna membantu mereka melawan pembajakan. Aturan baru itu juga merupakan pertimbangan strategis penting bagi perekonomian Jepang yang miskin dengan sumber daya.
Senjata-senjata buatan Jepang berpotensi untuk dikirim ke Indonesia serta negara-negara di sekitar Laut Cina Selatan – jalur yang memiliki kekayaan bahan bakar fosil – seperti Filipina, yang memiliki sengketa wilayah dengan Tiongkok.
Sejauh ini Jepang sudah memasok persenjataan untuk tentara perbatasan di pantai Filipina, kelompok yang semakin berhadapan di garis depan dengan China terkait sengketa Laut Cina Selatan.
Setiap langkah Jepang untuk meningkatkan dukungan ke negara lain dengan pasokan senjata akan langsung mengganggu pihak China, yang seringkali menuduh PM Abe mencoba untuk memiliterisasi kembali negaranya. (TGR/KBS/ROL)