JK-Wiranto Optimis Memenangkan Pilpres 2009?

Bagikan artikel ini

Arif Rahman Hakim

Sesuai motonya dalam kampanye Pemilu 2009 yakni lebih cepat lebih baik, Jusuf Kalla (JK) juga bergerak cepat dalam Pilpres 2009. JK menggandeng Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto sebagai pasangannya.

Secara resmi duet capre-cawapres ini dideklarasikan di Posko Partai Golkar, Jumat (1/5) malam. Inilah pasangan capres-cawapres yang pertama yang dideklarasikan. JK dan Wiranto optimis dapat memenangkan Pilpres 2009.

Keputusan JK sebagai capres diambil dalam Rapat Pimpinan Nasional Khusus (Rapimnasus) Partai Golkar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (23/4). Namun, keputusan tersebut ditentang oleh sejumlah DPD II Partai Golkar, karena Rapimnasus hanya melibatkan unsur DPP dan DPD I. Kendati demikian, protes DPD II tersebut hanya dianggap angin lalu.

Tampilnya JK-Wiranto mendapat penolakan dari sejumlah DPD II Golkar yang menilai duet itu tak realistis, sebab tingkat tingkat keterpilihan atau elektabilitas kedua tokoh itu terbilang rendah.

“Tahun 2004 Pak Wiranto capres Partai Golkar dan kalah. Kita semua juga tahu elektabilitas Pak JK masih rendah. Dengan tingkat elektabiltas JK-Wiranto jauh di bawah, apakah mungkin menang? Kita berpikir positif aja,” kata juru bicara DPD II Partai Golkar, Samsul Hidayat, dalam jumpa pers di Hotel Kartika Candra, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (2/5/2009).

Menurutnya, sebagai partai politik yang rasional dengan melihat hasil perolehan suara pada pemilu legislatif, seharusnya Partai Golkar berkoalisi dengan partai lain dengan mengambil posisi sebagai cawapres.

“Yang paling realistis adalah dengan Partai Demokrat. Ini rasional dan ideal bagi kepentingan, masa depan partai dan masa depan bangsa untuk mewujudkan pemerintahan yang stabil,” jelasnya.

Bila pernyataan sikap 80 persen dari jumlah keseluruhan DPD II ini diabaikan, lanjut Samsul, maka pihaknya akan tetap menjalankan sikap politik sesuai dengan pernyataan politik pada 23 April 2009, yaitu menolak hasil Rapimnassus.

Majunya JK sebagai capres itu setelah lamarannya menjadi cawapres mendampingi SBY ditolak oleh SBY. SBY menginginkan setiap partai yang ingin menjadi cawapresnya harus mengajukan lebih dari tiga nama, dan nantinya SBY yang memilih satu dari tiga nama itu. Golkar waktu itu hanya mengajukan nama JK.

Golkar tersinggung atas penolakan itu, lalu menghentikan koalisi dengan Partai Demokrat. Selanjutnya partai beringin sangat aktif menjalin komunikasi politik dengan partai-partai lain, antara lain PDIP, Hanura, Gerindra, PPP, dan PAN. Golkar dan partai-partai lain membentuk koalisi jumbo untuk memperkuat posisi di parlemen. Koalisi jumbo dideklarasikan di kantor DPP Partai Hanura, Jumat (1/5) siang. Namun, PPP dan PAN tak ikut menandangani koalisi jumbo. PPP menarik diri dari koalisi jumbo, sedangkan PAN belum memutuskan sikap. Keputusan PAN bergabung atau tidak bergabung dengan koalisi jumbo yang terdiri dari Golkar, PDIP, Hanura, Gerindra dan partai-partai kecil itu akan diputuskan dalam Rakernas PAN di Yogyakarta hari ini (2/5).

Kemungkinan koalisi jumbo menghasilkan tiga pasangan capres-cawapres. Yang sudah resmi adalah JK-Wiranto. Megawati belum ketahuan akan berpasangan dengan siapa. Jika Megawati menggandeng Prabowo, maka koalisi jumbo hanya menghasilkan dua pasangan capres-cawapres. Tetapi, apabila Megawati memilih tokoh lain sebagai cawapresnya, tentu Prabowo yang tetap ingin jadi capres harus mencari cawapres.

Sementara itu SBY belum memutuskan siapa yang akan mendampinginya. Beberapa nama disebut-sebut berpeluang mendampingi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu, yakni Menteri Negara Sekretaris Negara (Mensesneg) Hatta Rajasa, Menteri Keuangan dan Plt. Menko Perekonomian Sri Mulyani, politisi PKS Hidayat Nur Wahid, dan Gubernur Bank Indonesia Boediono. Kabarnya, SBY lebih cenderung memilih cawapresnya bukan orang partai. Kalau begitu yang berpeluang besar mendampinginya adalah Sri Mulyani atau Boediono?

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com